25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Golkar Paling Tahan Krisis

JAKARTA –  Partai Golongan Karya (Golkar) dinilai merupakan partai yang paling mampu menghadapi krisis. Sikap Golkar yang beradaptasi dengan krisis menjadi kunci saat mengatasi krisis.

Logo Golkar
Logo Golkar

Hasil survei krisis partai politik yang dilakukan Political Communication Institute (PolcoMM) yang dirilis Minggu (9/2) menunjukkan bahwa partai berlambang Beringin tersebut mendapatkan pengakuan terbesar dari responden yaitu 27,6 persen.

Kemudian diikuti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 15,2 persen dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebesar 9,5 persen. Partai Gerindra dan Nasdem menempati urutan keempat dan kelima dengan masing-masing 7,5 persen dan 5,4 persen.

Sementara itu, Partai Demokrat dengan penilaian 3,8 persen menempati posisi ketujuh di bawah Partai Hanura sebesar 4,8 persen. Posisi kedelapan dan seterusnya ditempati Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,3 persen dan Partai Amanat Nasional (PAN) 3,1 persen.

Selanjutnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 2,8 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,9 persen, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menempati urutan terbawah sebesar 0,5 persen.

Direktur Eksekutif PolcoMM, Heri Budianto, mengungkapkan, Partai Golkar paling mampu menangani kriaia karena mengandalkan manajemen isu yang baik. Salah satunya dengan melakukan counter isu, misalnya dengan melakukan pembelaan terhadap kadernya yang terseret kasus korupsi.

“Golkar tidak cepat bereaksi, namun menunggu perkembangan kasus,” ungkapnya.

Sebagai partai besar dan berpengalaman, Golkar juga dinilai mampu melakukan konsolidasi elite. Di mana, menurutnya, komunikator politik partai itu mampu menyampaikan pesan yang sama atau seragam dalam fase krisis yang dialami.

Partai Demokrat dan PKS lanjutnya, dinilai sebagai partai yang paling reaktif dalam mereapon krisis. Kedua partai itu melakukan hal-hal yang tidak terkontrol dalam pengelolaan isu dan juga elite partai.

“Sehingga krisis yang dialami semakim runcing dan menjadi polemik di masyarakat,” ujarnya.

Partai Nasdem dan Hanura dalam survei itu dinilai sebagai partai yang paling proaktif atau mampu mengambil langkah yang tepat dalam mengatasi krisis. Ketokohan yang menonjol dan sikap tegasnya dalam menjalankan roda kepartaian menjadi landasan pengambilan keputusan di partai tersebut.

Survei ini juga memaparkan, Partai Demokrat merupakan partai yang paling banyak mengalami krisis atau sebesar 29,2 persen. Diikuti PKS (17,6 persen), Partai Golkar (10,2 persen), PKB (9,3 persen), dan PDIP sebesar 7,6 persen.

Dalam pemilu 2014 ini tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik menjadi penyebab utama krisis partai politik yang terjadi. Sebanyak 58 responden mengaku tidak percaya pada parpol.

Sementara itu, hanya sebesar 26,3 persen responden yang percaya parpol. Sedangkan sisanya, yaitu 15,5 persen menyatakan tidak tahu.

Sebagai informasi, survei dilakukan pada periode tanggal 20 Januari hingga 3 Februari 2014. Responden yang di survei tersebar di 15 kota besar dengan jumlah 1.000 orang.

Penentuan responden bersasarkan kriteria tingkat pendidikan minimal SMA/SMU sederajat dan memiliki pengetahuan mengenai isu politik. Survei ini menggunakan teknik purposive sampling yang pengumpulan datanya melalui wawancara langsung kepada responden.

Tingkat kepercayaan survei ini diklaim sebesar 95 persen dengan margin error sebesar lima persen. (bbs/val)

JAKARTA –  Partai Golongan Karya (Golkar) dinilai merupakan partai yang paling mampu menghadapi krisis. Sikap Golkar yang beradaptasi dengan krisis menjadi kunci saat mengatasi krisis.

Logo Golkar
Logo Golkar

Hasil survei krisis partai politik yang dilakukan Political Communication Institute (PolcoMM) yang dirilis Minggu (9/2) menunjukkan bahwa partai berlambang Beringin tersebut mendapatkan pengakuan terbesar dari responden yaitu 27,6 persen.

Kemudian diikuti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 15,2 persen dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebesar 9,5 persen. Partai Gerindra dan Nasdem menempati urutan keempat dan kelima dengan masing-masing 7,5 persen dan 5,4 persen.

Sementara itu, Partai Demokrat dengan penilaian 3,8 persen menempati posisi ketujuh di bawah Partai Hanura sebesar 4,8 persen. Posisi kedelapan dan seterusnya ditempati Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,3 persen dan Partai Amanat Nasional (PAN) 3,1 persen.

Selanjutnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 2,8 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,9 persen, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menempati urutan terbawah sebesar 0,5 persen.

Direktur Eksekutif PolcoMM, Heri Budianto, mengungkapkan, Partai Golkar paling mampu menangani kriaia karena mengandalkan manajemen isu yang baik. Salah satunya dengan melakukan counter isu, misalnya dengan melakukan pembelaan terhadap kadernya yang terseret kasus korupsi.

“Golkar tidak cepat bereaksi, namun menunggu perkembangan kasus,” ungkapnya.

Sebagai partai besar dan berpengalaman, Golkar juga dinilai mampu melakukan konsolidasi elite. Di mana, menurutnya, komunikator politik partai itu mampu menyampaikan pesan yang sama atau seragam dalam fase krisis yang dialami.

Partai Demokrat dan PKS lanjutnya, dinilai sebagai partai yang paling reaktif dalam mereapon krisis. Kedua partai itu melakukan hal-hal yang tidak terkontrol dalam pengelolaan isu dan juga elite partai.

“Sehingga krisis yang dialami semakim runcing dan menjadi polemik di masyarakat,” ujarnya.

Partai Nasdem dan Hanura dalam survei itu dinilai sebagai partai yang paling proaktif atau mampu mengambil langkah yang tepat dalam mengatasi krisis. Ketokohan yang menonjol dan sikap tegasnya dalam menjalankan roda kepartaian menjadi landasan pengambilan keputusan di partai tersebut.

Survei ini juga memaparkan, Partai Demokrat merupakan partai yang paling banyak mengalami krisis atau sebesar 29,2 persen. Diikuti PKS (17,6 persen), Partai Golkar (10,2 persen), PKB (9,3 persen), dan PDIP sebesar 7,6 persen.

Dalam pemilu 2014 ini tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik menjadi penyebab utama krisis partai politik yang terjadi. Sebanyak 58 responden mengaku tidak percaya pada parpol.

Sementara itu, hanya sebesar 26,3 persen responden yang percaya parpol. Sedangkan sisanya, yaitu 15,5 persen menyatakan tidak tahu.

Sebagai informasi, survei dilakukan pada periode tanggal 20 Januari hingga 3 Februari 2014. Responden yang di survei tersebar di 15 kota besar dengan jumlah 1.000 orang.

Penentuan responden bersasarkan kriteria tingkat pendidikan minimal SMA/SMU sederajat dan memiliki pengetahuan mengenai isu politik. Survei ini menggunakan teknik purposive sampling yang pengumpulan datanya melalui wawancara langsung kepada responden.

Tingkat kepercayaan survei ini diklaim sebesar 95 persen dengan margin error sebesar lima persen. (bbs/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/