28.9 C
Medan
Thursday, June 20, 2024

Saat Magang, Pernah Tak Makan Tiga Hari

Menjadi pengacara yang sukses tidaklah mudah. Berbagai tantangan dan hambatan harus bisa dilalui. Hal inilah yang dialami Agussyah Ramadani Damanik SH, pengacara yang membuka kantor advokat di Komplek Taman Setia Budi Indah (Tasbi) Medan ini. Kini, jam terbang Agussyah dalam menangani perkara khususnya di Sumatera Utara tidak diragukan lagi. Berbagai perkara ditanganinya mulai dari perkara tindak pidana umum hingga perkara sengketa hasil pemilukada. Dia terus membela kliennya demi mendapatkan hak-hak hukum atas perkara yang ditanganinya.

Agussyah Ramadani Damanik SH
Agussyah Ramadani Damanik SH

Meskipun sudah terkategori pengacara mandiri, namun Agussyah tidak segan-segan menerima saran dan bahkan belajar kepada advokat senior. Untuk mengetahui seperti apa perjalanan karir Agussyah Ramadani Damanik SH, berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Tomi Sanjaya Lubis dengan Agussyah Ramadani Damanik SH di Medan, Jumat (1/3).

Apa aktifitas Anda saat ini?

Saat ini saya masih konsentrasi di bidang advokat. Dimana, saya selalu melakukan pendampingan hukum terhadap klien yang membutuhkan bantuan.

Pendampingan hukum perkara apa yang selalu Anda tangani?

Akhir-akhir ini saya banyak menangani kasus hukum terhadap perkara pidana umum dan sengketa pilkada. Salah satunya adalah perkara keputusan hasil Pemilukada Padangsidimpuan. Jadi, sayalah yang ditunjuk sebagai kuasa hukum calon Wali Kota Padangsidimpuan Andar Amin pemenang pemilukada Padangsidimpuan. Lalu, perkara persoalan PAW DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Demokrat dan PDIP. Dalam kasus ini saya bertindak sebagai kuasa hukum dari KPUD Langkat. Di samping perkara-perkara tindak pidana umum lainnya.

Apa hasil penanganan sengketa pemilukada itu?

Ya, kalau untuk perkara Pemilukada Padangsidimpuan telah selesai. Hal ini ditandai dengan pengesahan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI). Namun, perkara anggota legislatif Kabupaten Langkat masih berlanjut hingga saat ini.

Apakah pengacara ini merupakan cita-cita Anda sejak kecil?

Benar. Saat saya kecil saya sudah bercita-cita jadi pengacara yang handal dan bisa membantu orang lain yang membutuhkan bantuan hukum. Soalnya saya merasa, jika membantu orang yang membutuhkan dan hasilnya juga baik maka hal ini menjadi kesenangan tersendiri.

Kenapa Anda memilih cita-cita menjadi pengacara bukan menjadi pengusaha?

Saya kan dulu dilahirkan di sebuah desa kecil di Kabupaten Batu Bara. Dimana, masa kecil saya waktu itu suram, dimana saat duduk di bangku  SMPN 1 Serbelawan Simalungun dan SMA Serbelawan saya melihat banyak masyarakat dari kampung yang tidak mengerti masalah hukum. Padahal hukum tidak memandang status sosial. Dari sinilah saya coba berpikir bagaiman suatu saat saya bisa menjadi pengacara dan membantu masyarakat yang kurang mampu.

Bagaimana perjalanan Anda hingga menjadi pengacara?

Menjaga kemulian profesi pengacara itu harus  memiliki 5 ciri dan karakter. Pertama, advokat itu harus memiliki tujuan yang lurus. Maksudanya tujuan lurus bagaimana dia mampu mewujudkan kebenaran dan keadilan itu tanpa mudah digoda dengan uang, wanita dan sebagainya serta segala sesuatu yang mengiurkan. Jadi pengacara harus murni menegakkan hukum. Di samping itu, aspek komersial tidak bisa dihilangkan begitu saja. Tapi harus seimbang dengan perkara yang ditangani.

Kedua, mengatur  emosi. Cara mengatur emosi ini adalah advokat itu jangan mau digerakkan oleh nafsu dan perasaannya, terutama dari pihak lain. Hingga akhirnya advokat itu  kehilangan kewibawaan dan tanggung jawabnya.

Ketiga bekerja sesuai hati nurani. Maksudnya di sini advokat itu harus semaksimal mungkin menjauhkan diri dari pemalsuan-pemalsuan, dendam dan iri hati kepada orang lain. Misalnya, melihat rekan sejawat sukses dari dia.

