27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Maraknya Ancaman Caleg Terhadap Bansos, Alween Ong Ingatkan Masyarakat Jangan Terkecoh!

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemilihan umum di Indonesia seringkali diwarnai oleh praktik-praktik yang kontroversial dan dapat merugikan masyarakat. Salah satu isu yang mencuat adalah maraknya ancaman dari calon legislatif (caleg) terhadap masyarakat terkait dengan penerimaan bantuan sosial (bansos).

Alween Ong, seorang wirausaha muda sukses yang kini ikut serta dalam kontestasi sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dari daerah pemilihan Sumatera Utara 1 (Sumut 1), telah mengambil sikap dan menyuarakan kekhawatiran atas fenomena ini.

Dalam perjalanan kampanyenya yang melibatkan pertemuan door-to-door dengan masyarakat, Alween Ong mendapati bahwa beberapa caleg menekan dan mengancam masyarakat dengan pencabutan bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) jika tidak memilih mereka. Ancaman semacam ini menciptakan ketakutan dan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat yang seharusnya merasa aman dan terlindungi oleh program-program sosial tersebut.

Alween Ong, yang dikenal sebagai sosok yang sukses di dunia wirausaha dan telah meraih berbagai penghargaan tingkat nasional dan internasional, menyikapi isu ini dengan bijaksana. “Seorang caleg tidak memiliki kewenangan untuk mematikan atau menghapuskan bansos yang seharusnya menjadi hak setiap individu. Praktik ancaman semacam itu adalah bentuk manipulasi yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi,” ujar Alween Ong.

Dalam konteks pembahasan ini, lanjutnya, penting untuk memahami peran anggota dewan, khususnya anggota DPR RI, dalam mengelola dan mengawasi program-program bansos. Anggota DPR RI memiliki tupoksi yang diatur oleh undang-undang, dan salah satu fungsinya adalah bekerja melalui komisi-komisi yang berfokus pada berbagai aspek pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

“Anggota dewan tidak memiliki kapasitas untuk secara langsung mengatur atau memutuskan pemberian bansos kepada individu atau kelompok tertentu,” tegasnya lagi.

Menurutynya, DPR RI memiliki berbagai komisi, seperti Komisi I yang menangani pertahanan dan luar negeri, Komisi II yang menangani dalam negeri, Komisi III yang berfokus pada hukum dan hak asasi manusia, dan begitu seterusnya. “Masing-masing komisi memiliki tanggung jawabnya sendiri, dan pengaturan bantuan sosial tidak termasuk dalam wewenang mereka. Ini berarti bahwa setiap ancaman dari caleg terkait dengan pencabutan bansos hanyalah retorika tanpa dasar nyata,” tuturnya.

Alween Ong berpendapat bahwa pendidikan kepada masyarakat sangat penting dalam menanggapi isu semacam ini. Masyarakat perlu memahami hak dan kewajibannya dalam konteks pemilihan umum, serta memahami peran dan fungsi anggota dewan. Edukasi ini dapat menjadi benteng pertahanan terhadap upaya manipulasi dan intimidasi oleh caleg yang tidak bertanggung jawab.

“Seharusnya, caleg menggunakan kampanye mereka sebagai sarana untuk menyampaikan visi, misi, dan rencana kerja mereka sebagai wakil rakyat. Ancaman dan intimidasi hanya menciptakan lingkungan politik yang tidak sehat dan merugikan, serta dapat membahayakan integritas proses demokrasi,” kata dia.

Dalam konteks ini, Alween Ong memberikan tips kepada masyarakat dalam memilih caleg. Jika calon tersebut adalah anggota dewan incumben, maka masyarakat seharusnya menilai kinerjanya selama masa jabatannya. “Evaluasi kinerja dapat mencakup sejauh mana anggota dewan tersebut berhasil mewujudkan janji-janji kampanye, bagaimana partisipasinya dalam pembuatan undang-undang, serta seberapa efektifnya dia dalam memperjuangkan kepentingan konstituennya,” beber Alween Ong.

Sementara itu, jika calon tersebut adalah caleg baru, kata Alween Ong, maka trackrecordnya menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pengalaman, kompetensi, dan dedikasi terhadap pelayanan masyarakat adalah faktor-faktor penting yang harus dievaluasi oleh pemilih. “Memilih caleg bukanlah sekadar melihat popularitas atau jaringan politiknya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk mewakili suara dan kebutuhan masyarakat,” bilang Alween Ong.

Dalam menyikapi maraknya ancaman dari caleg terkait dengan bansos, Alween Ong mendorong masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas dan kritis. “Jangan terjebak oleh janji-janji yang tidak realistis atau intimidasi politik yang tidak bertanggung jawab. Pemilih harus menuntut pertanggungjawaban dari calon-calon yang mencoba memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” imbau Alween Ong.

Dia meminta, lembaga pemilihan umum, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama dalam menciptakan pemilihan umum yang bersih, jujur, dan bermartabat.

