30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dugaan Suap ke Akil Mochtar, Ajudan Bonaran Akhirnya Mengaku

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tidak berhenti dengan hanya memeriksa lima saksi untuk tersangka mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, secara terpisah. Pada pemeriksaan, Jumat (13/12), kelima nama terkait aliran dana yang diduga mengalir kepada Akil sebagai suap atas perkara pemilihan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) yang ditangani MK tahun 2011 lalu, diperiksa pada saat bersamaan, guna dikonfrontir langsung.

Masing-masing ajudan Bupati Tapteng Bonaran Situmeang, Daniel Situmeang, mantan anggota DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani, pengusaha Aswar Pasaribu, Syaiful Alamsyah Pasaribu, dan Hetbin Pasaribu.

Diduga mereka dikonfrontir, karena dari hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap masing-masing pihak sebelumnya, diduga terdapat keterangan yang tidak bersesuaian antara penjelasan yang satu dengan yang lain.

“Iya benar, tadi saya dipanggil lagi oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait pinjaman uang kepada Bonaran Situmeang (Bupati Tapteng). Tapi tidak seperti pemeriksaan kemarin, kali ini kita dikonfrontir. Ada lima orang yang diperiksa sebagai saksi,” ujar Aswar Pasaribu saat dihubungi koran ini di Jakarta, Jumat (13/12) malam.

Menurut Aswar, sama seperti penjelasan sebelumnya, kepada penyidik ia mengaku memberikan uang pinjaman kepada Bonaran, yang diserahkan lewat salah seorang saudaranya, Hetbin Pasaribu. Dengan perjanjian uang akan dikembalikan dua minggu setelah dilakukan pinjaman, namun akhirnya baru dikembalikan dua bulan kemudian. Tapi saat ditanya akan digunakan apa uang tersebut, Aswar mengaku tidak mengetahuinya.

Dihubungi terpisah, Hetbin juga menyatakan hal senada. Kepada penyidik, ia mengaku bersama-sama dengan Daniel Situmeang menyerahkan uang yang berasal Aswar dan Syaiful, kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani.

“Nah pada awal pemeriksaan tadi, Daniel sepertinya terus berkelit. Tapi lama-lama ia mengakuinya. Karena kita kan mengatakan apa adanya, makanya dia tidak bisa menghindar,” ujar Hetbin saat ditanya seperti apa proses yang mereka jalani ketika ditanya oleh penyidik KPK.

Sikap Daniel yang terus berkelit saat dikonfrontir, juga dibenarkan Aswar. Namun sama seperti penjelasan Hetbin, Daniel menurutnya tidak dapat menghindar. Pasalnya, pada saat uang tersebut diantarkan ke Bakhtiar, dirinya terus berhubungan dengan Hetbin lewat telepon genggam. Sementara Bonaran, juga melakukan hal yang sama dengan terus menghubungi Daniel.

“Jadi apalagi yang mau kita tutupi. Bakhtiar juga sudah membenarkan kalau uang yang dipinjam Bonaran dari saya sudah dikembalikan. Itu besarnya sebanyak Rp500 juta,” ujar Aswar.

Dengan adanya penjelasan secara terang benerang dari dua pengusaha yang memberi pinjaman dan orang yang mengantarkan uang pinjaman tersebut, maka bola panas kini berada di tangan Bakhtiar Ahmad Sibarani.

Diduga lewat Bakhtiar, uang tersebut disalurkan ke Akil melalui mantan Ketua KPU Sumatera Utara, Irham Buana Nasution yang disebut-sebut sebagai tangan kanan Akil terkait kepengurusan perkara Pilkada di Sumut yang masuk ke MK.

Selain lewat Bakhtiar, uang untuk Akil juga diduga disalurkan lewat rekening istri Irham, Khalijah Lubis. Untuk dugaan tersebut, KPK beberapa waktu lalu telah memeriksa Irham hingga tiga kali. Demikian juga dengan sang istri, sudah pernah diperiksa sebanyak satu kali.

