25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Kurikulum Merdeka Guru sebagai Fasilitator Peserta Didik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah yang diluncurkan pada 2022 ini, tak lepas dari berbagai tantangan. Satu di antaranya adalah peningkatan sumber daya guru, kepala sekolah, tenaga pendidik lainnya, serta kesiapan mindset untuk berubah.

Tantangan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Dirjen Vokasi Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto pada Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV 2022 secara daring, yang diselenggarakan Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan, berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Senin (28/3).

“Kurikulum yang diterapkan Indonesia di era 1970-an hingga kini mengadopsi sistem Jerman. Sementara, negara tersebut sudah berubah pesat dan Indonesia masih menggunakan pola yang lama. Inilah yang kemudian menjadi tantangan para pendidik,” ungkap Wikan.
Pada topik yang membahas kebijakan dan strategi penyelenggara pendidikan vokasi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, termasuk pada upaya yang dilakukan Kemendikbudristek melalui pelatihan guru-guru. Bahkan upaya mengubah mindset lama ini, sudah memakan anggaran hingga ratusan miliar rupiah.

“Kami sudah menganggarkan ratusan miliar untuk training guru dan dosen. Terutama training mindset. Link and match. Tak sekadar teori, tapi juga lebih pada practical based, pada project based learning,” jelas Wikan lagi.

Menurut Wikan, fungsi guru saat ini, sudah harus berubah. Dari tadinya guru merupakan sosok yang ditakuti dan dihormati, kini sudah harus mengubah fungsinya menjadi seorang fasilitator atau coach. Sekat-sekat dalam dunia pendidikan sudah harus dijebol.

“Sosok guru sebagai fasilitator ini nanti akan selaras dalam penerapan kegiatan belajar sesuai kurikulum baru (Kurikulum Merdeka) yang berbasis pada project based learning atau Teaching Factory (TeFa). Penerapan TeFa di SMK ini, nantinya akan berfokus pada pembelajaran terhadap peserta didik untuk menciptakan produk atau jasa sesuai minat dan bakatnya masing-masing,” pungkas Wikan. (dat/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah yang diluncurkan pada 2022 ini, tak lepas dari berbagai tantangan. Satu di antaranya adalah peningkatan sumber daya guru, kepala sekolah, tenaga pendidik lainnya, serta kesiapan mindset untuk berubah.

Tantangan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Dirjen Vokasi Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto pada Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV 2022 secara daring, yang diselenggarakan Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan, berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Senin (28/3).

“Kurikulum yang diterapkan Indonesia di era 1970-an hingga kini mengadopsi sistem Jerman. Sementara, negara tersebut sudah berubah pesat dan Indonesia masih menggunakan pola yang lama. Inilah yang kemudian menjadi tantangan para pendidik,” ungkap Wikan.
Pada topik yang membahas kebijakan dan strategi penyelenggara pendidikan vokasi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, termasuk pada upaya yang dilakukan Kemendikbudristek melalui pelatihan guru-guru. Bahkan upaya mengubah mindset lama ini, sudah memakan anggaran hingga ratusan miliar rupiah.

“Kami sudah menganggarkan ratusan miliar untuk training guru dan dosen. Terutama training mindset. Link and match. Tak sekadar teori, tapi juga lebih pada practical based, pada project based learning,” jelas Wikan lagi.

Menurut Wikan, fungsi guru saat ini, sudah harus berubah. Dari tadinya guru merupakan sosok yang ditakuti dan dihormati, kini sudah harus mengubah fungsinya menjadi seorang fasilitator atau coach. Sekat-sekat dalam dunia pendidikan sudah harus dijebol.

“Sosok guru sebagai fasilitator ini nanti akan selaras dalam penerapan kegiatan belajar sesuai kurikulum baru (Kurikulum Merdeka) yang berbasis pada project based learning atau Teaching Factory (TeFa). Penerapan TeFa di SMK ini, nantinya akan berfokus pada pembelajaran terhadap peserta didik untuk menciptakan produk atau jasa sesuai minat dan bakatnya masing-masing,” pungkas Wikan. (dat/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/