JAKARTA-Pengembang properti mengusulkan kepada Bank Indonesia (BI) agar ketentuan uang muka (DP) minimal 30 persen terhadap rumah di atas 70 meter persegi direvisi. Sebaiknya ketentuan itu hanya berlaku untuk pembelian rumah kedua saja.
Menurut Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI), Handaka Santosa, peningkatan DP akan memberatkan konsumen, apalagi mereka yang membeli rumah pertama.
“Loan to Value ini, dari awal saya sudah sampaikan memberatkan. Dari 20 Persen menjadi 30 persen memang naik 10 persen, tapi kalau dilihat lebih jauh itu berarti konsumen yang tadinya siap membeli rumah dengan KPR, harus menyediakan dana 50 persen lebih banyak dari yang ada,” ungkap Handaka di kantor DPP REI, Jalan Teuku Nyak Arief, Kebayoran Lama, Senin (3/12).
Menurut Handaka, pelaku industri properti tidak dilibatkan secara utuh sebelum BI mengeluarkan kebijakan kenaikan uang muka KPR ini. Dampaknya paling terasa bagi pasangan muda yang belum memiliki rumah.
“Harusnya untuk rumah pertama didukung. BI harusnya lebih manusiawi. Gaji mereka (konsumen rumah, red) tidak semunya seperti mereka,” tegasnya.
Dia menuturkan, sejatinya aturan ini bisa direvisi supaya mendukung pertumbuhan industri, seraya menekan angka backlog perumahan yang hingga kini mencapai 13,6 juta unit.
Handaka mengusulkan, aturan DP 30 persen idealnya untuk konsumen yang ingin membeli rumah kedua. Hal serupa disampaikan Ketua DPP REI, Setyo Maharso yang menilai kebijakan BI ini tidak adil.
Menurut Setyo, akan lebih adil aturan kenaikan batas minimal uang muka KPR berdasarkan harga, bukan luas bangunan.
“Rumah, pada tiap-tiap wilayah harganya beda. Kalau di Jakarta tipe 45, tapi harga yang sama dapat rumah yang lebih luas,” jelasnya.
“Loan to Value berdasarkan luasan, tidak adil. Pakai harga saja, misalkan Rp1 miliar. Atau rumah kedua, itu baru fair. Kan kelas menengah juga terus tumbuh?” tandasnya. (jpnn/bbs)