25 C
Medan
Tuesday, December 23, 2025
Home Blog Page 15567

Beli Rumah Jangan Ditunda-tunda

Membeli rumah dengan harga murah tentu dambaan semua orang. Namun, untuk mendapatkan rumah dengan harga murah dan berkualitas bukan perkara mudah. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan, termasuk yang paling utama adalah dari sisi keuangan. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membeli rumah murah untuk tempat tinggal.

Minta tolong kepada orang sekitar yang menguasai kondisi lingkungan. Jangan malu minta informasi dan pertolongan untuk dicarikan rumah murah yang sedang dijual di lokasi tersebut seperti hansip, satpam, tukang ojek, tukang warung, tukang becak, tukang jual makanan keliling, dan lain sebagainya. Dengan begitu kita punya banyak referensi dan pilihan sehingga memudahkan kita mencari rumah murah yang tepat sesuai kondisi keuangan kita. Jangan lupa beri imbalan secukupnya atas bantuan orang yang menolong kita. Selain itu rajin-rajin cari informasi di koran, internet dan agen properti serta balai lelang properti pun bisa jadi sumber informasi yang baik.

Belilah rumah murah dari orang yang butuh uang. Orang yang butuh uang akan berusaha secepat mungkin menjual rumah yang dimilikinya walaupun harga jualnya jauh di bawah harga pasar. Orang yang sedang butuh uang bisa saja kita dekati untuk kita tawar rumahnya dengan cara baik-baik walaupun tidak ada niat dijual. Bisa juga kita mendapat rumah murah jika kita beli dari orang yang kita kenal dekat atau ada hubungan saudara atau famili.

Beli rumah murah tanpa menunggu besok-besok atau nanti-nanti. Jangan tunda pembelian rumah, karena harga rumah akan selalu naik drastis secara otomatis jika kondisi lancar dan terkendali. Rumah murah adalah barang langka yang terbatas jumlahnya dan jumlah orang yang butuh rumah murah untuk tempat tinggal jumlahnya sangat banyak sehingga permintaan lebih banyak dari penawaran. Itulah yang menyebabkan harga rumah mahal. Bisa jadi kenaikan harga rumah tiap tahun lebih besar daripada uang yang mampu kita tabung dalam satu tahun.
Maka dari itu belilah rumah dari sekarang dengan bantuan kredit KPR bank. Jika kita tidak punya cukup yang maka kita bisa minta kekurangan atau pinjam uang sama orangtua untuk membeli rumah murah. Jika tidak ada orang dekat yang bisa kita minta pinjam duitnya, maka kita harus minta tolong pada bank. Sebelum mengambil KPR (akad kredit) sebaiknya lakukan survei ke banyak bank terpercaya untuk membandingkan suku bunga atau marjin, batas jumlah angsuran dari penghasilan, tipe sistem pembayaran bunga, kemungkinan pelunasan dipercepat, sangksi-sanksi, dan lain-lain.

Agar aman, gunakan bank syariah yang jumlah angsurannya tetap setiap bulan namun suku bunga atau marjin lebih tinggi dari bank konvensional. Jika Anda dapat banyak rejeki maka segera lunasi hutang KPR Anda karena biasanya Anda akan mendapat pembebasan pembayaran bunga. (net/jpnn)

Pasha-Adelia Siraman Mengharukan

Menjelang pernikahan Minggu (27/3) hari ini, pasangan Pasha Ungu dan Adelia Wilhelmina menjalani acara adat siraman di rumah Adelia yang akrab disapa Adel, di Jalan Margacinta, Bandung, Sabtu (26/3).

Pasha yang mengenakan kemeja biru dengan jas hitam langsung disambut Adel bersama keluarga besarnya di dalam rumahnya. Gadis yang berprofesi sebagai pramugari itu terlihat anggun mengenakan busana muslim dengan perpaduan warna silver dan ungu muda.

Prosesi acara penyambutan dilakukan di teras rumah Adel. Acara lebih dulu dibuka dengan sambutan dari kedua keluarga besar serta pengajian. Selanjutnya, siraman dilakukan untuk masing-masing calon pengantin yang tertutup bagi wartawan.

