JAKARTA – Otak-atik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebelum penutupan pendaftaran pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus dimungkinkan. Koalisi antar partai politik pun terus digarap elit-elit partai untuk menggenapi kumulatif perolehan 25 persen suara nasional pemilu legeslatif 9 April lalu.
Jika PDIP dan Nasdem terus menggodok rencana berkoalisi dengan PKB untuk mendukung pencapresan Joko Widodo, Gerindra dan Golkar pun kian mematangkan “perkawinan” Prabowo Subianto dengan Aburizal Bakrie. Sementara Demokrat masih harus menunggu pengumuman pemenang konvensi walau nama Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan digadang-gadang banyak kalangan sebagai jawaranya.
Sebaliknya, PAN dan PKS siap “menjajakan” Hatta Rajasa dan Anis Matta sebagai calon RI-2. Hasil jajak pendapat terbaru yang digelar sebuah lembaga survei yakni Saiful Mujani Research and Consulting (SRMC), cukup mencengangkan konstelasi politik koalisi. Yakni elektabilitas Jokowi jika disandingkan dengan Dahlan Iskan akan meroket jika diadu dengan pasangan Prabowo – Hatta Rajasa atau Prabowo dengan Anis Matta. Duet Gubernur DKI Jakarta ini dengan pemilik kelompok media Jawa Pos ini masih terlalu “perkasa” jika head to head lawan pasangan Aburizal Bakrie dengan Wiranto.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat perpaduan Jokowi dengan Dahlan Iskan bisa menjadi pasangan alternatif untuk “menggoyang” potensi meningkatnya elektabilitas Prabowo Subianto dari waktu ke waktu. Harus diakui, kombinasi Jokowi dan Dahlan Iskan juga bermakna terjadinya rekonsiliasi antara PDIP dengan Demokrat.
“Dalam diskursus komunikasi politik, pasangan Jokowi-Dahlan Iskan seakan melengkapi kekurangan dan menambah kelebihan masing-masing sosok. Dua-duanya pekerja keras, tipologi anti korupsi serta jelas jejak rekamnya. Hanya saja dalam realitas politik, pasangan ini agak muskil terwujud mengingat belum tuntasnya rekonsiliasi antara SBY dengan Megawati Soekarnoputri,” tutur Ari Junaedi kepada INDOPOS (JPNN Group), Rabu (7/5).
Menurutnya, konstelasi koalisi politik hingga saat ini masih cair dan memungkinkan terjadinya pembentukkan poros baru. Seiring makin mesranya hubungan Prabowo dengan Ical, PAN dan PKS yang semula digadang-gadang Gerindra sebagai calon mitra koalisi besar kemungkinan akan berpaling ke Cikeas.
“Langkah SBY untuk memastikan ending konvensi berakhir klimaks tetap ditunggu parpol-parpol lain. Jika pemenang konvensi adalah Pramono Edhi Wibowo, maka PDIP dipastikan ogah berkoalisi dengan Demokrat. Namun jika pemenang konvensinya Dahlan Iskan atau Anies Baswedan misalnya, maka jualan Demokrat akan seksi di mata partai lain. Sebetulnya disinilah letak nasib arah pembentukan koalisi selanjutnya,”beber Ari Junaedi.
Agar Dahlan Iskan mendapat “boarding pass” sebagai calon wakil presiden, kata Ari, kiranya perlu melakukan pendekatan ke partai-partai lain selain Demokrat. Dahlan harusnya bisa mendekat ke PKB agar kebuntuan partai pimpinan Muhaimin Iskandar dalam mencapreskan salah satu di antara Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Rhoma Irama bisa diselesaikan.
“Bisa jadi dengan menyorongkan nama Dahlan Iskan sebagai sosok cawapres PKB, tiga kandidat capres PKB bisa legowo menerima figur baru sebagai wakil dari PKB. Dahlan juga hendaknya giat mengambil suara-suara partai mini seperti PBB dan PKPI agar sisa suara mereka menjadi berarti,” tuturnya.
Demi perbaikan bangsa ke depannya, Dahlan harusnya siap menjadi pemenang konvensi. “Kalaupun tersisih dari gelanggang konvensi, itu sama saja artinya Demokrat makin mengubur dalam-dalam sebagai partai modern karena menampik kehadiran sosok pembaharu,” timpal peraih penghargaan World Customs Organization Sertificate of Merit 2014 ini karena pengajaran komunikasinya yang sangat inspiratif. (jpnn)