Saat koran ini meminta tanggapan Irham atas hal tersebut beberapa waktu lalu, pria yang kini tercatat sebagai calon anggota legislatif (caleg) ini, mencoba terus berkelit.

Perlu Izin Presiden

Di sisi lain, pemeriksaan beberapa hakim konstitusi oleh penyidik dari KPK  beberapa waktu lalu terkait kasus suap mantan Ketua MK M Akil Mochtar menuai kritik dari Ketua MK Hamdan Zoelva. Hamdan menyatakan bahwa KPK tetap harus mengantongi izin dari presiden apabila ingin memeriksa hakim konstitusi sebagai saksi di KPK.

Menurut Hamdan, berdasarkan Pasal 6 Ayat 3 Undang-Undang (UU) MK dan Pasal 46 Ayat 1 UU KPK, terdapat penjelasan bahwa KPK harus memperoleh izin dari presiden sebelum memanggil hakim konstitusi. “Kalau kita sudah baca dengan baik UU itu makanya saya tidak ingin berdebat mengenai hal itu lagi,” tandas Hamdan di Gedung MK kemarin (13/12).

Sebaliknya, hakim konstitusi, bagi Hamdan, tidak perlu meminta restu dari presiden apabila ingin memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi. “Nah siapa yang harusnya minta izin? Bukan hakim MK yang minta izin. Tapi proses pemeriksaannya harus melalui proses itu (meminta izin presiden),” ujar Hamdan.

Meski mengetahui bahwa pihak KPK belum mengantongi izin dari presiden, Hamdan menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin jalannya proses hukum terkait kasus suap Akil terhambat. Dia menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK demi menuntaskan kasus tersebut.

“Berdasarkan rapat pleno, hakim mengabaikan atau tidak melalui proses izin presiden. Karena komitmen hakim MK untuk mempercepat proses hukum di KPK,” ungkapnya. (gir/dod/jpnn/rbb)

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tidak berhenti dengan hanya memeriksa lima saksi untuk tersangka mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, secara terpisah. Pada pemeriksaan, Jumat (13/12), kelima nama terkait aliran dana yang diduga mengalir kepada Akil sebagai suap atas perkara pemilihan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) yang ditangani MK tahun 2011 lalu, diperiksa pada saat bersamaan, guna dikonfrontir langsung.

Masing-masing ajudan Bupati Tapteng Bonaran Situmeang, Daniel Situmeang, mantan anggota DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani, pengusaha Aswar Pasaribu, Syaiful Alamsyah Pasaribu, dan Hetbin Pasaribu.

Diduga mereka dikonfrontir, karena dari hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap masing-masing pihak sebelumnya, diduga terdapat keterangan yang tidak bersesuaian antara penjelasan yang satu dengan yang lain.

“Iya benar, tadi saya dipanggil lagi oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait pinjaman uang kepada Bonaran Situmeang (Bupati Tapteng). Tapi tidak seperti pemeriksaan kemarin, kali ini kita dikonfrontir. Ada lima orang yang diperiksa sebagai saksi,” ujar Aswar Pasaribu saat dihubungi koran ini di Jakarta, Jumat (13/12) malam.

Menurut Aswar, sama seperti penjelasan sebelumnya, kepada penyidik ia mengaku memberikan uang pinjaman kepada Bonaran, yang diserahkan lewat salah seorang saudaranya, Hetbin Pasaribu. Dengan perjanjian uang akan dikembalikan dua minggu setelah dilakukan pinjaman, namun akhirnya baru dikembalikan dua bulan kemudian. Tapi saat ditanya akan digunakan apa uang tersebut, Aswar mengaku tidak mengetahuinya.

Dihubungi terpisah, Hetbin juga menyatakan hal senada. Kepada penyidik, ia mengaku bersama-sama dengan Daniel Situmeang menyerahkan uang yang berasal Aswar dan Syaiful, kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani.