Prosesi siraman Adel dilakukan di rumahnya di Jalan Margacinta bernomor 30, sedangkan Pasha menggelar siraman di salah satu rumah yang berjarak sekitar 20 meter dari rumah tempat Adel menggelar siraman.

Wartawan hanya bisa melihat tahap demi tahap acara melalui LCD yang disediakan panitia. Kedua acara tersebut berlangsung penuh haru. Adel terlihat menangis tersedu-sedu saat meminta restu pada kedua orangtuanya. Begitu juga dengan Pasha terlihat kusyuk menjalani prosesi adat Sunda itu.

Kalau Nafsu Sadarkan Dengan Doa

Ayah vokalis Pasha Ungu, Syamsuddin Said, tak mau kalah ketinggalan semangatnya saat upacara Ngeuyeuk Seureuh digelar di kediaman calon istri anaknya, Adelia Wihelmina, di Jalan Margacinta No 180 RT 5 RW 2, Buah Batu, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (26/3). Usai Pasha membelah mayang jambe dan buah pinang lalu menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali yang bermakna, agar di masa depan rumah tangganya bisa saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.

Spontan saja Syamsuddin langsung bersemangat ketika diberi kesempatan Pangeuyeuk untuk menumbukkan alu. Alu yang ditumbukkan ke dalam lumpang sebanyak tiga kali juga mengandung filosofi hubungan intim suami istri yang diridhoi Allah SWT. Karena itulah, Syamsuddin mewanti-wanti Adelia, calon menantunya. “Adelia kalau Pasha lagi nafsu, kau tolak dia. Sadarkan dia untuk segera membaca doa dan shalawat,” pesan Syamsuddin. (net/jpnn)

Bayangan di Bola Matanya

Cerpen: Ahmad Ijazi H

Kupandangi bola mata istriku. Kulihat sebuah bayangan mengambang di sana. Meski hanya samar-samar, aku dapat memastikan, laki-laki yang tengah bersemayam di bola matanya itu adalah aku. Aku yakin sekali.

Tapi, kuperhatikan lagi. Lebih dekat lagi. Aku ingin memastikan, apakah laki-laki di bola mata istriku itu benar-benar aku?

Tapi… hei, sepertinya laki-laki itu bukan aku! Ah, tidak! Bagaimana mungkin bukan aku?
Kuperhatikan lebih lekat. Lagi. Sekali lagi. Kali ini aku benar-benar sesak nafas. Laki-laki di bola mata istriku itu benar-benar bukan aku! Hah, siapa laki-laki itu? Bagaimana mungkin bukan aku? Bukankah aku yang sedang berhadapan dengan istriku saat ini? Harusnya bayangan di bola matanya itu adalah bayanganku.
“Kau kenapa, Roy? Kenapa wajahmu pucat begitu?” tegur istriku mengejutkanku.
“Apa aku sedang bermimpi?”

“Bermimpi?” Istriku menautkan alisnya.
“Eee… di mana kita?” aku mendadak linglung.
Istriku memandangku aneh. Lalu dicubitnya lenganku. Auw, sakit! Aku meringis.
Istriku tertawa memerlihatkan barisan giginya yang putih dan rapih. “Kau ini aneh. Sudah jelas-jelas ini rumah kita.”
“Rumah kita?”
“Iya.”

“Sungguh?”
“Iya!” Istriku menarik pipiku gemas. Mungkin agak jengkel karena mengira aku mempermainkannya.
Kuperhatikan sekeliling. Aku benar-benar merasa aneh. Hampir di setiap dinding rumah ini terpajang lukisan. Ada lukisan bebatuan, hamparan pasir, tanah retak, gurun… Milik siapa itu? Aku tak pernah membelinya, apalagi memajangnya. Aku lebih suka dinding yang polos.
“Siapa yang memajang lukisan-lukisan ini?” Mataku tak berkedip memerhatikan lukisan-lukisan itu dari dekat.
“Bukannya kau yang memajang lukisan-lukisan itu seminggu yang lalu?”
“Aku?”

