27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Kuncinya Ada Pada Diri Sendiri

Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si, Alumni UHN Pertama Bergelar Profesor

Punya visi jelas serta disiplin pada diri sendiri menjadi kunci sukses Monang Sitorus menjalani hidup. Siapa Profesor Monang dan bagaimana kiprahnya?

Monang Sitorus mencatatkan sejarah di almamaternya Universitas HKBP Nommensen (UHN). Staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) ini meraih gelar profesor pertama sebagai ‘produk’ asli UHN, salah satu kampus tertua di Pulau Sumatera.

Predikat guru besar didapat hanya tiga bulan setelah diwisuda sebagai doktor administrasi dari Universitas Padjajaran Bandung, Februari 2010.
”Ada beberapa guru besar yang dipunyai Nommensen. Dan benar, baru saya staf pengajar dari alumni yang menjadi professor,” ucapnya menjawab Sumut Pos saat bertandang ke kantornya, Kamis (29/3) lalu.
Pengakuan dari pemerintah atas Professor Monang dituangkan dalam surat bernomor 44335/A.4.5./KP/2010 tertanggal 31 Mei 2012. SK itu ditandatangani Mendiknas, Mohammad Nuh.

Profesor Monang kemudian membeberkan beberapa persyaratan yang dimilikinya untuk menjadi guru besar. “Kum saya sudah seribu waktu itu, sementara syarat menjadi professor cuma 750,” ujar Pembantu Dekan II di Fisipol UHN ini.
Tak heran, pengujian guru besar di Kopertis Wilayah I dan di Kemendiknas bisa dilaluinya tanpa banyak kendala. “Usai ujian di Kopertis, sorenya saya sudah tahu, saya lulus. Saya berhak diuji di tingkat nasional,” ujar suami Betty Br Simatupang ini.

Berita acara pengujian di Kopertis I kemudian dikirim ke Jakarta untuk kembali diuji. “Tidak ada celah bagi panitia di Kemendiknas untuk memperlambat prosesnya. Semua lancar,” sebutnya menggambarkan perlunya persiapan yang matang.
Jauh-jauh hari, Monang memang mempersiapkan sejumlah persyaratan untuk menjadi seorang professor. Bekal sebagai penyunting di jurnal Warta Nommensen berpengaruh besar dalam tulisan yang dipublikasikan di berbagai media local, nasional dan internasional.

Apalagi Monang pernah memenangkan lomba tulis ilmiah dan sejumlah kegiatan akademik lain. Mantan Dekan Fisipol UHN ini pun menulis di The Journal of Business Administration Online, Vol 5 No 1 tahun 2006. Di jurnal yang terakreditasi internasional itu, Monang mengangkat topik tentang tsunami dan dampaknya pada manajemen pemulihan administrasi.
“Supaya tulisan kita lebih mudah diterima dan dinaikkan di jurnal internasional, sebaiknya mencari topik yang sedang hangat,” sebutnya membeber trik menembus ketatnya persaingan menulis di jurnal ilmiah.
Semasa kuliah program doktoral, Monang pun merasa bersyukur bisa menjadi tenaga peneliti outsourcing di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selama 2 tahun. Waktu itu, rekannya sesama mahasiswa yang bekerja di LAN menginformasikan adanya lowongan di lembaga itu.

Peluang pantang dilewatkan. Monang mencoba dan diterima sebagai tenaga peneliti dan pengkaji administrasi di LAN.
Sambil menyelam minum air. Dari penelitian dan kajian administrasi yang melibatkan sangat banyak kabupaten/kota di Indonesia, Monang berkesempatan menyinggahi sejumlah daerah di Indonesia dan menulis kajian-kajiannya dalam tiga buku. Keseluruhan buku itu diterbitkan Unpad Press.

“Itulah enaknya bekerja di LAN. Saya berkesempatan keliling Indonesia, digaji dan hasilnya dituangkan dalam buku. Buku saya diakui secara akademik. Dan kumnya lumayan besar,” sebutnya.
Pada masa-masa itulah Monang dituntut bisa disiplin menggunakan waktu. Sebab, selain menjadi peneliti di LAN, ia harus memberikan perhatian pada studinya. “Karena itu, di tahun ketiga, saya memutuskan fokus pada pendidikan. Hasilnya, saya selesai dalam tiga tahun,” ucap penguji program doktoral di Unimed dan Universitas Terbuka (UT) ini.

