30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Mediasi Konflik Sebagai Jihad Kebangsaan

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan Prof Dr Syahrin Harahap MA mengatakan, upaya mediasi suatu konflik sebagai jihad kebangsaan. Hal ini disampaikan Syahrin yang juga Peniliti FKUB Kota Medan pada acara Fasilitasi dan Mediasi Konflik Antar-Kelompok Masyarakat di Hotel Grand Antares, Selasa (25/10). Kegiatan ini dilaksanakan Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kebangpolinmas) Kota Medan.

‘’Konflik adalah keretakan, perselisihan, percekcokan, pertentangan, perbedaan kepentingan, pertentangan lahir dan bathin antara seseorang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain, satu profesi dengan profesi lain, satu etnis dengan etnis lain, satu wilayah dengan wilayah lain dan lain-lain sebagainya,’’ katanya.

Ia mengatakan, menghindari dan mencegah konflik dapat menguatkan kohesi sosial, harmoni dan kondusifitas kehidupan sebagai modal sosial sehingga menghindari konflik sosial merupakan jihad kebangsaan.

Syahrin mengutarakan, konflik pada dasarnya tidak bersumber dari agama dan adat istiadat. Sebab agama dan adat istiadat didasarkan pada fitrah dan suara hati nurani manusia. ‘’Oleh karenanya orang atau kelompok yang sedang terlibat konflik, keduanya atau salah satunya memahami ajaran agama dan adat istiadat secara rigidtdan literalis, bahkan melanggar ajaran agama dan keharusan adat istiadatnya, terang dia.

Mantan Rektor Univa ini mengatakan, konflik dikalangan penganut agama bisa terjadi karena pemahaman yang rigit dan litaralis terahadap agama. Demikian pula dengan perbedaan kepentingan, pengaruh kepentingan di luar agama, materialisme dan pragmatisme serta konstruksi musuh yang tidak jelas.

Syahrin menjelaskan konflik antarpenganut agama dapat mengakibatkan disharmoni dan ketegangan pribadi, erosi wawasan kebangsaan, memudarnya ketahanan nasional dan imperialisme kontemporer serta terhalangnya masuk investasi pembangunan.

‘’Pemuka agama selain sebagai pemimpin non formal juga dalah mediator konflik. Mediasi dapat dilakukan karena pemuka agama adalah pemimpin, panutan, dan pengayom masyarakat,’’ katanya.
Untuk memediasi konflik, lanjut dia, internalisasi pemahaman agama yang moderat, deradikalisasi pemahaman agama dan keagamaan dan mendorong pemerintah dan para pengusaha agar membangun pemukiman dan strategi tata ruang yang berwawasan kerukunan. Disamping itu, Syahrin mengatakan, memberi teladan dalam prilaku moderat, mendamaikan mereka yang terlibat konflik serta menjelaskan manfaat harmonitas bagi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. (*/rel)

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan Prof Dr Syahrin Harahap MA mengatakan, upaya mediasi suatu konflik sebagai jihad kebangsaan. Hal ini disampaikan Syahrin yang juga Peniliti FKUB Kota Medan pada acara Fasilitasi dan Mediasi Konflik Antar-Kelompok Masyarakat di Hotel Grand Antares, Selasa (25/10). Kegiatan ini dilaksanakan Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kebangpolinmas) Kota Medan.

‘’Konflik adalah keretakan, perselisihan, percekcokan, pertentangan, perbedaan kepentingan, pertentangan lahir dan bathin antara seseorang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain, satu profesi dengan profesi lain, satu etnis dengan etnis lain, satu wilayah dengan wilayah lain dan lain-lain sebagainya,’’ katanya.

Ia mengatakan, menghindari dan mencegah konflik dapat menguatkan kohesi sosial, harmoni dan kondusifitas kehidupan sebagai modal sosial sehingga menghindari konflik sosial merupakan jihad kebangsaan.

Syahrin mengutarakan, konflik pada dasarnya tidak bersumber dari agama dan adat istiadat. Sebab agama dan adat istiadat didasarkan pada fitrah dan suara hati nurani manusia. ‘’Oleh karenanya orang atau kelompok yang sedang terlibat konflik, keduanya atau salah satunya memahami ajaran agama dan adat istiadat secara rigidtdan literalis, bahkan melanggar ajaran agama dan keharusan adat istiadatnya, terang dia.

Mantan Rektor Univa ini mengatakan, konflik dikalangan penganut agama bisa terjadi karena pemahaman yang rigit dan litaralis terahadap agama. Demikian pula dengan perbedaan kepentingan, pengaruh kepentingan di luar agama, materialisme dan pragmatisme serta konstruksi musuh yang tidak jelas.

Syahrin menjelaskan konflik antarpenganut agama dapat mengakibatkan disharmoni dan ketegangan pribadi, erosi wawasan kebangsaan, memudarnya ketahanan nasional dan imperialisme kontemporer serta terhalangnya masuk investasi pembangunan.

‘’Pemuka agama selain sebagai pemimpin non formal juga dalah mediator konflik. Mediasi dapat dilakukan karena pemuka agama adalah pemimpin, panutan, dan pengayom masyarakat,’’ katanya.
Untuk memediasi konflik, lanjut dia, internalisasi pemahaman agama yang moderat, deradikalisasi pemahaman agama dan keagamaan dan mendorong pemerintah dan para pengusaha agar membangun pemukiman dan strategi tata ruang yang berwawasan kerukunan. Disamping itu, Syahrin mengatakan, memberi teladan dalam prilaku moderat, mendamaikan mereka yang terlibat konflik serta menjelaskan manfaat harmonitas bagi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. (*/rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/