“Lukisan-lukisan itu hadiah dari Johan, kan?”
“Johan? Siapa dia?”
“Kau ini kenapa, sih?
Aku terdiam. Lama. Kuperhatikan bola mata istriku. Tajam.
Istriku mengernyitkan alis. “Kenapa kau menatapku begitu?”
Ya Tuhan… laki-laki di bola matanya itu benar-benar bukan aku!
“Matamu… sungguh indah!” aku tergeragap.
Kulihat lagi matanya. Lagi. Kali ini laki-laki itu melempar senyum kepadaku. Bah, apa maksudnya begitu? Geram sekali aku. Ingin rasanya menonjok wajahnya hingga bonyok. Dia pasti sedang mengejekku.
Istriku mengamati wajahku. Lama. “Roy… kau sakit?
“Ehh…”

“Wajahmu pucat sekali!” Istriku menjulurkan tangannya mengelus keningku yang hangat berkeringat.
“Aku baik-baik saja!”
“Tapi…”
Aku memandang matanya. Lagi. Dan senyum laki-laki itu benar-benar membuat aku terbakar cemburu!

***
Semalaman aku tak bisa tidur memikirkan bayangan laki-laki yang bersemayam di bola mata istriku. Siapa dia? Dan lagi… lukisan-lukisan itu? Aku tak pernah menyukainya. Tapi kata istriku, aku sendiri yang ingin memajangnya seminggu yang lalu. Kapan itu? Aku berusaha keras mengingat-ngingat, tapi tak pernah bisa.
Segera aku beranjak keluar kamar mencari istriku. Aku ingin melihat matanya. Aku ingin memastikan, apakah bayangan laki-laki itu masih bersemayam di bola matanya?

“Tania… Tania…!” aku memanggil-manggil istriku. “Kau di mana?”
Tak ada sahutan. Ah, ke mana dia? Aku mulai khawatir. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengannya. Kulangkahkan kaki lebar-lebar menuju ruang belakang. Dan… kulihat dia sedang duduk menghadap meja makan dengan dua buah piring berisi roti tawar dan selai kacang.

“Sudah satu jam aku menunggumu,” istriku cemberut.
“Menungguku?”Istriku menatapku dengan padangan aneh.”Kau ini kenapa, sih?”
“Eee…”

“Bukannya setiap hari aku begini? Kau kan yang mau?”
“Aku?”

Istriku membanting pisau selai yang digenggamnya. Lalu berlari meninggalkan meja makan dengan sesengukkan.
“Tania…” aku mengejarnya. Kusambar lengannya. Dia meronta pasrah dengan tangis yang tertahan. Kudekap tubuhnya erat.

“Maafkan aku telah membuatmu marah,” bisikku lembut.
“Selama ini kau tak pernah punya waktu untuk berbincang-bincang denganku kecuali saat sarapan pagi. Padahal aku ingin sekali kau ajak berlibur, atau setidaknya meluangkan waktu lebih banyak bersamaku…” tangis istriku pecah di pundakku.

Kuusap punggungnya lembut. Istriku kian sesengukkan.
Kulepas pelukanku. Kuusap air mata yang membasah di kedua matanya. “Kau jangan menangis lagi. Minggu depan aku usahakan ambil cuti kerja. Kita bisa berlibur sepuasnya.“
“Sungguh?” matanya tampak berbinar-binar.
Aku mengangguk melemparkan seulas senyum. Kulihat, mata istriku kian berbinar-binar. Seketika pula senyumku surut melihat bayangan laki-laki di bola matanya.
Dan bayangan laki-laki itu… bukan aku.

***
Ruangan kantor hari ini terasa amat dingin. Sangat berbeda dari hari-hari biasanya. Berkali-kali kuusap jemariku yang keram. Ah, aku benar-benar gelisah. Wajah istriku menari-nari dalam kepalaku. Sedang apa dia sekarang?
Kuambil handphone-ku. Kucari namanya. Kuhubungi. Tak aktif. Kucoba lagi. Berkali-laki. Tetap tak aktif. Aku semakin gelisah. Segera kutemui atasanku, meminta izin untuk pulang lebih awal.

Setiba di rumah, kudapati pintu terbuka. Dengan sedikit gemetar, aku melangkah masuk. Dari kejauhan, kulihat sebuah benda panjang tergeletak di lantai. Aku melangkah lebih dekat lagi. Ternyata benda panjang itu lukisan. Aku melangkah lebih dekat lagi. Kulihat sepasang kaki dengan sandal yang terlepas, menyembul dari balik lukisan. Aku melangkah lebih dekat lagi. Kulihat percikan darah. Aku melangkah lebih dekat lagi. Aku jongkok, membuka lukisan yang lumayan berat itu dengan tangan gemetar. Seketika, terlihat sesosok wanita dengan tubuh kaku dan wajah yang remuk.
“Tania?!”

