32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Disesuaikan Permintaan Maskapai

Bergabung dengan Sekolah Penerbangan Aerospace Building ternyata tidak gampang. Pasalnya, sekolah ini mewajibkan calon peserta didik melewati seleksi.

Selain harus mengikuti seleksi kemampuan sesuai bakat yang dimiliki, calon peserta didik juga harus memenuhi sejumlah kriteria yang dituntut oleh sebuah perusahaan maskapai penerbangan. Seperti halnya, untuk program pramugari dan pramugara, calon peserta didik diharuskan memenuhi beberapa kriteria seperti tinggi dan berat badan proporsional yakni 165 cm bagi pria dan 160 cm bagi wanita, serta memiliki tingkat pengetahauan yang cukup luas terutama dalam penguasaan bahasa Inggris. Ini bertujuan untuk memudahkan para peserta didik dalam mencapai tujuan sebagai seorang pramugari dan pramugara yang andal dan siap pakai.

Hal ini diutarakan Setiawaty Sukmawijaya Tambunan, selaku Direktur Aerospace Building, saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Setiawaty juga mengaku, selama dua tahun berdirinya sekolah Aerospace, program pendidikan pramugari dan pramugari adalah program yang sangat diminati para peserta didik, mengingat tingginya kebutuhan perusahan penerbangan terhadap bidang program tersebut. Dan, ini pastinya menuntut para pengelola sekolah Aerospace untuk menjadikan anak didiknya menjadi seorang SDM andal dan siap pakai di perusahaan penerbangan.

“Setiap calon peserta didik yang akan mengikuti pendidikan di Aerospace berhak memilih program yang diminatinya. Hanya saja nantinya Aerospace yang akan menentukan program pendidikan yang akan dijalani peserta didik sesuai kebutuhan maskapai penerbangan,” ungkap Setiawaty.

Selain program pramugari dan pramugara, lanjut Setiawaty ada beberapa program yang ditawarkan oleh Aerospace diantaranya adalah Pilot School, Airlines Staff, Travel Agent Staff, Flight Operation Officer, Dangerous Good Course serta beberapa program lainnya.

Namun, untuk jenis program Pilot School ada sistem penerapan berbeda dalam proses pelatihan yang dilalui para peserta didik. Selain harus memakan waktu berkisar 15 bulan untuk teorinya, peserta didik program Pilot School juga akan menjalani pelatihan pilot di Kota Surabaya. “Ya, mengingat hingga saat ini di Kota Medan belum tersedia pesawat latih,” ujar Setiawaty.

Untuk program Pilot School sendiri, hingga saat ini Setiawaty mengaku jika Aerospace belum memiliki siswa yang mengikuti program tersebut. Pasalnya selain membutuhkan dana pelatihan yang mencapai kisaran 520 juta, belum tersedianya SDM yang memiliki kemampuan agar bisa mengikuti program tersebut menjadi kendala yang dihadapi.
“Saat ini sedikitnya 1500 pilot dibutuhkan maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Namun, tidak adanya SDM serta tingginya biaya menjadi kendala” ungkapnya.

Untuk pemenuhan tersebut, lanjut Setiawaty, Aerospace telah berupaya melakukan pendekatan ke berbagai pihak seperi pemerintah daerah dan perusahaan perbankan agar mau memberikan beasiswa terhadap peserta didik. (uma)

Bergabung dengan Sekolah Penerbangan Aerospace Building ternyata tidak gampang. Pasalnya, sekolah ini mewajibkan calon peserta didik melewati seleksi.

Selain harus mengikuti seleksi kemampuan sesuai bakat yang dimiliki, calon peserta didik juga harus memenuhi sejumlah kriteria yang dituntut oleh sebuah perusahaan maskapai penerbangan. Seperti halnya, untuk program pramugari dan pramugara, calon peserta didik diharuskan memenuhi beberapa kriteria seperti tinggi dan berat badan proporsional yakni 165 cm bagi pria dan 160 cm bagi wanita, serta memiliki tingkat pengetahauan yang cukup luas terutama dalam penguasaan bahasa Inggris. Ini bertujuan untuk memudahkan para peserta didik dalam mencapai tujuan sebagai seorang pramugari dan pramugara yang andal dan siap pakai.

Hal ini diutarakan Setiawaty Sukmawijaya Tambunan, selaku Direktur Aerospace Building, saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Setiawaty juga mengaku, selama dua tahun berdirinya sekolah Aerospace, program pendidikan pramugari dan pramugari adalah program yang sangat diminati para peserta didik, mengingat tingginya kebutuhan perusahan penerbangan terhadap bidang program tersebut. Dan, ini pastinya menuntut para pengelola sekolah Aerospace untuk menjadikan anak didiknya menjadi seorang SDM andal dan siap pakai di perusahaan penerbangan.

“Setiap calon peserta didik yang akan mengikuti pendidikan di Aerospace berhak memilih program yang diminatinya. Hanya saja nantinya Aerospace yang akan menentukan program pendidikan yang akan dijalani peserta didik sesuai kebutuhan maskapai penerbangan,” ungkap Setiawaty.

Selain program pramugari dan pramugara, lanjut Setiawaty ada beberapa program yang ditawarkan oleh Aerospace diantaranya adalah Pilot School, Airlines Staff, Travel Agent Staff, Flight Operation Officer, Dangerous Good Course serta beberapa program lainnya.

Namun, untuk jenis program Pilot School ada sistem penerapan berbeda dalam proses pelatihan yang dilalui para peserta didik. Selain harus memakan waktu berkisar 15 bulan untuk teorinya, peserta didik program Pilot School juga akan menjalani pelatihan pilot di Kota Surabaya. “Ya, mengingat hingga saat ini di Kota Medan belum tersedia pesawat latih,” ujar Setiawaty.

Untuk program Pilot School sendiri, hingga saat ini Setiawaty mengaku jika Aerospace belum memiliki siswa yang mengikuti program tersebut. Pasalnya selain membutuhkan dana pelatihan yang mencapai kisaran 520 juta, belum tersedianya SDM yang memiliki kemampuan agar bisa mengikuti program tersebut menjadi kendala yang dihadapi.
“Saat ini sedikitnya 1500 pilot dibutuhkan maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Namun, tidak adanya SDM serta tingginya biaya menjadi kendala” ungkapnya.

Untuk pemenuhan tersebut, lanjut Setiawaty, Aerospace telah berupaya melakukan pendekatan ke berbagai pihak seperi pemerintah daerah dan perusahaan perbankan agar mau memberikan beasiswa terhadap peserta didik. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/