MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan mulai mempersiapkan pembentukan Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) untuk Pilkada Kota Medan, 9 Desember 2020. Ada beberapa perubahan persyaratan yang dilakukan KPU, diantaranya syarat usia minimal dan maksimal petugas KPPS. Selain itu, seluruh calon anggota KPPS wajib menjalani rapid test Covid-19.
“Kalau dulu minimal 17 tahun, sekarang 20 tahun. Kalau usia maksimal itu 50 tahun, serta tidak memiliki penyakit bawaan Ini dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19,” kata Anggota KPU Medan Edy Suhartono dalam bimbingan teknis persiapan pembentukan KPPS kepada PPK dan PPS, di Hotel Santika Dyandra Medan, Selasa (30/9).
Selain mengatur usia minimal dan maksimal, perubahan lainnya adalah persyaratan pendidikan. Anggota KPPS di Pilkada ini, diwajibkan memiliki minimal berpendidikan SMA atau sederajat. Selebihnya, persyaratannya masih sama, yakni setia kepada Pancasila, tidak menjadi anggota parpol sedikitnya 5 tahun, tidak mempunyai hubungan perkawinan dengan penyelenggara pemilu, berdomisili di wilayah kerja KPPS, dan mampu secara jasmani dan rohani serta bebas penyalahgunaan narkoba.
Ketua KPU Medan, Agussyah Damanik menambahkan, perbedaan penyelenggaraan kali ini adalah penerapan protokol kesehatan. Setiap calon anggota KPPS wajib menjalani rapid test Covid-19 sebelum ditetapkan menjadi anggota KPPS.
Ketentuan ini diakuinya akan menyita waktu. Sebab, KPPS beranggotakan 7 orang ditambah dua orang petugas ketertiban (Linmas) yang bertugas di TPS. Ada 4.299 TPS di Kota Medan dalam Pilkada ini, dan dalam pelaksanaan rapid test pada petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) sejumlah TPS akan menghabiskan waktu sepekan. “Nanti diupayakan rapid testnya dilakukan di kecamatan masing-masing dengan bekerjasama bersama Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit,” kata Agus.
Potensi persoalan lain adalah kemungkinan kekurangan calon pelamar KPPS. Di banyak kecamatan, rekrutmen penyelenggara diakui masih sepi peminat. “Antisipasi kekurangan, kemudian bagaimana seleksinya. Saya minta soliditas PPK dan PPS untuk fokus mensukseskan tahapan Pilkada ini,” tandasnya.
Tunggu PKPU dan Juknis KSK
Terkait rencana penerapan kotak suara keliling (KSK) di Pilkada serentak 2020, KPU Medan mengaku belum mendapatkan informasi lanjutan. Sampai saat ini, rencana itu masih dibahas di tingkat pusat. Namun begitu, bila akhirnya harus diberlakukan karena dibuat PKPU pendukungnya, KPU Medan siap menjalankan KSK sebagai solusi yang dinilai tepat dalam menekan angka penyebaran Covid-19 di Kota Medan.
“Belum ada informasi ke KPU kabupaten/kota. Jika sudah keluar PKPU dan juknis (petunjuk teknis) bahwa penerapan KSK itu akan diberlakukan, tentu kami akan ikuti,” ucap anggota KPU Kota Medan, Rinaldy Khair kepada Sumut Pos, Rabu (30/9).
Disebutkan Rinaldy, tidak ada masalah dalam menerapkan KSK pada Pilkada Kota Medan tahun ini. Sebab, hal itu tidak akan menambah fasilitas dan tenaga petugas yang ada. “Fasilitas dan tenaga petugasnya tak akan ngaruh, tetap pakai kotak dan bilik yang ada di TPS dan petugasnya tetap yang 7 orang KPPS dan 2 orang Linmas. Selain itu, kotak suara keliling itu bukan hal baru. Setiap Pilkada dan Pemilu tetap ada khusus, misalnya untuk pemilih yang sakit di rumah sakit dan warga yang sakit di rumah dan tidak bisa ke TPS dengan pihak keluarga sudah memberitahu kepada petugas KPPS,” bebernya.