***
Kepulan asap membumbung tinggi ke udara. Lidah api yang menjilat-jilat tampak rakus melahap lukisan-lukisan itu. Hatiku tercabik-cabik. Air mataku deras berguguran membasahi wajah istriku yang terbaring beku di pangkuanku.

***
Aku meraung-raung di pusara istriku. Elita menghampiriku. Mengusap pundakku lembut. “Roy, kau tak boleh begini…”

“Aku tahu. Apapun yang aku lakukan tak kan mungkin mengembalikan Tania lagi bukan?”
“Seandainya saja kau tidak membakar lukisan-lukisan itu…” Suara Elita terdengar lirih.
“Lukisan itu telah membunuh istriku!” darahku naik ke ubun-ubun.
“Lukisan itu tak pernah membunuh istrimu. Tuhanlah yang telah menakdirkan kematiannya.”
Aku menelan ludah.

“Seandainya kau tak membakar lukisan-lukisan itu… mungkin Tania masih hidup.”
Aku tertawa. “Kau sudah gila!”

“Terserah kau mau percaya atau tidak. Buktinya, aku masih hidup hingga saat ini juga karena lukisan.”
“Kau benar-benar sudah gila!”

Elita diam. Senyap. Lalu terdengar tangisnya yang menyayat. Mendengarnya, kepalaku pening bukan main. Kepalaku berdenyut-denyut. Sakit luarbiasa. Antara sadar dan tidak, kulihat sekelebat bayangan melangkah menghampiriku.
Laki-laki itu gemar melukis. Melukis bebatuan, hamparan pasir, tanah retak, gurun… Aku kerap menjadikannya selayak istriku, memeluk, mencium, bahkan menggumulinya. Suatu malam yang gerimis, kudengar tangisnya memekat usai mendengar pengakuanku yang akan menikah dengan Tania. Hingga esoknya… pemberitaan di televisi pun gempar menayangkan sesosok mayat yang tewas terjun dari lantai 5 pusat perbelanjaan…
“Roy… Roy…!” Seseorang menguncang-guncang tubuhku.

Aku membuka mataku. Seketika, kutemukan sepasang mata yang indah. Aku tersenyum, membalas senyum laki-laki yang bersemayam di bola matanya.***
Pekanbaru, Desember 2010

Ahmad Ijazi H adalah mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau. Pernah meraih beberapa penghargaan menulis diantaranya: Pemenang 1 lomba menulis puisi nasional HUT Majalah Story,  Pemenang 2 LMCR nasional (Lip Ice-Selsun Golden Award) atas cerpennya yang berjudul “Patung Ibu” tahun 2009, dan pemenang 3 LMCR yang sama atas cerpennya yang berjudul “Biola Arjuna” pada tahun 2010.

Jennifer Kurniawan Kesulitan Pakai Kebaya

KEBAYA yang penuh detail payet dan menjuntai dengan ekor yang panjang membuat penggunanya harus pasang tenaga ekstra, tak terkecuali model profesional seperti Jennifer Kurniawan.

Malang melintang di dunia model ternyata tetap menyisakan kesulitan bagi Jennifer Kurniawan dalam membawakan busana. Apalagi setiap busana itu memiliki tingkat kesulitan masing-masing, sehingga diperlukan kemampuan khusus dalam membawakannya.  Tak heran kalau model sekelas Jennifer Kurniawan pun masih menemui kesulitan saat mengenakan sebuah busana.

Hal tersebut diakui kekasih pemain sepak bola di klub Persema Malang Irfan Bachdim itu ketika diberi kesempatan membawakan busana pengantin tradisional khas Indonesia.

“Kebaya itu berbeda dengan busana lain yang cenderung ringan. Busana ini ternyata lebih berat ketimbang saat saya mengenakan jins atau celana pendek. Apalagi tatanan rambut yang di sanggul seperti ini makin menambah beban berat,” ungkap Jennifer.