“Nah pada awal pemeriksaan tadi, Daniel sepertinya terus berkelit. Tapi lama-lama ia mengakuinya. Karena kita kan mengatakan apa adanya, makanya dia tidak bisa menghindar,” ujar Hetbin saat ditanya seperti apa proses yang mereka jalani ketika ditanya oleh penyidik KPK.

Sikap Daniel yang terus berkelit saat dikonfrontir, juga dibenarkan Aswar. Namun sama seperti penjelasan Hetbin, Daniel menurutnya tidak dapat menghindar. Pasalnya, pada saat uang tersebut diantarkan ke Bakhtiar, dirinya terus berhubungan dengan Hetbin lewat telepon genggam. Sementara Bonaran, juga melakukan hal yang sama dengan terus menghubungi Daniel.

“Jadi apalagi yang mau kita tutupi. Bakhtiar juga sudah membenarkan kalau uang yang dipinjam Bonaran dari saya sudah dikembalikan. Itu besarnya sebanyak Rp500 juta,” ujar Aswar.

Dengan adanya penjelasan secara terang benerang dari dua pengusaha yang memberi pinjaman dan orang yang mengantarkan uang pinjaman tersebut, maka bola panas kini berada di tangan Bakhtiar Ahmad Sibarani.

Diduga lewat Bakhtiar, uang tersebut disalurkan ke Akil melalui mantan Ketua KPU Sumatera Utara, Irham Buana Nasution yang disebut-sebut sebagai tangan kanan Akil terkait kepengurusan perkara Pilkada di Sumut yang masuk ke MK.

Selain lewat Bakhtiar, uang untuk Akil juga diduga disalurkan lewat rekening istri Irham, Khalijah Lubis. Untuk dugaan tersebut, KPK beberapa waktu lalu telah memeriksa Irham hingga tiga kali. Demikian juga dengan sang istri, sudah pernah diperiksa sebanyak satu kali.

Saat koran ini meminta tanggapan Irham atas hal tersebut beberapa waktu lalu, pria yang kini tercatat sebagai calon anggota legislatif (caleg) ini, mencoba terus berkelit.

Perlu Izin Presiden

Di sisi lain, pemeriksaan beberapa hakim konstitusi oleh penyidik dari KPK  beberapa waktu lalu terkait kasus suap mantan Ketua MK M Akil Mochtar menuai kritik dari Ketua MK Hamdan Zoelva. Hamdan menyatakan bahwa KPK tetap harus mengantongi izin dari presiden apabila ingin memeriksa hakim konstitusi sebagai saksi di KPK.

Menurut Hamdan, berdasarkan Pasal 6 Ayat 3 Undang-Undang (UU) MK dan Pasal 46 Ayat 1 UU KPK, terdapat penjelasan bahwa KPK harus memperoleh izin dari presiden sebelum memanggil hakim konstitusi. “Kalau kita sudah baca dengan baik UU itu makanya saya tidak ingin berdebat mengenai hal itu lagi,” tandas Hamdan di Gedung MK kemarin (13/12).

Sebaliknya, hakim konstitusi, bagi Hamdan, tidak perlu meminta restu dari presiden apabila ingin memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi. “Nah siapa yang harusnya minta izin? Bukan hakim MK yang minta izin. Tapi proses pemeriksaannya harus melalui proses itu (meminta izin presiden),” ujar Hamdan.

Meski mengetahui bahwa pihak KPK belum mengantongi izin dari presiden, Hamdan menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin jalannya proses hukum terkait kasus suap Akil terhambat. Dia menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK demi menuntaskan kasus tersebut.

“Berdasarkan rapat pleno, hakim mengabaikan atau tidak melalui proses izin presiden. Karena komitmen hakim MK untuk mempercepat proses hukum di KPK,” ungkapnya. (gir/dod/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/