25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bawaslu Sumut ‘Kepanasan’

MEDAN- Sejak bergulirnya kampanye pasangan capres-cawapres 2014, 4 Juni lalu sejumlah alat peraga kampanye (APK) seperti spanduk, baliho/billboard, poster, dan stiker menghiasi berbagai wajah kabupaten/kota di seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara (Sumut). Banyaknya pelanggaran APK dilakukan tim sukses dan relawan pasangan capres-cawapres membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut kepanasan sehingga menyentil kepala daerah agar tidak tutup mata soal APK di daerahnya masing-masing.

POSTER: Dua remaja membawa poster dua pasangan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Jusup Kalla dan Prabowo-Hatta saat berlangsungnya Car Free Day di Nagoya, Jakarta, Minggu (15/6). //Cecep Mulyana/Batam Pos
POSTER: Dua remaja membawa poster dua pasangan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Jusup Kalla dan Prabowo-Hatta saat berlangsungnya Car Free Day di Nagoya, Jakarta, Minggu (15/6). //Cecep Mulyana/Batam Pos

Sentilan ini keluar karena pengalaman Pemilu legislatif sebelumnya, penertiban APK yang menjadi wewenangnya pemerintah daerah tidak dijalankan dengan maksimal atau setengah hati. Hasilnya, seluruh elemen yang terlibat atau berkepentingan dalam pesta demokrasi, merasa tidak diawasi negara.

Menurut Pimpinan Bawaslu Sumut Bidang Pengawasan dan Humas, Aulia Andri, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 16/2014 dengan jelas disebutkan, APK berupa spanduk, maksimal 5 buah untuk satu desa/kelurahan dan baliho/billboard, hanya 3 buah per desa/kelurahan yang boleh dipasang. Kenyataannya, banyak yang melebihi batas maksimal yang ditetapkan aturan.

“Pengalaman lalu (Pileg), sudah dibersihkan, muncul lagi. Kita tidak ingin seperti itu lah, sadar diri saja semua pihak,” katanya kepada Sumut Pos, Minggu (15/6).

Soal peran pemerintah daerah sendiri, Aulia meminta agar kepala daerah lebih peka melihat kondisi di lapangan. Bagaimana misalnya APK yang dipasang pada tempat yang dilarang, baik oleh PKPU maupun peraturan daerahnya sendiri. Fasilitas umum seperti pohon, tiang listrik, tiang telepon, dan pagar taman milik negara, juga tidak bisa dipasang spanduk, tapi nyatanya semua aturan itu tidak diindahkan.

“Meskinya tanpa direkomendasikan pun, pemerintah tahu ada aturan itu. Jangan malah diam atau pura-pura diam. Begitupun, kami tetap akan jalankan fungsi pengawasan itu dan merekomendasikannya ke pemerintah daerah. Yang terpenting sekarang, bagaimana pada 6 Juli nanti, sudah bersih lah, itu saja yang kita tegaskan,” sebutnya.

Soal pemasangan APK (spanduk dan baliho) oleh pihak di luar tim pemenangan yang terdaftar secara resmi di KPU, dirinya menyebutkan, tindakan tersebut ilegal. Meskipun mengatas namakan relawan atau yang lainnya. Dirinyapun meminta agar seluruh masyarakat pendukung kedua pasangan calon presiden-wakil presiden untuk lebih santun dalam berkampanye dan tidak melanggar aturan. Sebab jika itu dilakukan, maka akan merusak nama baik sendiri.

“Kalau (APK) selain tim pemenangan resmi, itu ilegal dan memang nggak boleh. Maka kita berharap kepada kedua tim untuk bisa menertibkan seluruh relawannya yang melanggar aturan. Berbeda ketika dipasang di wilayah pribadi seperti rumah, itu tidak ada masalah,” terangnya.

Aulia pun mengibaratkan relawan pendukung yang terlalu bersemangat tanpa mempedulikan aturan main sebagai wujud tidak rasionalnya pola fikir seperti itu. Seharunya dukungan yang diberikan jangan sampai mengurangi nilai kebaikan dukungan itu sendiri. Apalagi sampai melakukan black campaign atau negative campaign.