Meski demikian, Jennifer mengaku senang atas kesempatan tersebut. “Ini adalah kesempatan pertama saya, tapi saya sangat senang sekali mengenakannya,” tutup Jennifer. (net/jpnn)

Kapan Cobaan itu Berhenti?

Oleh: Ramadhan Batubara

Tampaknya beberapa pekan ini buku tiada henti mendapat cobaan. Setelah didiskreditkan sebagai media bom, kini pusat penyimpanannya pun seakan dibom. Ya, meski tidak menggunakan bahan peledak, tanpa dana yang memadai bukan mustahil Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin akan lenyap kan?

Bagi pegiat budaya, mungkin berita ini bukan barang baru lagi. Tapi, sudahlah, akan saya ulangi untuk sama-sama ingat. Ceritanya begini, di tahun-tahun sebelumnya, PDS HB Jassin sempat memperoleh Rp500 juta tiap tahun. Kemudian, dana turun menjadi Rp300 juta. Tahun lalu, pengelola gudangnya ilmu para seniman, sastrawan, dan peneliti dalam dan luar negeri ini sudah terengah-engah menerima dana yang disunat menjadi Rp164 juta. Kini, lebih terkapar lagi, karena harus menerima hanya Rp50 juta.

Biaya tersebut tentu tidak cukup untuk membiayai seluruh operasional pusat arsip sastra itu. Untuk biaya pengasapan saja, butuh dana Rp40 juta. Idealnya, pengasapan pun dilakukan setahun dua kali. Belum lagi ditambah biaya 14 pegawai yang sudah setia mengabdi meski bergaji minim. Hm, bukankah itu sama dengan bom?
Entahlah, saya merasa apa yang dialami PDS HB Jassin ini sebuah keadaan yang sangat menyedihkan. Ayolah, meski Indonesia besar dengan budaya lisan, bukan berarti sesuatu yang berbentuk tulisan harus dihilangkan kan? Buktinya, sesuatu yang lisan di Nusantara ini pun lambat laun sudah dipindahkan ke tulisan. Dan, dokumen negara juga berbentuk tulisan kan? Ya, kecuali Supersemar yang fisik tulisannya sampai kini masih misteri. Nah, apakah pengurangan PDS HB Jassin juga sebuah usaha untuk meng’Supersemar’kan sastra?

Atas nama kebudayaan yang tentunya menjadi pondasi berdirinya sebuah bangsa hingga menjadi negara, sastra (baik lisan maupun tulisan) tampaknya bukan musuh yang memang harus dibasmi. Dana untuk menjaga koleksi sastra tersebut sejatinya tak begitu besar dibanding dana yang banyak disimpan orang tak bertanggung jawab di luar negeri sana kan? Tapi, entahlah, saya seakan kehabisan kata-kata untuk membahas ini. Apalagi, ketika saya sadar, yang tersimpan di sana bukan karya sembarangan. Ah…

Soal pusat dokumentasi semacam PDS HB Jassin, tentunya banyak yang telah mendapat manfaatnya. Salah satunya adalah saya. Ya, meski bukan PDS HB Jassin, saya sempat merasa sangat beruntung dengan tempat semacam itu.
Ceritanya pada 2001 lalu. Kala itu, saya ke Banda Aceh dalam rangka mencari bahan skripsi. Nah, tujuan saya adalah Yayasan Pendidikan dan Museum Ali Hasjmy (YPAH). YPAH menyimpan koleksi khusus naskah-naskah kuno yang mulai dihimpun pada 1992 oleh Ali Hasjmy, salah seorang budayawan, ulama, dan politisi terkemuka Aceh yang wafat pada 1998. Naskah-naskah tersebut umumnya diperoleh dari masyarakat Aceh sendiri, tentunya atas dasar kepercayaan kepada tokoh yang mereka hormati, Ali Hasjmy.
Berdasarkan angka tahun yang dibuat oleh pihak perpustakaan, naskah-naskah koleksi YPAH ini diperoleh antara tahun 1992 hingga 1995. Dan, tanpa kesulitan (malah sangat gampang dan murah) saya memperoleh bahan yang saya cari, Hikayat Putri Nurul A’la.Target selesai dan saya langsung pulang.

