26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mahasiswa di Medan Tolak Sistem Pemilu Tertutup

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah mahasiswa di Medan menolak proses Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem tertutup di 2024 mendatang.

Hal ini diharapkan menjadi sebuah masukan bagi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menentukan putusannya, terkait sistem proporsional Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, secara terbuka atau tertutup, yang dijadwalkan berlangsung hari ini, Kamis (15/6/2023).

Hal itu diungkapkan Presiden Mahasiswa Interim Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (Pema FKG USU), M Aziz Syahputra di Medan, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, terkait berkembangnya isu pertimbangan keputusan MK yang akan mengatur mekanisme Pemilu legislatif 2024, tentunya proporsional tertutup adalah salah satu bukti adanya kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Proporsional tertutup justru memberikan ruang kepada partai dan para oligarki untuk menentukan calon kandidatnya sendiri, siapa yang akan duduk di parlemen nantinya dan tidak adanya transparansi mekanisme di internal partai dalam penentuannya. Sehingga masyarakat tidak bisa memilih siapa kandidat sosok yang bisa diyakininya untuk duduk di parlemen sesuai dengan pilihannya,” ujarnya.

Ia menilai, minimnya kebebasan dalam memilih sosok kandidat untuk perwakilan rakyat yang akan duduk di parlemen, salah satu bukti berkurangnya ruang kebebasan publik dalam menggunakan haknya untuk memilih, haknya untuk berdemokrasi dan tentunya haknya untuk menentukan siapa yang akan duduk di parlemen sesuai dengan pilihannya masing.

“Saya berharap MK dapat dengan bijaksana dalam mengambil keputusan terkait mekanisme pemilihan legislatif untuk 2024 nntinya. Keputusan MK pasti akan mempengaruhi arah bernegara kita ke depan, apakah kita tetap menanamkan nilai-nilai demokrasi atau tidak lagi. Itu hal kecil yang dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang diambil dalam bernegara,” harapnya.

Hal senada juga dikatakan Gubernur Pema Fakultas Kedokteran (FK) USU 2023, Awwa Chaga Qambara Taqwa. Ia berharap, semoga putusan MK berpihak kepada kepentingan rakyat, sesuai dengan amanat UUD 1945.

Menurut Awwa, dari berbagai survei, yakni SMRC dqn Indikator Politik Indonesia menyebutkan, sekitar 70-80 persen masyarakat memilih Pemilu terbuka. “Dengan Pemilu terbuka yang sudah dilaksanakan selama ini, masih menjadi pilihan terbaik, karena rakyat mengetahui siapa orang yang akan dipilih, dibandingkan dengan sistem Pemilu tertutup yang hanya memuat partai politik (Parpol) saja.

“Jika dilaksanakannya Pemilu tertutup, bukan tidak mungkin akan ada partai mayoritas tunggal ke depannya dan menghalangi Parpol lain untuk bersaing. Pentingnya masyarakat dalam menilai putusan MK ini karena, jika MK tidak berpihak kepada rakyat, boleh jadi nantinya akan ada veto dari rakyat mengenai keputusan ini, dan tentu jika diputuskan Pemilu tertutup maka hal ini akan mencederai pasal 1 ayat 2 UUD 1945, yang menyebutkan, ‘Kedaulatan Berada di Tangan Rakyat dan Dilaksanakan Menurut Undang- Undang Dasar’.

Sementara itu, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara (Badko HMI Sumut) mengaku sedang memantau putusan MK, terkait sistem proporsional Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, secara terbuka atau tertutup, yang berlangsung hari ini. “Kita sedang menunggu putusan tersebut dan pastinya akan kita pantau,” ujar Ketua Umum Badko HMI Sumut Periode 2021-2023, Abdul Rahman.

Ia menilai, sistem proporsional terbuka atau tertutup bukan menjadi masalah yang serius, cukup di peserta Pemilu saja yang mempersoalkan. Namun, lanjutnya, yang perlu digarisbawahi, adalah pengaruh putusan ini apakah berdampak kepada kondisi rakyat dan negara Indonesia?. Jangan sampai malah membuat kekacauan.

“Nah, ini sangat membahayakan. Karena kepentingan kelompok jika mengenyampingkan keutuhan bangsa akan berdampak pada kekecewaan masyarakat, yang dapat memicu konflik,” katanya.

Dalam kajian di internal HMI, bebernya, putusan MK ini, ada indikasi kekacauan yang akan timbul setelahnya, yang dapat membuka celah untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Republik Indonesia (RI).

“Sikap kami dalam hal ini menghormati putusan MK. Kami berharap MK melihat dengan jeli kondisi bangsa kita dan independen dalam mengambil putusan. Kita minta agar MK mengedepankan kepentingan masyarakat dalam menetapkan keputusannya besok, jangan sampai masyarakat malah jadi kecewa yang menyebabkan ke depannya malah terjadi kisruh di tengah-tengah masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja,” tandasnya. (dwi/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah mahasiswa di Medan menolak proses Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem tertutup di 2024 mendatang.