Rentan Kecurangan
Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani SH menyebutkan, KSK dalam Pilkada serentak 2020 sudah tidak realistis lagi untuk dilakukan. Selain waktunya yang sudah mendekati waktu pencoblosan, faktor kerahasiaan juga menjadi hal utama yang paling diragukan.
“KSK inikan rentan dengan kecurangan. Bukan kita tidak percaya penyelenggara pemilu, tapi kotak suara yang berpindah-pindah itu adalah hal yang berisiko. Siapa yang bisa menjamin bahwa selama kotak suara itu berpindah-pindah, kotak suara itu tidak akan dicurangi,” ujar Rani kepada Sumut Pos, Rabu (30/9).
Ditegaskan Rani, adanya petugas pengawas dalam hal itu tetap tidak akan dapat berjalan maksimal dalam melakukan pengawasannya, berbeda misalnya bila kotak suara tetap berada di satu tempat, yakni pada TPS yang sudah disediakan.
“Belum lagi soal anggaran, waktu pembuatan PKPU dan Juknisnya, dan teknis-teknis lainnya. Itu tidak bisa buru-buru, harus sistematis dan akurat. Belum lagi bicara anggaran, itu rumit. Bila alasannya karena ingin mencegah Covid saat pemungutan suara berlangsung, kenapa baru sekarang diusulkan hal ini? Kenapa tidak dari pemerintah memutuskan untuk melanjutkan tahapan Pilkada,” tegasnya.
Disebutkan politisi PPP itu, pencegahan penyebaran Covid-19 saat Pilkada berlangsung tentu sangat penting, tetapi ada banyak cara yang lebih efektif dan realistis untuk dilakukan saat Pilkada digelar ditengah pandemi Covid-19 ini. Bila takut masyarakat berkumpul di TPS dan menyebabkan kerumunan, maka seharusnya KPU dapat mengatur teknisnya.
“Kalau misalnya selama ini TPS dibuka pukul 07.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB dan masyarakat bebas memilih datang jam berapa saja, untuk kali inikan bisa diatur, dalam formulir C6 bisa dijadwalkan jam untuk pemilih. Misalnya keluarga A jam 08.00-09.00 WIB, sedangkan keluarga B pukul 09.00-10.00 WIB, dan seterusnya, jadi tidak terjadi penumpukan di TPS,” sebutnya.
Intinya, sambung Rani, ada banyak cara yang dapat dilakukan KPU dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 selain menerapkan sistem KSK. “Sebab inti dari Pemilu atau Pilkada itu adalah memilih secara langsung dan rahasia. Bila kerahasian itu sendiri sudah rentan terjadi kecurangan, maka untuk apa tetap dilakukan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, KPU RI mengusulkan metode pemungutan suara tambahan di Pilkada 2020 berupa kotak suara keliling (KSK). Melalui metode ini, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya untuk memfasilitasi pemilih menggunakan hak suara mereka.
Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubadi Tanthowi memastikan, prinsip kerahasiaan tetap terjaga melalui metode pemungutan suara ini, lantaran petugas yang berkeliling akan didampingi oleh pengawas dan saksi peserta Pilkada.
Pramono menyebut, metode pemungutan suara ini tak akan menularkan virus corona. Sebab, seluruh pihak yang terlibat dalam pemungutan suara wajib mengenakan alat pelindung diri sekurang-kurangnya masker, sarung tangan, face shiled dan hand sanitizer.
Menurut Pramono, melalui metode tersebut kontak antara satu orang dengan lainnya justru dapat diminimalisasi. Namun demikian, lanjut Pramono, metode ini hanya dapat digunakan jika ke depan diatur melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Sementara, penerbitan Perppu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah, bukan KPU. (map)