Nah, keberuntungan saya makin menjadi setelah tiga tahun kemudian, tepatnya ketika gempa dan tsunami Aceh. Pasalnya, saya sempat khawatir, apakah tempat yang menolong studi saya itu baik-baik saja?
Dan, terjawab. Ternyata, tragedi 26 Desember 2004 itu hanya merubuhkan rak-rak lemari penyimpan buku YPAH. Memang, sejumlah koleksi buku berjatuhan dan kemudian terendam air yang masuk setinggi sekitar 10 cm. Namun, dia tidak hancur dan koleksinya tak hanyut hingga kekayaan budaya yang dimiliki YPAH tak hilang.

Dan, saya makin bersyukur karena pada Agustus 2005, delapan bulan setelah tsunami terjadi, sebuah tim dibentuk untuk melakukan inventarisasi, katalogisasi, dan kemudian digitalisasi manuskrip koleksi YPAH ini. Tim tersebut merupakan kerja sama Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, PKPM Banda Aceh, dan Centre for Documentation and Area-Transcultural Studies (C-DATS) Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) di bawah koordinasi Oman Fathurahman.
Dalam kegiatan tersebut, semua naskah koleksi YPAH dibaca satu persatu, dicatat, serta dikelompokkan ulang berdasarkan kandungan isinya. Katalog naskah YPAH ini telah diterbitkan pada Januari 2007 lalu oleh Tokyo University of Foreign Studies.

Hasil inventarisasi oleh Tim ini ternyata jauh berbeda dengan pencatatan yang dilakukan oleh Chambert-Loir & Fathurahman pada tahun 1999. Jumlah keseluruhan naskah koleksi YPAH adalah sebanyak 232 buah, dengan 314 teks di dalamnya.

Terus terang, setelah mengetahui kabar tersebut saya sangat bersyukur. Setidaknya saya merasa, kertas yang berisikan kalimat (yang bagi sebagian orang tak penting untuk pembangunan) masih bisa dinikmati generasi berikutnya.

Lalu, bagaimana dengan apa yang dialami PDS HB Jassin? Sumpah saya merasa kekhawatiran lebih hebat hingga tak bisa menerjemahkan pikiran saya. Bagaimana tidak, kalau dia dikalahkan alam mungkin masih bisa terima, tapi dia dikalahkan anggaran! Ah, sampai kapan saya tunggu waktu hingga bisa mengucap syukur karena dia bisa diselamatkan? Ada yang bisa menjawab? (*)
25 Maret 2011

Titi Kamal Ngebet Punya Momongan

Sudah tiga tahun menikah, Titi Kamal masih juga belum diberi momongan. Namun, perempuan bernama lengkap Kurniaty Kamalia ini tak berputus asa. Titi mengaku terus berusaha untuk mendapatkan sang buah hati dari suaminya, Christian Sugiono.

“Sampai sekarang tetap berusaha. Makanya sambil tunggu dikasih sama Allah. Aku menunggunya sambil ada kegiatan, bukan diam saja di rumah,” kata Titi saat ditemui di Studio RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta, kemarin.

Belum lama ini, Titi dan suaminya baru pelesirannya ke Cina. Ditanya  apakah momen itu dimanfaatkan usaha memiliki momongan, Titi mengelak. Titi dan Tian memang pelesir ke Cina selama 10 hari. Bukan liburan, tapi kerja.

“Kemarin ada program keliling Cina. Tapi rame-rame nggak berdua saja. lagian acaranya padat banget. Dari jam 06.00 pagi sampai malam, terus tidur dan capek banget. Jadi, enggak ada istirahatnya. Jadi nggak sempat ada berduaan,” papar cewek kelahiran Jakarta ini.  Pemain film Mendadak Dangdut ini mengaku,  pada awal pernikahannya sempat membuat program untuk menunda kehamilan.  “Tadinya kita sempat menunda, tapi  sekarang dikasih yah senang juga,” pungkasnya. (bcg/rm/jpnn)

Denada Jadian di Resepsi KD-Raul

Denada tampak menggandeng pacarnya barunya Jerry Aurum, seorang fotografer saat menghadiri resepsi pernikahan Krisdayanti dan Raul Lemos, Jumat (25/3) malam, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Selatan.