Bersikap disiplin sudah menjadi kebiasaan putra Porsea kelahiran Tarutung ini. “Saya memang menanamkan sikap disiplin pada diri sendiri. Ya, kalau mau sukses memang harus punya visi pribadi, fokus dan disiplin pada diri sendiri,” paparnya.
Selain tekad kuat menghadapi setiap hambatan, Monang terang-terangan menyebut nama Prof. Dr. D.P. Tampubolon dan Prof. Dr. Amudi Pasaribu sebagai tokoh yang memberinya inspirasi menjadi guru besar.

“Yang penting jangan jadi sombong agar tetap banyak teman. Sekarang, saya bisa merasakan hasilnya. Dipercaya dari berbagai perguruan tinggi sebagai penguji ahli sidang pascasarjana,” ujarnya tersenyum.
Prof. Monang berharap pada para staf pengajar juniornya untuk punya visi pengembangan diri. Mengaplikasikan Tridharma perguruan tinggi secara utuh, tidak hanya sibuk mengajar. “Mengajar itu porsinya 40 persen, penelitian 40 persen dan 20 persen lagi pengabdian pada masyarakat serta mengikuti dan menjadi pemateri di seminar-seminar,” paparnya mengingatkan.

Monang mengaku prihatin dengan dosen yang hanya sibuk mengajar kesana-kemari demi mengejar materi. “Padahal kalau kita sebagai dosen melakukan penelitian, hasilnya jauh lebih besar dari jadi asdoling (Asosiasi Dosen Keliling, sebutan untuk para dosen yang mengajar di banyak kampus, red),” sebutnya lagi.

Disebutkannya, perhatian besar pemerintah pada pendidikan dan penelitian menjadi pintu masuk para dosen memenangkan hibah penelitian. “Nilainya lumayan. Pasti jauh lebih besar dari ang diperoleh sebagai asdoling. Saya sudah merasakan itu,” kata ayah dua putri dan seorang putra ini.

Di sisi lain, Prof. Monang mengaku, minimnya jurnal-jurnal ilmiah yang terakreditasi di Sumatera Utara dan di tingkat nasional menjadi kesulitan para dosen untuk menuangkan karya-karya ilmiahnya. Sementara peluang menembus jurnal ilmiah internasional sangat sulit, mengingat minimnya peluang.
“Satu jurnal ilmiah mungkin hanya bisa memuat sekitar 20-an artikel ilmiah dalam setahun. Memang peluang menembusnya jadi lebih sulit,” katanya memberi pembelaan.
Meski demikian, dia berharap akan semakin banyak para staf pengajar yang melakukan penelitian sekaligus memiliki visi menjadi profesor. Apalagi, UHN memiliki banyak doktor lulusan perguruan tinggi besar dari dalam maupun luar negeri. (tms)

Faktor Ekonomi tak Bisa Diabaikan

Perjalanan Monang Sitorus menjalani pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang paling tinggi pula yang mengajarkannya untuk bisa terus berjuang.
“Saya anak guru SD di Porsea dan hidup pas-pasan. Saya masih ingat, ayah mengajar di kelas 4 dan diupah dengan 4 takkar (mug) beras per bulannya. Uang sekolah pun dibayar pake beras. Itulah kondisi waktu itu,” kenang Prof. Monang.
Perjalanan Monang Sitorus memang penuh warna. Sejak tingkat sekolah dasar hingga jenjang paling tinggi dan akhirnya diterima mengajar di almamaternya, UHN. Desakan ekonomi tak mampu menghadangnya untuk terus meningkatkan pendidikan dan kapasitas pribadi. yang paling berkesan, saat studi program doktor administrasi di Unpad.

“Waktu itu, kami benar-benar diuji. Anak sulung saya kuliah di Jakarta, dua lainnya di Medan bersama ibunya. Istri saya hanya ibu rumah tangga. Jadi saya harus memikirkan kuliah sekaligus biaya kami yang tersebar di tiga tempat,” ujarnya.
Tetapi semua kendala ekonomi bisa dihadapi. “Saya berpandangan, kesuksesan itu dilihat dari kemampuan kita lepas dari berbagai kesulitan. Bukan semata karena fasilitas,” ujar  pria yang sebentar lagi menimang cucu ini.(tms)

DATA DIRI

Nama Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si
Lahir Tarutung, 9 April 1961
Istri Betty br Simatupang
Anak 1. Aida Sitorus, istri dari Maruli Sitorus
2. Andika Maruli Sitorus (FK UHN angkatan 2009)
3. Ayu Siska (FE Akuntansi USU angkatan 2010)
Alamat Jalan Karya Rakyat, Perumahan Nommensen No. 33 B

