28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Penghargaan Berawal dari Konsistensi

Bank Sumut Bawa Perempuan Jadi Pengusaha

Masih ingat perayaan ulang tahun ke-50 Bank Sumut di JW Marriott Hotel Medan, pada 4 November lalu? Ketika itu Bank Sumut mendapat kado istimewa dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Bank Pembangunan Daerah (BPD) itu dianugerahi rekor sebagai bank umum pertama yang konsisten memberdayakan perempuan melalui kredit mikro secara langsung dengan sistem kelompok tanpa agunan.

Hal tersebut berawal dari Program Kredit Sumut Sejahtera (KSS), yang dimiliki Bank Sumut sejak 2008 lalu. Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Manejer MURI Jusuf Ngadri pada perayaan dalam tema ‘Malam Pesona 50 Tahun Bank Sumut’ itu.

Pertimbangan penilaian yang dilakukan pihak MURI terhadap program tersebut, dikarenakan jumlah debiturnya telah mencapai hampir 60 ribu di seluruh kabupaten/kota di Sumut. Penilaiannya dilakukan beberapa bulan terakhir dengan mengumpulkan seluruh informasi dari Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) maupun dari sumber lainnya.
Sebelumnya, pada 21 Juli lalu di Jakarta, Bank Sumut meraih penghargaan Rekor Bisnis Indonesia (ReBi) sebagai bank umum pertama di Indonesia yang menyalurkan kredit usaha mikro tanpa agunan bagi kaum perempuan marginal prasejahtera dengan pola Gremeen Bank. Penghargaan tersebut berasal dari TERA Foundation yang bekerjasama dengan media Nasional.

Atas anugerah tersebut Dirut Bank Sumut Gus Irawan Pasaribu menuturkan, program yang dilakukan melalui Skim KSS semata bertujuan untuk memberdayakan kaum perempuan marginal, yang turut berkontribusi bagi kesejahteraan keluarga. Meskipun tidak pernah berharap diberi penghargaan, namun Gus Irawan merasa terharu dan bangga menerima pengakuan atas prestasi yang diraih perusahaannya. “Penghargaan-penghargaan yang diraih Bank Sumut ini merupakan kemenangan bagi masyarakat Sumut, karena Bank Sumut adalah banknya orang Sumut,” ungkapnya.
Begitu pula yang dialami Siti Zuraida (34), dengan konsistensi yang dipegang teguh olehnya, kini bersama suaminya, ibu beranak tiga ini menggeluti bisnis batubata dengan omzet Rp5,8 juta per minggu dengan keuntungan per minggu sekitar Rp2,9 juta.

Di pekarangan rumahnya Kampung Songo, Kelurahan Danau Balai, Rantau Selatan, Labuhan Batu, dia membuktikan tak selamanya modal kecil menutup peluang untuk bisa mengembangkan industri rumah tangga lebih maju.
Awalnya, pasangan suami istri itu sedikit kesulitan menerima order secara berkelanjutan karena keterbatasan modal membeli bahan baku tanah. Untuk mesin pelumat tanah pun terpaksa menyewa dari orang lain.

Konsisten dengan usahanya, akhirnya di awal 2010 lalu, dia dan temannya sesama kaumnya membentuk kelompok lebih dari 20 anggota. Masing-masing mendapat pinjaman awal Rp1 juta. “Pinjaman pertama saya gunakan menambah modal membeli bahan baku batubata sehingga saya tidak lagi menunggu terjualnya batubata agar mendapatkan bahan baku yang baru,” jelasnya.

Zuraida mengaku menerima manfaat besar dari program KSS Bank Sumut ini. “Saya merasakan banyak perubahan. Pertama saya tak lagi menunggu stok bahan baku sehingga omzet lebih cepat naik dan sekarang saya memiliki mesin sendiri,” tuturnya.