Ketika ditanya wartawan yang melakukan peliputan di resepsi pernikahan Krisdayanti-Raul, kapan mulai pacaran, Denada mengatakan, “Sejam lalu.” Dengan kata lain, ia baru saja berpacaran dengan Jerry saat menghadiri resepsi tersebut. Namun, ia menjawabnya dengan nada penuh canda.

Hingga kini, Denada belum punya niatan untuk mengakhiri masa lajangnya. Padahal, tahun ini usianya menginjak 33 tahun.

“Tahun ini, ya nggak tahulah. Mau tahun ini atau mau tahun depan. Kan, semua rahasianya Tuhan. Ya, nggak tahu,” ujarnya.

Sekali lagi, putri dari penyanyi lawas Emilia Contessa itu menegaskan tidak mau buru-buru menargetkan pernikahannya. “Santai saja,”ucapnya. Ketika ditanya kriteria calon suaminya, Denada mengatakan bahwa laki-laki yang menjadi suaminya kelak harus bisa membawa pengaruh positif. (net/jpnn)

Kipang Dipadu Kopi Luwak

Makanan Khas Mandailing Natal

Dari sekian banyak makanan khas Mandailing Natal, kipang masih menjadi pilihan. Soalnya, makanan ringan yang satu ini, rasanya renyah dan manis. Kipang terbuat dari bahan dasar beras pulut atau berat biasa.
ak hanya itu, cara pembuatannya juga tergolong simpel yakni terlebih dahulu beras pulut atau beras biasa, dimasak. Hanya saja bedanya dengan masak nasi biasa, air untuk memasak beras pulut ini lebih sedikit sehingga begitu dimasak nasinya agak keras.

Nah, setelah itu nasi tersebut dikeringkan untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam adonan gula aren. Setelah semuanya menyatu, barulah kipang tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah disediakan. Kemudian cetakan dipanaskan di atas tungku yang apinya berasal dari kayu bakar. Setelah itu didinginkan  untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik untuk dipasarkan.

“Kipang ini memang makanan khas Mandailing Natal sejak tahun 1930-an. Sekarang pun, jika ada acara-acara di lingkungan pemerintahan, yang namanya kipang tidak pernah dilupakan,” ungkap Ahmad Ansyari Nasution, Kepala Dinas Perindag, Koperasi, UKM dan Pasar kepada wartawan koran ini di stand Pemkab Mandailing Natal Komplek PRSU, kemarin malam (25/3).

Dinas Perindag, Koperasi, UKM dan Pasar merupakan instansi pemerintah yang membina masyarakat yang memproduksi kipang ini. Dari pengalaman Ansyari, kipang bukan hanya disukai masyarakat Mandailing Natal saja, tetapi warga di luar daerah itu, juga suka. Nah, yang paling membanggakan lagi setiap masyarakat perantauan yang pulang ke Mandailing Natal, dan saat pulang ke daerahnya selalu membawa oleh-oleh kipang.
“Kipang ini enak, dan mudah dibawa kemana-mana. Yang paling terkesan lagi adalah rasanya yang manis karena menggunakan gula aren,” ungkapnya.

Selain kipang, ada juga makanan khas lainnya yakni alame. Dalam bahasa keseharian, kata Ansyari alame adalah dodol. Tetapi alame yang satu ini berbeda dengan dodol kebanyakan. Selain menggunakan gula aren, alame yang sudah dimasak langsung dimasukkan dalam sumpit pandan yang sudah dianyam. “Jadi kalau mau memakannya, kita langsung memotong sumpit tersebut. Antara sumpit dan alame tidak akan lengket,” ungkapnya. Alame ini juga sudah menjadi makanan khas masyarakat Mandailing Natal ketika lebaran. “Rasanya kalau lebaran tidak masak alame, maka kesannya kurang lengkap,” ungkap Ansyari. Dia juga menambahkan untuk menambah nikmatnya makanan-makanan tradisonal Mandailing Natal ini biasanya sajiannya dilengkapi dengan kopi luak. Soalnya, selain sentra penghasil padi, Mandailing Natal juga menjadi sentra penghasil kopi. Khasnya lagi, kopi luak yang sudah digiling halus itu lalu dimasukkan ke dalam cangkir yang terbuat dari batok kelapa dan diaduk menggunakan kayu manis.  “Pokoknya nikmat dan enak,” pungkas Ansyari. Lantas dimana mendapatkan makanan khas Mandailing Natal? Ditanya begitu Ansyari menjawab selama pelaksanan PRSU, makanan khas Mandailing Natal ini bisa dicicip dan boleh
juga dibawa pulang.(dra)

