31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Manfaat Pendidikan Vokasi, Tingkatkan Kualitas SDM Sesuai Industri

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pendidikan vokasi harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dari segi soft skills dan hard skills, sesuai dengan kebutuhan di industri.

BINCANG: Para mahasiswa saat berbincang di depan gedung Kampus Institut Pertanian Bogor, belum lama ini.

Hal ini disampaikan Wakil Rektor IPB Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Drajat Martianto. Menurutnya, yang paling penting adalah menciptakan SDM unggul.

“SDM yang tahu betul, bukan hanya teori, tapi sejak awal dia sudah dirancang untuk bisa praktik,” ungkap Drajat di Jakarta, Senin (21/6).

Selain persoalan kurikulum yang harus link and match dengan industri, lanjut Drajat, perbaikan sarana dan fasilitas pembelajaran juga dinilai penting. Sarana yang dipelajari di sekolah atau perguruan tinggi, harus yang masih digunakan industri.

“Yang kami lakukan selama ini adalah mencoba mendatangkan industri ke dalam kampus. Dengan membuat teaching factory. Misalnya untuk program studi peternakan, kami bekerja sama dengan perusahaan multinasional. Kami membangun industri peternakan di kampus, dengan adanya closed house,” tuturnya.

Dia juga menjelaskan, industri bisa terlibat untuk melakukan supervisi dan mendidik mahasiswa secara langsung. Mahasiswa juga betul-betul mendapatkan ilmu dari orang-orang industri yang tentunya sudah berpengalaman selama puluhan tahun. Beberapa program studi yang diselenggarakan Sekolah Vokasi IPB, sudah bekerja sama dengan industri, mulai dari penyusunan kurikulum hingga perekrutan mahasiswa, yang 100 persen lulusannya langsung diserap oleh industri yang merekrut. IPB mempunyai 17 program studi vokasi.

“Sekolah Vokasi merupakan satu program pendidikan yang harus dikuatkan ke depannya, untuk mengurangi pengangguran,” harap Drajat.

Drajat mencontohkan kasus di Eropa, yang menerapkan pendidikan vokasi sebagai program utama dalam pendidikannya. Dan itu ternyata menunjukkan tingkat pengangguran rendah. Begitu juga dengan Jerman dan Swiss.

Dia menuturkan pendidikan vokasi juga harus menciptakan lulusan vokasi yang powerfull agile learner. Selain hard skill yang kuat, kebutuhan soft skill mahasiswa juga harus menjadi perhatian perguruan tinggi.

“Kita ingin membangun tandem antara soft skill dan hard skill. IPB sejak awal, ada talent mapping untuk mahasiswa. Selain itu, juga dilakukan pelatihan seven habits. Sehingga dengan begitu, mahasiswa vokasi meskipun condong hard skill, juga diperkuat soft skill agar mereka juga bisa menduduki posisi puncak di industri,” ujar Drajat lagi.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto mengatakan, pendidikan vokasi harus link and match dengan industri.

Menurut dia, ada sedikitnya 5 kriteria, yakni kurikulum harus disusun bersama industri; jumlah guru atau dosen tamu dari industri harus tinggi; sertifikasi kompetensi; magang minimal satu semester, baik dilakukan mahasiswa maupun dosen; serta pembelajaran berbasis proyek.

“Ini untuk semuanya (penyelenggara pendidikan vokasi), untuk SMK, perguruan tinggi vokasi, termasuk lembaga kursus dan pelatihan, juga harus link and match,” pungkasnya. (ant/saz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pendidikan vokasi harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dari segi soft skills dan hard skills, sesuai dengan kebutuhan di industri.

BINCANG: Para mahasiswa saat berbincang di depan gedung Kampus Institut Pertanian Bogor, belum lama ini.

Hal ini disampaikan Wakil Rektor IPB Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Drajat Martianto. Menurutnya, yang paling penting adalah menciptakan SDM unggul.

“SDM yang tahu betul, bukan hanya teori, tapi sejak awal dia sudah dirancang untuk bisa praktik,” ungkap Drajat di Jakarta, Senin (21/6).

Selain persoalan kurikulum yang harus link and match dengan industri, lanjut Drajat, perbaikan sarana dan fasilitas pembelajaran juga dinilai penting. Sarana yang dipelajari di sekolah atau perguruan tinggi, harus yang masih digunakan industri.

“Yang kami lakukan selama ini adalah mencoba mendatangkan industri ke dalam kampus. Dengan membuat teaching factory. Misalnya untuk program studi peternakan, kami bekerja sama dengan perusahaan multinasional. Kami membangun industri peternakan di kampus, dengan adanya closed house,” tuturnya.

Dia juga menjelaskan, industri bisa terlibat untuk melakukan supervisi dan mendidik mahasiswa secara langsung. Mahasiswa juga betul-betul mendapatkan ilmu dari orang-orang industri yang tentunya sudah berpengalaman selama puluhan tahun. Beberapa program studi yang diselenggarakan Sekolah Vokasi IPB, sudah bekerja sama dengan industri, mulai dari penyusunan kurikulum hingga perekrutan mahasiswa, yang 100 persen lulusannya langsung diserap oleh industri yang merekrut. IPB mempunyai 17 program studi vokasi.

“Sekolah Vokasi merupakan satu program pendidikan yang harus dikuatkan ke depannya, untuk mengurangi pengangguran,” harap Drajat.

Drajat mencontohkan kasus di Eropa, yang menerapkan pendidikan vokasi sebagai program utama dalam pendidikannya. Dan itu ternyata menunjukkan tingkat pengangguran rendah. Begitu juga dengan Jerman dan Swiss.

Dia menuturkan pendidikan vokasi juga harus menciptakan lulusan vokasi yang powerfull agile learner. Selain hard skill yang kuat, kebutuhan soft skill mahasiswa juga harus menjadi perhatian perguruan tinggi.

“Kita ingin membangun tandem antara soft skill dan hard skill. IPB sejak awal, ada talent mapping untuk mahasiswa. Selain itu, juga dilakukan pelatihan seven habits. Sehingga dengan begitu, mahasiswa vokasi meskipun condong hard skill, juga diperkuat soft skill agar mereka juga bisa menduduki posisi puncak di industri,” ujar Drajat lagi.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto mengatakan, pendidikan vokasi harus link and match dengan industri.

Menurut dia, ada sedikitnya 5 kriteria, yakni kurikulum harus disusun bersama industri; jumlah guru atau dosen tamu dari industri harus tinggi; sertifikasi kompetensi; magang minimal satu semester, baik dilakukan mahasiswa maupun dosen; serta pembelajaran berbasis proyek.

“Ini untuk semuanya (penyelenggara pendidikan vokasi), untuk SMK, perguruan tinggi vokasi, termasuk lembaga kursus dan pelatihan, juga harus link and match,” pungkasnya. (ant/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/