“Kalau relawannya tak peduli, ya ini ibarat panggang dengan api, lebih panas panggangnya daripada apinya. Mana bisa begitu, lucu namanya,” tandasnya. (bal/ndi)

MEDAN- Sejak bergulirnya kampanye pasangan capres-cawapres 2014, 4 Juni lalu sejumlah alat peraga kampanye (APK) seperti spanduk, baliho/billboard, poster, dan stiker menghiasi berbagai wajah kabupaten/kota di seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara (Sumut). Banyaknya pelanggaran APK dilakukan tim sukses dan relawan pasangan capres-cawapres membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut kepanasan sehingga menyentil kepala daerah agar tidak tutup mata soal APK di daerahnya masing-masing.

POSTER: Dua remaja membawa poster dua pasangan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Jusup Kalla dan Prabowo-Hatta saat berlangsungnya Car Free Day di Nagoya, Jakarta, Minggu (15/6). //Cecep Mulyana/Batam Pos
POSTER: Dua remaja membawa poster dua pasangan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Jusup Kalla dan Prabowo-Hatta saat berlangsungnya Car Free Day di Nagoya, Jakarta, Minggu (15/6). //Cecep Mulyana/Batam Pos

Sentilan ini keluar karena pengalaman Pemilu legislatif sebelumnya, penertiban APK yang menjadi wewenangnya pemerintah daerah tidak dijalankan dengan maksimal atau setengah hati. Hasilnya, seluruh elemen yang terlibat atau berkepentingan dalam pesta demokrasi, merasa tidak diawasi negara.

Menurut Pimpinan Bawaslu Sumut Bidang Pengawasan dan Humas, Aulia Andri, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 16/2014 dengan jelas disebutkan, APK berupa spanduk, maksimal 5 buah untuk satu desa/kelurahan dan baliho/billboard, hanya 3 buah per desa/kelurahan yang boleh dipasang. Kenyataannya, banyak yang melebihi batas maksimal yang ditetapkan aturan.

“Pengalaman lalu (Pileg), sudah dibersihkan, muncul lagi. Kita tidak ingin seperti itu lah, sadar diri saja semua pihak,” katanya kepada Sumut Pos, Minggu (15/6).

Soal peran pemerintah daerah sendiri, Aulia meminta agar kepala daerah lebih peka melihat kondisi di lapangan. Bagaimana misalnya APK yang dipasang pada tempat yang dilarang, baik oleh PKPU maupun peraturan daerahnya sendiri. Fasilitas umum seperti pohon, tiang listrik, tiang telepon, dan pagar taman milik negara, juga tidak bisa dipasang spanduk, tapi nyatanya semua aturan itu tidak diindahkan.

“Meskinya tanpa direkomendasikan pun, pemerintah tahu ada aturan itu. Jangan malah diam atau pura-pura diam. Begitupun, kami tetap akan jalankan fungsi pengawasan itu dan merekomendasikannya ke pemerintah daerah. Yang terpenting sekarang, bagaimana pada 6 Juli nanti, sudah bersih lah, itu saja yang kita tegaskan,” sebutnya.

Soal pemasangan APK (spanduk dan baliho) oleh pihak di luar tim pemenangan yang terdaftar secara resmi di KPU, dirinya menyebutkan, tindakan tersebut ilegal. Meskipun mengatas namakan relawan atau yang lainnya. Dirinyapun meminta agar seluruh masyarakat pendukung kedua pasangan calon presiden-wakil presiden untuk lebih santun dalam berkampanye dan tidak melanggar aturan. Sebab jika itu dilakukan, maka akan merusak nama baik sendiri.

“Kalau (APK) selain tim pemenangan resmi, itu ilegal dan memang nggak boleh. Maka kita berharap kepada kedua tim untuk bisa menertibkan seluruh relawannya yang melanggar aturan. Berbeda ketika dipasang di wilayah pribadi seperti rumah, itu tidak ada masalah,” terangnya.

Aulia pun mengibaratkan relawan pendukung yang terlalu bersemangat tanpa mempedulikan aturan main sebagai wujud tidak rasionalnya pola fikir seperti itu. Seharunya dukungan yang diberikan jangan sampai mengurangi nilai kebaikan dukungan itu sendiri. Apalagi sampai melakukan black campaign atau negative campaign.

“Kalau relawannya tak peduli, ya ini ibarat panggang dengan api, lebih panas panggangnya daripada apinya. Mana bisa begitu, lucu namanya,” tandasnya. (bal/ndi)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/