25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Indonesia Butuh 1,4 Juta Hunian Baru per Tahun

Real Estate Indonesia (RE) mencatat saat ini kurang lebih ada 45 juta rumah berdiri di Indonesia dari 240 jutaan penduduk. Dengan jumlah penduduk terus bertambah, maka seharusnya ada tambahan 1,4 juta unit rumah baru per tahun.

Ketua umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menyatakan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, terdapat pertumbuhan penduduk sebesar 1,3 persen per tahun.

Hal ini meningkatkan kebutuhan terhadap rumah. “Jadi akibat pertumbuhan penduduk diperkirakan butuh sekitar 720 rumah baru ditambah dengan backlog 680 ribu unit, jadi 1,4 juta unit per tahun,” ujarnya di Jakarta.

Setyo menambahkan kebutuhan rumah baru ini juga harus ditambah dengan kebutuhan rumah yang direhabilitasi, sekitar 1,35 juta unit per tahun. Jumlah ini dari asumsi rumah yang rusak per tahunnya sekitar 3 persen dari rumah yang ada di Indonesia sekitar 45 juta unit. “Jumlah total kebutuhan rumah itu 2,75 juta unit per tahun,” tambahnya.

Melihat besarnya kebutuhan ini, Setyo menyatakan masih besar potensi di sektor properti ini. Apalagi dengan tingginya konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini memang terutama didorong oleh konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat kelas menengah terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi. Investasi juga bertumbuh dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Setyo menilai pertumbuhan kredit properti pun masih dalam batas aman. Buktinya, NPL properti belum menjadi sorotan perbankan. “Kebutuhan masyarakat akan perumahan masih besar. Permintaan akan gedung perkantoran dan mal pun masih besar seiring dengan meningkatnya investasi,” ujarnya.
Secara keseluruhan, lanjut Setyo, pertumbuhan KPR maupun KPA sebesar 42,12 persen, menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi secara makro, mengingat industri yang ikut dalam kegiatan real estate sekitar 175 industri sehingga kegiatan real estate bisa dikatakan menjadi roda penggerak ekonomi Indonesia. Melalui Kegiatan real estate, bukan hanya kredit produktif saja yang tersalurkan, tapi juga kredit konsumtif (end user).

Setyo juga menegasakan harga jual produk real estate merupakan harga riil, bukan bubble, karena harga tersebut sangat tergantung dari harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), biaya produksi industri bahan bangunan, biaya upah baik kegiatan konstruksi maupun upah industri, dan biaya tinggi seperti legalitas dan perizinan. (net/jpnn)

Real Estate Indonesia (RE) mencatat saat ini kurang lebih ada 45 juta rumah berdiri di Indonesia dari 240 jutaan penduduk. Dengan jumlah penduduk terus bertambah, maka seharusnya ada tambahan 1,4 juta unit rumah baru per tahun.

Ketua umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menyatakan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, terdapat pertumbuhan penduduk sebesar 1,3 persen per tahun.

Hal ini meningkatkan kebutuhan terhadap rumah. “Jadi akibat pertumbuhan penduduk diperkirakan butuh sekitar 720 rumah baru ditambah dengan backlog 680 ribu unit, jadi 1,4 juta unit per tahun,” ujarnya di Jakarta.

Setyo menambahkan kebutuhan rumah baru ini juga harus ditambah dengan kebutuhan rumah yang direhabilitasi, sekitar 1,35 juta unit per tahun. Jumlah ini dari asumsi rumah yang rusak per tahunnya sekitar 3 persen dari rumah yang ada di Indonesia sekitar 45 juta unit. “Jumlah total kebutuhan rumah itu 2,75 juta unit per tahun,” tambahnya.

Melihat besarnya kebutuhan ini, Setyo menyatakan masih besar potensi di sektor properti ini. Apalagi dengan tingginya konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini memang terutama didorong oleh konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat kelas menengah terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi. Investasi juga bertumbuh dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Setyo menilai pertumbuhan kredit properti pun masih dalam batas aman. Buktinya, NPL properti belum menjadi sorotan perbankan. “Kebutuhan masyarakat akan perumahan masih besar. Permintaan akan gedung perkantoran dan mal pun masih besar seiring dengan meningkatnya investasi,” ujarnya.
Secara keseluruhan, lanjut Setyo, pertumbuhan KPR maupun KPA sebesar 42,12 persen, menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi secara makro, mengingat industri yang ikut dalam kegiatan real estate sekitar 175 industri sehingga kegiatan real estate bisa dikatakan menjadi roda penggerak ekonomi Indonesia. Melalui Kegiatan real estate, bukan hanya kredit produktif saja yang tersalurkan, tapi juga kredit konsumtif (end user).

Setyo juga menegasakan harga jual produk real estate merupakan harga riil, bukan bubble, karena harga tersebut sangat tergantung dari harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), biaya produksi industri bahan bangunan, biaya upah baik kegiatan konstruksi maupun upah industri, dan biaya tinggi seperti legalitas dan perizinan. (net/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/