Awalnya produksi terhambat karena banyaknya orang yang mengantri untuk menyewa mesin, sehingga keuntungan  lebih kecil akibat biaya sewa sebesar Rp20 per batubata. “Sebelum saya bergabung di program KSS, saya memproduksi antara 14 ribu hingga 28 ribu batubata per bulan. Kini saya produksi batubata 28 ribu sampai 56 ribu per bulan,” ujarnya.(saz)

Bank Sumut Bawa Perempuan Jadi Pengusaha

Masih ingat perayaan ulang tahun ke-50 Bank Sumut di JW Marriott Hotel Medan, pada 4 November lalu? Ketika itu Bank Sumut mendapat kado istimewa dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Bank Pembangunan Daerah (BPD) itu dianugerahi rekor sebagai bank umum pertama yang konsisten memberdayakan perempuan melalui kredit mikro secara langsung dengan sistem kelompok tanpa agunan.

Hal tersebut berawal dari Program Kredit Sumut Sejahtera (KSS), yang dimiliki Bank Sumut sejak 2008 lalu. Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Manejer MURI Jusuf Ngadri pada perayaan dalam tema ‘Malam Pesona 50 Tahun Bank Sumut’ itu.

Pertimbangan penilaian yang dilakukan pihak MURI terhadap program tersebut, dikarenakan jumlah debiturnya telah mencapai hampir 60 ribu di seluruh kabupaten/kota di Sumut. Penilaiannya dilakukan beberapa bulan terakhir dengan mengumpulkan seluruh informasi dari Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) maupun dari sumber lainnya.
Sebelumnya, pada 21 Juli lalu di Jakarta, Bank Sumut meraih penghargaan Rekor Bisnis Indonesia (ReBi) sebagai bank umum pertama di Indonesia yang menyalurkan kredit usaha mikro tanpa agunan bagi kaum perempuan marginal prasejahtera dengan pola Gremeen Bank. Penghargaan tersebut berasal dari TERA Foundation yang bekerjasama dengan media Nasional.

Atas anugerah tersebut Dirut Bank Sumut Gus Irawan Pasaribu menuturkan, program yang dilakukan melalui Skim KSS semata bertujuan untuk memberdayakan kaum perempuan marginal, yang turut berkontribusi bagi kesejahteraan keluarga. Meskipun tidak pernah berharap diberi penghargaan, namun Gus Irawan merasa terharu dan bangga menerima pengakuan atas prestasi yang diraih perusahaannya. “Penghargaan-penghargaan yang diraih Bank Sumut ini merupakan kemenangan bagi masyarakat Sumut, karena Bank Sumut adalah banknya orang Sumut,” ungkapnya.
Begitu pula yang dialami Siti Zuraida (34), dengan konsistensi yang dipegang teguh olehnya, kini bersama suaminya, ibu beranak tiga ini menggeluti bisnis batubata dengan omzet Rp5,8 juta per minggu dengan keuntungan per minggu sekitar Rp2,9 juta.

Di pekarangan rumahnya Kampung Songo, Kelurahan Danau Balai, Rantau Selatan, Labuhan Batu, dia membuktikan tak selamanya modal kecil menutup peluang untuk bisa mengembangkan industri rumah tangga lebih maju.
Awalnya, pasangan suami istri itu sedikit kesulitan menerima order secara berkelanjutan karena keterbatasan modal membeli bahan baku tanah. Untuk mesin pelumat tanah pun terpaksa menyewa dari orang lain.

Konsisten dengan usahanya, akhirnya di awal 2010 lalu, dia dan temannya sesama kaumnya membentuk kelompok lebih dari 20 anggota. Masing-masing mendapat pinjaman awal Rp1 juta. “Pinjaman pertama saya gunakan menambah modal membeli bahan baku batubata sehingga saya tidak lagi menunggu terjualnya batubata agar mendapatkan bahan baku yang baru,” jelasnya.

Zuraida mengaku menerima manfaat besar dari program KSS Bank Sumut ini. “Saya merasakan banyak perubahan. Pertama saya tak lagi menunggu stok bahan baku sehingga omzet lebih cepat naik dan sekarang saya memiliki mesin sendiri,” tuturnya.

Awalnya produksi terhambat karena banyaknya orang yang mengantri untuk menyewa mesin, sehingga keuntungan  lebih kecil akibat biaya sewa sebesar Rp20 per batubata. “Sebelum saya bergabung di program KSS, saya memproduksi antara 14 ribu hingga 28 ribu batubata per bulan. Kini saya produksi batubata 28 ribu sampai 56 ribu per bulan,” ujarnya.(saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/