KARIR

1989 Terdaftar sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UHN.
1992-1993 Pembantu Dekan II FISIP UHN bidang kepegawaian.
1995-1999 Ketua penyunting majalah kampus Warta Nommensen.
1998-200, 2004-2006, 2010-2012 Anggota redaksi Jurnal Ilmiah.
1999-2001 Ketua Jurusan Administrasi Bisnis FISIP UHN.
2001-206 Ketua Senat UHN.
2011-2012 Ketua Gugus Jaminan Mutu (GJM) FISIP UHN.
2009-sekarang Tim Implementasi Sustainable Capacity Building for Decentralization (SCBD) Prokect Asia Development Bank Loan 1964-INO untuk Kabupaten Kediri, Tapanuli Tengah dan Karo.
Penguji program S-3 di Unimed dan Universitas Terbuka.

PRESTASI

1. Juara pertama lomba karya tulis ilmiah kerja sama LIPI, Kompas, Indosat dan Republika dan sejumlah piagam penghargaan lain.
2. Pernah menulis di surat kabar nasional, surat kabar lokal di Jawa Barat dan sejumlah surat kabar lokal di Sumatera Utara.
3. Menulis di The Journal of Business Administration Online, jurnal internasional terakreditasi, Vol 5 No 1 tahun 2006Accredited AACSB International, Arkansas Tech University.
2006-2007: Outsourcing di PKP2A I-LAN Bandung dengan fokus kajian pelayanan publik di kabupaten/kota di Indonesia. Hasil kajian ditulis menjadi beberapa buku.

BUKU-BUKU

1. Kajian Kebijakan Good Local Governance (GLG) dalam Optimalisasi Pelayanan Publik: Suatu Evaluasi Implementasi Pelayanan Terpadu di Kabupaten/Kota di Indonesia. Diterbitan PKP2A I-LAN, ISBN, tahun 2007.
2. Perumusan Kebijakan Penetapan Indeks Pelayanan Publik bagi Kecamatan, diterbitkan PKP2A I-LAN, ISBN.
3. Manajemen Pelayanan Publik

PENDIDIKAN

1985 Sarjana Muda (BBA) dari Universitas HKBP Nommensen (UHN)
1986 Sarjana Administrasi Bisnis dari UHN
1995 Magister Administrasi Bisnis dari Universitas Padjajaran Bandung
2010 Doktor Ilmu Administrasi
2010 Menerima SK guru besar dari Mendiknas

Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si, Alumni UHN Pertama Bergelar Profesor

Punya visi jelas serta disiplin pada diri sendiri menjadi kunci sukses Monang Sitorus menjalani hidup. Siapa Profesor Monang dan bagaimana kiprahnya?

Monang Sitorus mencatatkan sejarah di almamaternya Universitas HKBP Nommensen (UHN). Staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) ini meraih gelar profesor pertama sebagai ‘produk’ asli UHN, salah satu kampus tertua di Pulau Sumatera.

Predikat guru besar didapat hanya tiga bulan setelah diwisuda sebagai doktor administrasi dari Universitas Padjajaran Bandung, Februari 2010.
”Ada beberapa guru besar yang dipunyai Nommensen. Dan benar, baru saya staf pengajar dari alumni yang menjadi professor,” ucapnya menjawab Sumut Pos saat bertandang ke kantornya, Kamis (29/3) lalu.
Pengakuan dari pemerintah atas Professor Monang dituangkan dalam surat bernomor 44335/A.4.5./KP/2010 tertanggal 31 Mei 2012. SK itu ditandatangani Mendiknas, Mohammad Nuh.

Profesor Monang kemudian membeberkan beberapa persyaratan yang dimilikinya untuk menjadi guru besar. “Kum saya sudah seribu waktu itu, sementara syarat menjadi professor cuma 750,” ujar Pembantu Dekan II di Fisipol UHN ini.
Tak heran, pengujian guru besar di Kopertis Wilayah I dan di Kemendiknas bisa dilaluinya tanpa banyak kendala. “Usai ujian di Kopertis, sorenya saya sudah tahu, saya lulus. Saya berhak diuji di tingkat nasional,” ujar suami Betty Br Simatupang ini.

Berita acara pengujian di Kopertis I kemudian dikirim ke Jakarta untuk kembali diuji. “Tidak ada celah bagi panitia di Kemendiknas untuk memperlambat prosesnya. Semua lancar,” sebutnya menggambarkan perlunya persiapan yang matang.
Jauh-jauh hari, Monang memang mempersiapkan sejumlah persyaratan untuk menjadi seorang professor. Bekal sebagai penyunting di jurnal Warta Nommensen berpengaruh besar dalam tulisan yang dipublikasikan di berbagai media local, nasional dan internasional.