Hal ini diharapkan menjadi sebuah masukan bagi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menentukan putusannya, terkait sistem proporsional Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, secara terbuka atau tertutup, yang dijadwalkan berlangsung hari ini, Kamis (15/6/2023).

Hal itu diungkapkan Presiden Mahasiswa Interim Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (Pema FKG USU), M Aziz Syahputra di Medan, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, terkait berkembangnya isu pertimbangan keputusan MK yang akan mengatur mekanisme Pemilu legislatif 2024, tentunya proporsional tertutup adalah salah satu bukti adanya kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Proporsional tertutup justru memberikan ruang kepada partai dan para oligarki untuk menentukan calon kandidatnya sendiri, siapa yang akan duduk di parlemen nantinya dan tidak adanya transparansi mekanisme di internal partai dalam penentuannya. Sehingga masyarakat tidak bisa memilih siapa kandidat sosok yang bisa diyakininya untuk duduk di parlemen sesuai dengan pilihannya,” ujarnya.

Ia menilai, minimnya kebebasan dalam memilih sosok kandidat untuk perwakilan rakyat yang akan duduk di parlemen, salah satu bukti berkurangnya ruang kebebasan publik dalam menggunakan haknya untuk memilih, haknya untuk berdemokrasi dan tentunya haknya untuk menentukan siapa yang akan duduk di parlemen sesuai dengan pilihannya masing.

“Saya berharap MK dapat dengan bijaksana dalam mengambil keputusan terkait mekanisme pemilihan legislatif untuk 2024 nntinya. Keputusan MK pasti akan mempengaruhi arah bernegara kita ke depan, apakah kita tetap menanamkan nilai-nilai demokrasi atau tidak lagi. Itu hal kecil yang dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang diambil dalam bernegara,” harapnya.

Hal senada juga dikatakan Gubernur Pema Fakultas Kedokteran (FK) USU 2023, Awwa Chaga Qambara Taqwa. Ia berharap, semoga putusan MK berpihak kepada kepentingan rakyat, sesuai dengan amanat UUD 1945.

Menurut Awwa, dari berbagai survei, yakni SMRC dqn Indikator Politik Indonesia menyebutkan, sekitar 70-80 persen masyarakat memilih Pemilu terbuka. “Dengan Pemilu terbuka yang sudah dilaksanakan selama ini, masih menjadi pilihan terbaik, karena rakyat mengetahui siapa orang yang akan dipilih, dibandingkan dengan sistem Pemilu tertutup yang hanya memuat partai politik (Parpol) saja.

“Jika dilaksanakannya Pemilu tertutup, bukan tidak mungkin akan ada partai mayoritas tunggal ke depannya dan menghalangi Parpol lain untuk bersaing. Pentingnya masyarakat dalam menilai putusan MK ini karena, jika MK tidak berpihak kepada rakyat, boleh jadi nantinya akan ada veto dari rakyat mengenai keputusan ini, dan tentu jika diputuskan Pemilu tertutup maka hal ini akan mencederai pasal 1 ayat 2 UUD 1945, yang menyebutkan, ‘Kedaulatan Berada di Tangan Rakyat dan Dilaksanakan Menurut Undang- Undang Dasar’.

Sementara itu, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara (Badko HMI Sumut) mengaku sedang memantau putusan MK, terkait sistem proporsional Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, secara terbuka atau tertutup, yang berlangsung hari ini. “Kita sedang menunggu putusan tersebut dan pastinya akan kita pantau,” ujar Ketua Umum Badko HMI Sumut Periode 2021-2023, Abdul Rahman.

Ia menilai, sistem proporsional terbuka atau tertutup bukan menjadi masalah yang serius, cukup di peserta Pemilu saja yang mempersoalkan. Namun, lanjutnya, yang perlu digarisbawahi, adalah pengaruh putusan ini apakah berdampak kepada kondisi rakyat dan negara Indonesia?. Jangan sampai malah membuat kekacauan.

“Nah, ini sangat membahayakan. Karena kepentingan kelompok jika mengenyampingkan keutuhan bangsa akan berdampak pada kekecewaan masyarakat, yang dapat memicu konflik,” katanya.

Dalam kajian di internal HMI, bebernya, putusan MK ini, ada indikasi kekacauan yang akan timbul setelahnya, yang dapat membuka celah untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Republik Indonesia (RI).

“Sikap kami dalam hal ini menghormati putusan MK. Kami berharap MK melihat dengan jeli kondisi bangsa kita dan independen dalam mengambil putusan. Kita minta agar MK mengedepankan kepentingan masyarakat dalam menetapkan keputusannya besok, jangan sampai masyarakat malah jadi kecewa yang menyebabkan ke depannya malah terjadi kisruh di tengah-tengah masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja,” tandasnya. (dwi/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/