Purie Mahadewi Santai Diancam Bom

Purie Mahadewi santai ditanya soal teror bom yang ditujukan ke bosnya, Ahmad Dhani. Menurut Purie, teror bom yang dikirim ke bekas suami Maia Estianty itu tak membuat artis di bawah naungan Republik Cinta Manajemen (RCM) ketakutan apalagi paranoid alias parno.

“Kita percaya tak akan ada bom lagi. Kalau ada bom lagi, kita berdoa saja. Selama ini selalu dilindungi,” kata Purie. Menurut cewek bernama lengkap Purie Andriani ini, modus si peneror hanya mencari popularitas. Dia tak yakin Ahmad Dhani jadi target teroris. “Ini bukan karena (Dhani) target teroris. Ini untuk eksistensi dia aja (si peneror). Ada modus-modus tertentu yang nggak suka sama dia,” ungkap Purie.

Ditanya siapa orang yang membenci pentolan Dewa 19 itu, Purie tertawa. Menurutnya, orang yang membenci Ahmad Dhani banyak sekali.

“Oh… Kalau yang benci mah banyak (tertawa) cuma dia (peneror) memang minta diakuin aja. Kita nggak tahu permasalahannya apa. Ahmad Dhani itu kan media terbaik untuk eksistensi. Selama ini kan Dhani sering diberitakan,” ujarnya.

Soal siapa pelaku teror bom tersebut, cewek berusia 25 tahun itu tak mau berspekulasi. “Paling fans. Fans itu kan ada yang anti, ada yang suka,” katanya. (rm/jpnn)

Kerak Telur, Enak dan Gurih

Masih ingat kerak telur? Makanan khas betawai ini, untuk yang ke-4 kalinya hadir di arena PRSU Jalan Gator Subroto Medan. Rasanya yang renyah menjadi ciri khas makanan yang satu ini.

Mamat, pedagang kerak telur kepada wartawan koran ini menyebutkan kerak  telur ini dari tampilannya kelihatan sepele, tetapi kalau dicoba rasanya luar biasa dan membuat orang ketagihan. Kerak telur ini kata Mamat bahan dasarnya terbuat dari beras yang sudah lama direndam.

Cara pembuatannya juga sederhana. Mamat menjelaskan beras yang sudah direndam itu dimasukkan kedalam loyang tempat masakan. Lalu beras itu dicampur dengan telur, kemudian bumbu sarundeng, dan bumbu udang kering.
Lalu bahan-bahan tersebut diaduk hingga rata dan dibakar di atas arang hingga kering. Mamat bilang cara membakarnya juga memiliki teknik tertentu, ada saat diletakkan di  atas  arang dan ada juga dengan posisi terbalik, yakni kerak telur, pas menyentuh arang. “Intinya, bagaimana kerak telur ini supaya enak masaknya dan rasanya renyah dan gurih,” ungkapnya.

Mamat bilang, yang menjadi ciri rasa khas kerak telur ini terletak pada bumbunya. Soalnya pembuatan bumbu kerak telur ini tidak sembarangan. Salah satu contohnya adalah udang kecil yang ditumbuk sehingga menghasilkan rasa yang enak ini masih didatangkan dari Jakarta. Lantas selain di PRSU dimana bisa didapatkan kerak telur ini?
Ditanya begitu Mamat menjawab, kalau di Jakarta kerak telur tidak asing lagi. Tapi kalau di Medan, Mamat belum tahu tempatnya. “Kalau kami jualan khusus setiap ada pameran saja, semisal di PRSU ini. Nah habis ini kami pindah ke daerah lain,” ungkapnya.

Mamat menambahkan, selain berdagang, pria yang tinggal di daerah Jakarta ini juga ingin mengenalkan makanan khas betawi ini kepada orang lain. Dia juga menambahkan kerak telur harganya masih terjangkau semua lapisan masyarakat yakni Rp10 ribu per porsi.(dra)