MEDAN- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan kebebasan bagi pengembang untuk melakukan pembangunan rumah dibawah tipe 36 membuat pengembang bergairah. Apalagi, saat ini permintaan akan tumah tipe 21 masih diminati oleh masyarakat, sehingga dipastikan dapat mengurangi deadlock rumah.
Menurut Sekretaris Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sumut Irwan Ray, pada tahun 2014 mendatang, secara nasional kebutuhan rumah untuk meningkat sekitar 140 ribu rumah. Dimana sekitar 40 persen dari permintaan rumah tersebut untuk rumah di bawah tipe 36, seperti tipe 21 misalnya.
“Secara terus menerus atau setiap tahunnya permintaan rumah akan meningkat. Apalagi, pada tahun 2012 penyaluran sangat minim karena silih bergantinya peraturan sehingga mempersulit pengembang untuk menjual rumah,” ungkapnya.
Dengan keputusan MK tersebut Irwan memprediksi, akan membuat semangat pengembang untuk membangun rumah tipe 21, karena harganya lebih murah dibandingkan dengan rumah tipe 36.
“Dengan harga di bawah Rp88 juta, maka semakin banyak orang yang bisa membeli. Jadi, semkin banyak orang yang dapt memiliki rumah,” lanjutnya.
Irwan juga mengatakan prospek pembangunan perumahan ini sangat cerah, mengingat banyaknya pemintaan rumuh tipe ini. Dan nantinya akan terlihat peningkatan penjualanan ini pada Semester II 2013 mendatang. “Karena untuk membangun rumah kan dibutuhkan waktu sekitar 5 hingga 6 bulan. Jadi, penjualanan akan terlihat meningkat pada masa tahun 2013 mendatang ya,” ungkapnya.
Sedangkan untuk daerah pembangunan rumah tipe 21 ini, Irwan menyatakan akan lebih cocok bila dibangun untuk daerah perkotaan, misalnya di Medan. Mengingat, para pembeli rumah tipe ini adalah pekerja di perkotaan. “Kalau seandainya belinya pembangunanya di luar Medan sama saja, karena mereka harus mengeluarkan ongkos utuk transportasi ke Medan, seperti di Jakarta dan Jawa Barat, rumah tipe ini bertumbuh di daerah perkotaan. Jadi mereka benar-benar ekonomis,” tambahnya.
Dosen Ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan keputusan yang dikeluarkan MK ini sangat baik. Mengingat akan mengurangi konsumsi masyarakat dalam bidang property. Walaupun diakuinya, kebijakan ini lebih cocok bila diterapkan untuk daerah Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian besar kota di Jawa. Hal ini dikarenakan konsep rumah dikalangan masyarakat ini berbeda.
“Kalau di Jakarta dan Jabar, rumah bagi mereka adalah untuk tidur. Sedangkan untuk masyarakat di Sumut, rumah untuk kenyamanan, menghindari dari bencana dan lainnya,” lanjutnya.
Walaupun Ishak mengakui, perekonomian masyarakat Sumut belum cocok untuk memiliki rumah tipe 36 ke atas atau kelas menengah keatas. “Ekonomi masyarakat di Sumut masih kelas menengah ke bawah. Akhirnya, pilihan masyarakat akan lebih menyukai menyewa bila dibandingkan membeli rumah, bila hanya tersedia tipe 36 ke atas. Ini sama saja menambah konsumsi,” ungkapnya. (ram)