MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) mencatat, hingga awal November 2020 menerima 512 laporan terkait pelaksanaan tahapan Pilkada serentak 2020. Dimana, Sumatera Utara (Sumut) menduduki peringkat pertama laporan terbanyak se-Indonesia.
Ketua DKPP, Prof Muhammad mengatakan, Sumut juga menempati rangking satu penyelenggara pemilu dijatuhkan sanksi. “By data Sumut tertinggi laporan, sekaligus tertinggi amar putusan. Berbanding lurus, terbanyak laporannya sampai periode awal November 2020 ini. Sumut rangking 1 laporan dan rangking 1 teradu diberikan sanksi DKPP,” kata Prof Muhammad kepada wartawan di Kota Medan, Jumat (20/11) malam.
Sayang, dia tidak merincikan secara detail berapa jumlah laporan tersebut, Namun menurutnya, angka tersebut akan terus bertambah hingga 9 Desember 2020 dan pasca penetapan pasangan calon terpilih. “Semakin puncak tahapan, semakin banyak laporan. Itu sudah memati-matikan politiknya seperti itu. Bawaslu seperti itu juga,” kata Muhammad.
Selain itu, ia menjelaskan Mahkamah Konsitutisi (MK) mengalami yang sama. Banyak menerima laporan atau gugatan dari peserta Pilkada serentak 2020 untuk diajukan dan diadili. Muhammad mengatakan hal itu dikarenakan semakin banyak juga kepentingan. “Kalau Pilkada 2020, laporan saja. Sudah mengalahkan tren Pilkada sebelumnya. Kita saja sebelum Pilkada 512 laporan. Tahun 2020, se-Indonesia. Sumut ada di dalamnya,” tutur Prof. Muhammad.
Dengan tingginya laporan diterima oleh DKPP, Prof Muhammad melihat dari dua sisi. Pertama, bahwa banyak masalah di Sumut ini, sehingga dilaporkan berulang-ulang KPU dan Bawaslu.”Tahapan pencalonan hingga di Komisi II DPR RI, juga dibahas,” katanya.
Sedangkan, kedua dari sisi positifnya. Muhammad mengatakan, tinggi laporan di Sumut terhadap penyelenggara pemilu. Bahwa orang di Sumut ini, tidak tinggal diam, kalau ada masalah. “Kita bisa melihat dua sisa dan jangan dihadapkan. Kemudian, jangan kecil hati dari rangking 1 itu. Kita lihat sisi baiknya, karena kepedulian pemilu di Sumut sangat tinggi dari pada daerah lainnya. Tidak diam, kalau ada masalah,” tegasnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan kepada penyelenggara Pilkada 2020, untuk melaksanakan tugas secara profesional. Jangan bekerja dan memutuskan berdasarkan tekan dan pesanan. Apalagi menurutnya, pelanggaran terbesar adalah kemandirian. Karena, oknum komisioner KPU sering mendapatkan tekan dan pesanan dari orang tertentu untuk mengubah keputusan sebenarnya.
“Dia sulit menghindari tekanan. Karena apa? Yang menelpon si ini, si itu, ketua partai x. Harusnya kita memutuskan A. Karena ada tekanan, jadi B. Pesanan, bagaimana cukup (peroleh suaranya) atau tambah. Itu saya bicara data DKPP,” pungkasnya. (gus)