“Fenomena ancaman terhadap bansos oleh caleg harus menjadi panggilan bagi semua pihak terkait. Tindakan preventif dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik yang merugikan demokrasi harus menjadi prioritas agar proses pemilihan umum dapat berlangsung dengan adil dan transparan,” pungkas Alween Ong. (ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemilihan umum di Indonesia seringkali diwarnai oleh praktik-praktik yang kontroversial dan dapat merugikan masyarakat. Salah satu isu yang mencuat adalah maraknya ancaman dari calon legislatif (caleg) terhadap masyarakat terkait dengan penerimaan bantuan sosial (bansos).

Alween Ong, seorang wirausaha muda sukses yang kini ikut serta dalam kontestasi sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dari daerah pemilihan Sumatera Utara 1 (Sumut 1), telah mengambil sikap dan menyuarakan kekhawatiran atas fenomena ini.

Dalam perjalanan kampanyenya yang melibatkan pertemuan door-to-door dengan masyarakat, Alween Ong mendapati bahwa beberapa caleg menekan dan mengancam masyarakat dengan pencabutan bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) jika tidak memilih mereka. Ancaman semacam ini menciptakan ketakutan dan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat yang seharusnya merasa aman dan terlindungi oleh program-program sosial tersebut.

Alween Ong, yang dikenal sebagai sosok yang sukses di dunia wirausaha dan telah meraih berbagai penghargaan tingkat nasional dan internasional, menyikapi isu ini dengan bijaksana. “Seorang caleg tidak memiliki kewenangan untuk mematikan atau menghapuskan bansos yang seharusnya menjadi hak setiap individu. Praktik ancaman semacam itu adalah bentuk manipulasi yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi,” ujar Alween Ong.

Dalam konteks pembahasan ini, lanjutnya, penting untuk memahami peran anggota dewan, khususnya anggota DPR RI, dalam mengelola dan mengawasi program-program bansos. Anggota DPR RI memiliki tupoksi yang diatur oleh undang-undang, dan salah satu fungsinya adalah bekerja melalui komisi-komisi yang berfokus pada berbagai aspek pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

“Anggota dewan tidak memiliki kapasitas untuk secara langsung mengatur atau memutuskan pemberian bansos kepada individu atau kelompok tertentu,” tegasnya lagi.

Menurutynya, DPR RI memiliki berbagai komisi, seperti Komisi I yang menangani pertahanan dan luar negeri, Komisi II yang menangani dalam negeri, Komisi III yang berfokus pada hukum dan hak asasi manusia, dan begitu seterusnya. “Masing-masing komisi memiliki tanggung jawabnya sendiri, dan pengaturan bantuan sosial tidak termasuk dalam wewenang mereka. Ini berarti bahwa setiap ancaman dari caleg terkait dengan pencabutan bansos hanyalah retorika tanpa dasar nyata,” tuturnya.

Alween Ong berpendapat bahwa pendidikan kepada masyarakat sangat penting dalam menanggapi isu semacam ini. Masyarakat perlu memahami hak dan kewajibannya dalam konteks pemilihan umum, serta memahami peran dan fungsi anggota dewan. Edukasi ini dapat menjadi benteng pertahanan terhadap upaya manipulasi dan intimidasi oleh caleg yang tidak bertanggung jawab.

“Seharusnya, caleg menggunakan kampanye mereka sebagai sarana untuk menyampaikan visi, misi, dan rencana kerja mereka sebagai wakil rakyat. Ancaman dan intimidasi hanya menciptakan lingkungan politik yang tidak sehat dan merugikan, serta dapat membahayakan integritas proses demokrasi,” kata dia.

Dalam konteks ini, Alween Ong memberikan tips kepada masyarakat dalam memilih caleg. Jika calon tersebut adalah anggota dewan incumben, maka masyarakat seharusnya menilai kinerjanya selama masa jabatannya. “Evaluasi kinerja dapat mencakup sejauh mana anggota dewan tersebut berhasil mewujudkan janji-janji kampanye, bagaimana partisipasinya dalam pembuatan undang-undang, serta seberapa efektifnya dia dalam memperjuangkan kepentingan konstituennya,” beber Alween Ong.

Sementara itu, jika calon tersebut adalah caleg baru, kata Alween Ong, maka trackrecordnya menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pengalaman, kompetensi, dan dedikasi terhadap pelayanan masyarakat adalah faktor-faktor penting yang harus dievaluasi oleh pemilih. “Memilih caleg bukanlah sekadar melihat popularitas atau jaringan politiknya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk mewakili suara dan kebutuhan masyarakat,” bilang Alween Ong.

Dalam menyikapi maraknya ancaman dari caleg terkait dengan bansos, Alween Ong mendorong masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas dan kritis. “Jangan terjebak oleh janji-janji yang tidak realistis atau intimidasi politik yang tidak bertanggung jawab. Pemilih harus menuntut pertanggungjawaban dari calon-calon yang mencoba memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” imbau Alween Ong.

Dia meminta, lembaga pemilihan umum, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama dalam menciptakan pemilihan umum yang bersih, jujur, dan bermartabat.

“Fenomena ancaman terhadap bansos oleh caleg harus menjadi panggilan bagi semua pihak terkait. Tindakan preventif dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik yang merugikan demokrasi harus menjadi prioritas agar proses pemilihan umum dapat berlangsung dengan adil dan transparan,” pungkas Alween Ong. (ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/