Apalagi Monang pernah memenangkan lomba tulis ilmiah dan sejumlah kegiatan akademik lain. Mantan Dekan Fisipol UHN ini pun menulis di The Journal of Business Administration Online, Vol 5 No 1 tahun 2006. Di jurnal yang terakreditasi internasional itu, Monang mengangkat topik tentang tsunami dan dampaknya pada manajemen pemulihan administrasi.
“Supaya tulisan kita lebih mudah diterima dan dinaikkan di jurnal internasional, sebaiknya mencari topik yang sedang hangat,” sebutnya membeber trik menembus ketatnya persaingan menulis di jurnal ilmiah.
Semasa kuliah program doktoral, Monang pun merasa bersyukur bisa menjadi tenaga peneliti outsourcing di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selama 2 tahun. Waktu itu, rekannya sesama mahasiswa yang bekerja di LAN menginformasikan adanya lowongan di lembaga itu.

Peluang pantang dilewatkan. Monang mencoba dan diterima sebagai tenaga peneliti dan pengkaji administrasi di LAN.
Sambil menyelam minum air. Dari penelitian dan kajian administrasi yang melibatkan sangat banyak kabupaten/kota di Indonesia, Monang berkesempatan menyinggahi sejumlah daerah di Indonesia dan menulis kajian-kajiannya dalam tiga buku. Keseluruhan buku itu diterbitkan Unpad Press.

“Itulah enaknya bekerja di LAN. Saya berkesempatan keliling Indonesia, digaji dan hasilnya dituangkan dalam buku. Buku saya diakui secara akademik. Dan kumnya lumayan besar,” sebutnya.
Pada masa-masa itulah Monang dituntut bisa disiplin menggunakan waktu. Sebab, selain menjadi peneliti di LAN, ia harus memberikan perhatian pada studinya. “Karena itu, di tahun ketiga, saya memutuskan fokus pada pendidikan. Hasilnya, saya selesai dalam tiga tahun,” ucap penguji program doktoral di Unimed dan Universitas Terbuka (UT) ini.

Bersikap disiplin sudah menjadi kebiasaan putra Porsea kelahiran Tarutung ini. “Saya memang menanamkan sikap disiplin pada diri sendiri. Ya, kalau mau sukses memang harus punya visi pribadi, fokus dan disiplin pada diri sendiri,” paparnya.
Selain tekad kuat menghadapi setiap hambatan, Monang terang-terangan menyebut nama Prof. Dr. D.P. Tampubolon dan Prof. Dr. Amudi Pasaribu sebagai tokoh yang memberinya inspirasi menjadi guru besar.

“Yang penting jangan jadi sombong agar tetap banyak teman. Sekarang, saya bisa merasakan hasilnya. Dipercaya dari berbagai perguruan tinggi sebagai penguji ahli sidang pascasarjana,” ujarnya tersenyum.
Prof. Monang berharap pada para staf pengajar juniornya untuk punya visi pengembangan diri. Mengaplikasikan Tridharma perguruan tinggi secara utuh, tidak hanya sibuk mengajar. “Mengajar itu porsinya 40 persen, penelitian 40 persen dan 20 persen lagi pengabdian pada masyarakat serta mengikuti dan menjadi pemateri di seminar-seminar,” paparnya mengingatkan.

Monang mengaku prihatin dengan dosen yang hanya sibuk mengajar kesana-kemari demi mengejar materi. “Padahal kalau kita sebagai dosen melakukan penelitian, hasilnya jauh lebih besar dari jadi asdoling (Asosiasi Dosen Keliling, sebutan untuk para dosen yang mengajar di banyak kampus, red),” sebutnya lagi.

Disebutkannya, perhatian besar pemerintah pada pendidikan dan penelitian menjadi pintu masuk para dosen memenangkan hibah penelitian. “Nilainya lumayan. Pasti jauh lebih besar dari ang diperoleh sebagai asdoling. Saya sudah merasakan itu,” kata ayah dua putri dan seorang putra ini.

