25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Bank Indonesia Perketat KPR

Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan pengetatan rasio pinjaman terhadap aset atau Loan to Value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR), akan diberlakukan 1 September 2013. BI menetapkan aturan tersebut untuk KPR rumah kedua dan ketiga.

Dalam aturan tersebut, BI berencana mengatur besaran uang muka KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk hunian tipe di atas 70 meter persegi. BI mengenakan uang muka LTV untuk rumah pertama sebesar 30 persen, dan uang muka minimal 40 persen untuk KPR kedua. Sementara itu, uang muka minimal 50 persen untuk kredit pemilikan rumah ketiga, dan seterusnya.

Direktur Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah, mengatakan ada 3 alasan utama BI perlu mengatur LTV pada pembelian rumah kedua dan ketiga. Pertama, BI berkonsentrasi pada harga-harga properti, khususnya properti yang dijadikan agunan kredit ke bank. BI mengkhawatirkan, kalau nilainya turun bank yang akan terkena imbasnya.

Kedua, permasalahan disparitas semakin kuat. Permintaan kredit untuk rumah atau apartemen mewah makin tinggi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan KPA mencapai 111 persen per tahun.

“Kecenderungan naiknya perkembangan harga menyebabkan harga tanah semakin mahal, dan harga rumah rakyat semakin tidak terjangkau,” ujar Difi.
Faktor ketiga, lanjut dia, berdasarkan survei BI pada konsumen, pilihan konsumen dalam berinvestasi saat ini lebih banyak di sektor properti dibandingkan sektor lain. Tak heran, ujar Difi, kecenderungan membeli properti saat ini didominasi untuk investasi.

“Secara konsisten, properti sudah menjadi lahan investasi dan bukan lagi kebutuhan primer. Kecenderungan konsumen membeli itu lebih dari dua KPR, bahkan sampai sembilan. Ketiga hal itulah yang kami tekankan sebagai alasan kuat untuk menerapkan LTV pada pembelian rumah kedua dan ketiga,” kata Difi.

Pada akhirnya, kata Difi, pemberlakuan aturan LTV KPR ini untuk menghindari terjadinya gelembung (bubble) di sektor properti. Bahkan sebetulnya, Indonesia tergolong lambat menerapkan aturan ini dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia.
“China juga saat ini menjadi negara yang paling aktif mengatur soal ini,” kata Difi.

Menanggapi hal itu, Direktur BTN, Mansyur S Nasution, mengatakan pihaknya sebagai bank pembiayaan KPR mendukung aturan LTV tersebut. BTN menyambut positif, bahwa penerapan kebijakan ini bisa untuk mengimbangi laju pertumbuhan properti tetap sehat.
“Debitur kami 99,5 persen adalah KPR untuk rumah pertama. Hanya 0,5 persen saja untuk KPR rumah kedua,” ujar Mansyur. (net)

Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan pengetatan rasio pinjaman terhadap aset atau Loan to Value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR), akan diberlakukan 1 September 2013. BI menetapkan aturan tersebut untuk KPR rumah kedua dan ketiga.

Dalam aturan tersebut, BI berencana mengatur besaran uang muka KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk hunian tipe di atas 70 meter persegi. BI mengenakan uang muka LTV untuk rumah pertama sebesar 30 persen, dan uang muka minimal 40 persen untuk KPR kedua. Sementara itu, uang muka minimal 50 persen untuk kredit pemilikan rumah ketiga, dan seterusnya.

Direktur Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah, mengatakan ada 3 alasan utama BI perlu mengatur LTV pada pembelian rumah kedua dan ketiga. Pertama, BI berkonsentrasi pada harga-harga properti, khususnya properti yang dijadikan agunan kredit ke bank. BI mengkhawatirkan, kalau nilainya turun bank yang akan terkena imbasnya.

Kedua, permasalahan disparitas semakin kuat. Permintaan kredit untuk rumah atau apartemen mewah makin tinggi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan KPA mencapai 111 persen per tahun.

“Kecenderungan naiknya perkembangan harga menyebabkan harga tanah semakin mahal, dan harga rumah rakyat semakin tidak terjangkau,” ujar Difi.
Faktor ketiga, lanjut dia, berdasarkan survei BI pada konsumen, pilihan konsumen dalam berinvestasi saat ini lebih banyak di sektor properti dibandingkan sektor lain. Tak heran, ujar Difi, kecenderungan membeli properti saat ini didominasi untuk investasi.

“Secara konsisten, properti sudah menjadi lahan investasi dan bukan lagi kebutuhan primer. Kecenderungan konsumen membeli itu lebih dari dua KPR, bahkan sampai sembilan. Ketiga hal itulah yang kami tekankan sebagai alasan kuat untuk menerapkan LTV pada pembelian rumah kedua dan ketiga,” kata Difi.

Pada akhirnya, kata Difi, pemberlakuan aturan LTV KPR ini untuk menghindari terjadinya gelembung (bubble) di sektor properti. Bahkan sebetulnya, Indonesia tergolong lambat menerapkan aturan ini dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia.
“China juga saat ini menjadi negara yang paling aktif mengatur soal ini,” kata Difi.

Menanggapi hal itu, Direktur BTN, Mansyur S Nasution, mengatakan pihaknya sebagai bank pembiayaan KPR mendukung aturan LTV tersebut. BTN menyambut positif, bahwa penerapan kebijakan ini bisa untuk mengimbangi laju pertumbuhan properti tetap sehat.
“Debitur kami 99,5 persen adalah KPR untuk rumah pertama. Hanya 0,5 persen saja untuk KPR rumah kedua,” ujar Mansyur. (net)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/