25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

KPU Sumut Sebut Sirekap Hanya Sebagai Keterbukaan Publik, Bukan Acuan Perhitungan Suara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara memberikan penjelasan, bahwa Sirekap yang menyajikan data rekapitulasi di website KPU RI, tidak menjadi acuan dalam penghitungan suara di Pemilu 2024. Baik Pemulihan Presiden (Pilpres) hingga Pemilihan Legislatif (Pileg).

Ketua KPU Sumut, Agus Arifin mengatakan hasil rekapitulasi sebagai wujud keterbukaan publik kepada masyarakat saja.

“Aplikasi Sirekap ini, cuma alat bantu yang bisa digunakan masyarakat dan peserta pemilu terhadap keterbukaan publik. Hanya alat bantu yang dibuat oleh KPU. Dengan tujuan untuk mengetahui perolehan suara sementara,” jelas Agus.

Agus mengungkapkan bahwa rekapitulasi secara resmi, hasil penghitungan suara manual berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), kemudian melanjutkan ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

“Kalau penghitungan resmi, rekapitulasi secara manual, dan berjenjang. Nanti akan dibuat sesuai dengan formulir berita acara. Sedangkan dilakukan rekapitulasi di tingkat PPK atau Kecamatan sampai tanggal 2 Maret 2024,” kata Agus.

Selanjutnya, Agus mengatakan hasil penghitungan suara atau rekapitulasi akan ditetapkan berjenjang dari PPK ke KPU Kabupaten/Kota, lalu KPU Provinsi.

“Ini masih berlangsung, termasuk dilakukan rekapitulasi secara berjenjang. Baru dari rekapitulasi ke KPU Kabupaten/Kota ke KPU Provinsi. Jadi, Sirekap bukan penentu penghitungan suara,” tandas Agus.

Terpisah, Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat dan Data Informasi Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu menjelaskan bahwa Sirekap tidak bisa digunakan sebagai pembanding dalam penghitungan atau rekapitulasi suara pada Pemilu 2024.

“Dari hasil temuan kita lapangan. Maksimal setiap TPS itu, DPT 250 pemilih. Sedangkan, Sirekap hasil suaranya, 500 sampai 600 suara,” ucap Saut saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Saut mengungkapkan harus KPU menghentikan Sirekap tersebut, karena akan membuat polemik di tengah masyarakat saja. Karena, Sirekap tidak sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang ada.

“Bukan tidak bisa dihentikan, tapi kami tidak menganggap Sirekap dan secara undang-undang. Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan adalah penghitungan suara mengacu C1 hasil,” pungkas Saut. (gus/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara memberikan penjelasan, bahwa Sirekap yang menyajikan data rekapitulasi di website KPU RI, tidak menjadi acuan dalam penghitungan suara di Pemilu 2024. Baik Pemulihan Presiden (Pilpres) hingga Pemilihan Legislatif (Pileg).

Ketua KPU Sumut, Agus Arifin mengatakan hasil rekapitulasi sebagai wujud keterbukaan publik kepada masyarakat saja.

“Aplikasi Sirekap ini, cuma alat bantu yang bisa digunakan masyarakat dan peserta pemilu terhadap keterbukaan publik. Hanya alat bantu yang dibuat oleh KPU. Dengan tujuan untuk mengetahui perolehan suara sementara,” jelas Agus.

Agus mengungkapkan bahwa rekapitulasi secara resmi, hasil penghitungan suara manual berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), kemudian melanjutkan ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

“Kalau penghitungan resmi, rekapitulasi secara manual, dan berjenjang. Nanti akan dibuat sesuai dengan formulir berita acara. Sedangkan dilakukan rekapitulasi di tingkat PPK atau Kecamatan sampai tanggal 2 Maret 2024,” kata Agus.

Selanjutnya, Agus mengatakan hasil penghitungan suara atau rekapitulasi akan ditetapkan berjenjang dari PPK ke KPU Kabupaten/Kota, lalu KPU Provinsi.

“Ini masih berlangsung, termasuk dilakukan rekapitulasi secara berjenjang. Baru dari rekapitulasi ke KPU Kabupaten/Kota ke KPU Provinsi. Jadi, Sirekap bukan penentu penghitungan suara,” tandas Agus.

Terpisah, Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat dan Data Informasi Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu menjelaskan bahwa Sirekap tidak bisa digunakan sebagai pembanding dalam penghitungan atau rekapitulasi suara pada Pemilu 2024.

“Dari hasil temuan kita lapangan. Maksimal setiap TPS itu, DPT 250 pemilih. Sedangkan, Sirekap hasil suaranya, 500 sampai 600 suara,” ucap Saut saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Saut mengungkapkan harus KPU menghentikan Sirekap tersebut, karena akan membuat polemik di tengah masyarakat saja. Karena, Sirekap tidak sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang ada.

“Bukan tidak bisa dihentikan, tapi kami tidak menganggap Sirekap dan secara undang-undang. Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan adalah penghitungan suara mengacu C1 hasil,” pungkas Saut. (gus/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/