Di sisi lain, Prof. Monang mengaku, minimnya jurnal-jurnal ilmiah yang terakreditasi di Sumatera Utara dan di tingkat nasional menjadi kesulitan para dosen untuk menuangkan karya-karya ilmiahnya. Sementara peluang menembus jurnal ilmiah internasional sangat sulit, mengingat minimnya peluang.
“Satu jurnal ilmiah mungkin hanya bisa memuat sekitar 20-an artikel ilmiah dalam setahun. Memang peluang menembusnya jadi lebih sulit,” katanya memberi pembelaan.
Meski demikian, dia berharap akan semakin banyak para staf pengajar yang melakukan penelitian sekaligus memiliki visi menjadi profesor. Apalagi, UHN memiliki banyak doktor lulusan perguruan tinggi besar dari dalam maupun luar negeri. (tms)

Faktor Ekonomi tak Bisa Diabaikan

Perjalanan Monang Sitorus menjalani pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang paling tinggi pula yang mengajarkannya untuk bisa terus berjuang.
“Saya anak guru SD di Porsea dan hidup pas-pasan. Saya masih ingat, ayah mengajar di kelas 4 dan diupah dengan 4 takkar (mug) beras per bulannya. Uang sekolah pun dibayar pake beras. Itulah kondisi waktu itu,” kenang Prof. Monang.
Perjalanan Monang Sitorus memang penuh warna. Sejak tingkat sekolah dasar hingga jenjang paling tinggi dan akhirnya diterima mengajar di almamaternya, UHN. Desakan ekonomi tak mampu menghadangnya untuk terus meningkatkan pendidikan dan kapasitas pribadi. yang paling berkesan, saat studi program doktor administrasi di Unpad.

“Waktu itu, kami benar-benar diuji. Anak sulung saya kuliah di Jakarta, dua lainnya di Medan bersama ibunya. Istri saya hanya ibu rumah tangga. Jadi saya harus memikirkan kuliah sekaligus biaya kami yang tersebar di tiga tempat,” ujarnya.
Tetapi semua kendala ekonomi bisa dihadapi. “Saya berpandangan, kesuksesan itu dilihat dari kemampuan kita lepas dari berbagai kesulitan. Bukan semata karena fasilitas,” ujar  pria yang sebentar lagi menimang cucu ini.(tms)

DATA DIRI

Nama Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si
Lahir Tarutung, 9 April 1961
Istri Betty br Simatupang
Anak 1. Aida Sitorus, istri dari Maruli Sitorus
2. Andika Maruli Sitorus (FK UHN angkatan 2009)
3. Ayu Siska (FE Akuntansi USU angkatan 2010)
Alamat Jalan Karya Rakyat, Perumahan Nommensen No. 33 B

KARIR

1989 Terdaftar sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UHN.
1992-1993 Pembantu Dekan II FISIP UHN bidang kepegawaian.
1995-1999 Ketua penyunting majalah kampus Warta Nommensen.
1998-200, 2004-2006, 2010-2012 Anggota redaksi Jurnal Ilmiah.
1999-2001 Ketua Jurusan Administrasi Bisnis FISIP UHN.
2001-206 Ketua Senat UHN.
2011-2012 Ketua Gugus Jaminan Mutu (GJM) FISIP UHN.
2009-sekarang Tim Implementasi Sustainable Capacity Building for Decentralization (SCBD) Prokect Asia Development Bank Loan 1964-INO untuk Kabupaten Kediri, Tapanuli Tengah dan Karo.
Penguji program S-3 di Unimed dan Universitas Terbuka.

PRESTASI

1. Juara pertama lomba karya tulis ilmiah kerja sama LIPI, Kompas, Indosat dan Republika dan sejumlah piagam penghargaan lain.
2. Pernah menulis di surat kabar nasional, surat kabar lokal di Jawa Barat dan sejumlah surat kabar lokal di Sumatera Utara.
3. Menulis di The Journal of Business Administration Online, jurnal internasional terakreditasi, Vol 5 No 1 tahun 2006Accredited AACSB International, Arkansas Tech University.
2006-2007: Outsourcing di PKP2A I-LAN Bandung dengan fokus kajian pelayanan publik di kabupaten/kota di Indonesia. Hasil kajian ditulis menjadi beberapa buku.

BUKU-BUKU

1. Kajian Kebijakan Good Local Governance (GLG) dalam Optimalisasi Pelayanan Publik: Suatu Evaluasi Implementasi Pelayanan Terpadu di Kabupaten/Kota di Indonesia. Diterbitan PKP2A I-LAN, ISBN, tahun 2007.
2. Perumusan Kebijakan Penetapan Indeks Pelayanan Publik bagi Kecamatan, diterbitkan PKP2A I-LAN, ISBN.
3. Manajemen Pelayanan Publik

PENDIDIKAN

1985 Sarjana Muda (BBA) dari Universitas HKBP Nommensen (UHN)
1986 Sarjana Administrasi Bisnis dari UHN
1995 Magister Administrasi Bisnis dari Universitas Padjajaran Bandung
2010 Doktor Ilmu Administrasi
2010 Menerima SK guru besar dari Mendiknas

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/