JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Publikasi hasil hitung cepat atau quick count lembaga survei tidak lagi menunggu jeda dua jam di wilayah barat Indonesia. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal terkait di Undang Undang Pemilu nomor 8 tahun 2012. Meski begitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) ragu jika hasil lembaga survei itu bisa mendekati hasil riil penghitungan suara secara manual yang dipublikasikan maksimal satu bulan paska pencoblosan.
“Saya tidak yakin dalam waktu dua jam dia dapat yang bagus,” ujar Hadar Navis Gumay, komisioner KPU, di Jakarta, kemarin. Menurut Hadar, menghitung suara di tempat pemungutan suara (TPS) membutuhkan waktu dan rumit. Kecil kemungkinan bagi surveyor untuk bisa mendapatkan data valid yang merangkum hasil suara secara nasional. “Terlalu ramai untuk melakukan penghitungan suara,” ujar Hadar.
Hitung cepat harus dibedakan dengan exit poll atau polling yang dilakukan surveyor kepada pemilih saat keluar dari TPS. Lembaga survei tidak bisa mengklaim melakukan hitung cepat jika metode yang dilakukan adalah exit poll. “Kalau dia (pemilih) bohong, ngatur sampelnya bagaimana? Aneh kalau ada lembaga bilang quick count berdasarkan exit poll,” ujar Hadar.
Terkait masa tenang, Hadar mengaku KPU tidak bisa berbuat banyak. KPU menyerahkan sepenuhnya kepada perilaku pemilih untuk menentukan sikap jika ada publikasi survei di masa tenang. “Bisa jadi arena kampanye (melalui survei). Padahal minggu tenang itu minggu yang tidak boleh ada kampanye,” ujarnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menilai, hitung cepat bisa berdampak negatif ke sikap pemilih. Muhammad khawatir hasil hitung cepat di wilayah Indonesia Timur yang dipublikasikan lebih cepat bakal membuat orang malas ke TPS. “Padahal, pemungutan suara belum selesai. Apalagi terhadap orang yang tidak terlalu mengikuti pemilu, ketika lihat di TV partai A menang, dia akan terpengaruh untuk tidak ke TPS,” katannya.
Tidak cukup di situ, bisa saja persepsi pemilih terbawa oleh hasil hitung cepat. Pemilih yang melihat di tayangan tv bahwa partai tertentu menang, bisa merubah persepsinya untuk mencoblos partai yang untuk sementara menang itu. “Karena itulah, walau MK memutuskan anytime boleh menyiarkan, maka kita berharap lembaga penyiaran bisa menjaga,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Idy Muzayyad menyatakan, pihaknya ingin menangkap spirit positif dari MK. Dalam hal ini, meski MK memutuskan hasil hitung cepat bisa kapan saja, dia berharap bahwa hitung cepat itu tidak mempengaruhi satupun pemilih yang belum memilih. “Jaminannya adalah paling cepat jam satu WIB (Waktu Indonesia Barat). Meski MK mengatakan kapan saja, saya kira tetap ada batasan paling cepat jam satu,” ujar Idy.
Dari kalangan partai, Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengharapkan praktik hitung cepat bisa dilakukan dengan jujur. Lembaga-lembaga survei harus menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. “Lembaga survei harus bisa mempertanggungjawabkan hasilnya dengan memberikan akses yang seluas-luasnya terhadap data baku yang dikumpulkan,” kata Hasto.
Dia mengharapkan masyarakat bersikap cermat dan kritis dengan hasil yang dirilis lembaga survei. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan munculnya bandwagon effect (efek ikut-ikutan) dari pemilih pada saat pencoblosan. “Terjadinya bandwagon effect harus dicegah yang memengaruhi preferensi pemilih,” katanya. (bay/fal/ca/jpnn/rbb)