Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif hendaknya bukan menjadi penggembira, tetapi bagaimana perannya mampu mengubah perpolitikan di Indonesia dengan melahirkan program-program kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan.
HARAPAN itu disampaikan Kabag Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Anak dan KB Setda Provsu, Emmy Suryana Lubis pada seminar sehari ‘Keterwakilan dan Pemberdayaan Perempuan Menghadapi Pemilu 2014’ yang digelar PW Angkatan Puteri Al Washliyah (APA) Sumut bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara, di aula PW aAl Washliyah Sumut, Rabu (24/7).
Seminar tersebut dihadiri Kabid Politik Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara, Achmad Firdaus Hutasuhut, ratusan peserta dari OKP perempuan, APA Kabupaten/kota, dan BKMT.“Jumlah perempuan sangat signifikan dan perempuan lebih terhormat bukan sebagai penggembira atau memenuhi persyaratan pencalonan di parpol,” jelasnya.
Dikatakan, dengan hadirnya perempuan maka isu-isu kesejahteraan dan kemiskinan keluarga bisa terangkat. Sebab, perempuan yang memahami persoalan tersebut bila dibandingkan laki-laki. “Perempuan harus berjuang karena perempuan dapat melakukan perubahan yang baik,” ujarnya.
Emmy menyebutkan, politik bukan suatu kebutuhan. Akan tetapi banyak persoalan-persoalan perempuan yang belum teratasi, mulai persoalan pelecehan seksual, pendidikan serta kesejahteraan. “Maka itu partisipasi perempuan di pemilu 2014 harus terpenuhi 30 persen. Untuk memenuhinya, perempuan harus aktif di parpol. Kehadiran perempuan sebagai pengubah legislative yang selama ini didominasi kaum pria,” katanya.
Anggota KPU Sumut, Nurlela Djohan dalam pemaparannya mengatakan, keterwakilan perempuan di legislative khususnya di Sumatera Utara sangat minim. Misalnya di DPRD Sumut, dari 100 orang anggota DPRD hanya 11 orang perempuan dan DPRD Medan dari 50 orang anggotanya hanya 5 orang perempuan.
Disebutkannya, pemilu memberi dampak positif bagi pemberdayaan perempuan terwakilannya di lembaga legislatif. Karena banyak persoalan perempuan. “Tidak ada beda laki-laki dengan perempuan. Semua punya hak. Sebenarnya aspirasi perempuan hanya perempuan yang mengetahui,” katanya.
Sementara Ketua Angkatan Puteri Al Washliyah (APA) Sumut, Siti Mariam Sahar SAg menyebutkan, undang-undang No 8 tahun 2008 tentang keterwakilan 30 persen perempuan harus benar diberlakukan bukan sebagai symbol.
“Berdasarkan pengalaman yang sebelumnya, apabila perempuan memeroleh suara terbanyak dan dapat jatah satu kursi sesuai aturan yang ada, apakah nomor urut pertama yang diketahui pimpinan parpol bisa melepaskan atau menerima begitu saja. Itu yang kita ragukan akan terjadi di pemilu 2014 ini perempuan hanya sebagai simbol,” tegasnya.
APA Sumut meminta KPU supaya UU No 8 tahun 2008 diterapkan jangan hanya sebatas sebagai simbol. “Kita khawatir 2014 pemilih berkurang karena banyak yang kecewa. APA sendiri tidak mau menjadi salah satu caleg walaupun kita telah dipinang oleh salah satu parpol,” sebutnya.
Kabid Politik Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara, Achmad Firdaus Hutasuhut menyebutkan, parpol jangan sekadar memasukkan perempuan untuk memenuhi suara. (ila)