Keempat, paling penting advokat itu harus bertanggung jawab secara hukum dan moral terhadap kasus yang ditangai. Di atas kehendak hukum yang berlaku, bukan kehendak kliennya. Terkadang klien kita mau melenceng ke tindakan melawan hukum. Tapi haruslah kita sebagai advokat menegakkan hukum. Sebab pengacara itu tujuannya  bukan mencari kemenangan tapi mencari kebenaran. Kelima, advokat itu harus mampu menjadi agen pembaharuan dan pendidikan hukum kepada masyarakat. Maksudnya, advokat itu harus mampu memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang hukum. Supaya dia mampu mengantisipasi persoalan yang dihadapinya.  Artinya advokat itu harus mencerdaskan masyarakat.

Seperti apa perjuangan Anda sebagai pengacara?

Sejak saya menulis skripsi semester terakhir di Fakultas Hukum UISU tahun 2001, saat itu pulalah saya magang menjadi pengacara di LBH Medan. Waktu magang  saya belajar hukum dan mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat marginal. Masyarakat marginal itu seperti guru, petani, nelayan, masyarakat korban kebijakan penguasa dan pengusaha. Lalu, setelah tamat kuliah dari UISU pada tahun 2002, saya melanjutkan aktifitas sebagai aktifis.

Apakah saat magang di LBH Medan Anda mendapat gaji?

Saat saya bekerja di LBH Medan selama dua tahun yakni tahun 2001 hingga 2003 saya tidak pernah berpikir mendapatkan gaji.  Sebab, saat itu pikiran saya hanya ingin mengabdi. Namun, selama tidak menerima gaji itu, saya pun tinggal menumpang di rumah rekan saya yang juga berprofesi sebagai pengacara. Dia adalah Irwansyah Putra SH, MBA. Tentunya setelah saya menumpang hidup di rumah teman, lalu saya berpikir untuk mencari uang memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Adakah kesan Anda sejak magang menjadi pengacara?

Ada. Waktu itu saya pernah juga tidak makan selama tiga hari karena tidak ada uang. Saat itu saya masih hidup sendiri di Kota Medan hingga akhirnya saya menemukan teman seprofesi.  Karena tiga hari tak makan badan dan kepala jadi pusing. Sehingga, sampai tidur pun rasa lapar masih terasa. Nah, untuk menghilangkan rasa lapar itu, saya ikut kegiatan gotong royong dekat rumah kos  di Jalan Sisingamangaraja Gang Jati Medan. Usai gotong royong saya ditawari makan gratis.

Kenapa Anda tidak makan selama tiga hari?

Saat itu saya berkomitmen untuk menjaga image  dan bertekad ingin mandiri dan tidak mau lagi membebankan kedua orang tua di kampung. Tapi Alhamdulillah mulai tahun 2008  saya akhirnya membuka kantor advokat sendiri di Jalan Kiwi Medan. Kemudian berselang waktu satu tahun akhirnya saya pindah ke Jalan Setia Budi Komplek Taman Setia Budi Indah Medan. (*)

Bawa Keluarga ke Toko Buku

Menjadi pengacara tentunya banyak menyita waktu. Hal ini  akan berdampak pada intensitas berkumpul bersama keluarga. Namun tidak demikian dengan Agussyah. Pria kelahiran Tanjung Prapat, 17 Agustus 1979 ini masih menyempat waktu untuk berlibur bersama keluarga, minimal belanja buku di Toko Gramedia.

“Walaupun waktu saya sempit. Tapi saya sisihkan juga waktu bersama keluarga,” ujar Agussyah kepada wartawan Sumut Pos, Jumat (1/3).
Dilanjutkannya, kumpul bersama keluarga ini merupakan salah satu cara mewujudkan rumah tangga harmonis. Terlebih saat mengajak keluarga pergi ke toko buku, karena bisa menjadi sarana mendidik anak-anak untuk gemar membaca.  “Pokoknya sangat asyik sekali bersama keluarga,” katanya.
Saat ditanya komentar istri dengan profesi pengacara, Agussyah mengaku istrinya sangat mendukung profesi itu.

Untuk anak-anak sambung Agus, dia berharap kedepan ada juga yang menjadi advokat. “Walaupun anak-anak tidak mau. Tapi,  kita akan  terus membiarkan keleluasaan kepada anak-anak dalam memilih masa depannya,” ungkapnya.(omi)

Menjadi pengacara yang sukses tidaklah mudah. Berbagai tantangan dan hambatan harus bisa dilalui. Hal inilah yang dialami Agussyah Ramadani Damanik SH, pengacara yang membuka kantor advokat di Komplek Taman Setia Budi Indah (Tasbi) Medan ini. Kini, jam terbang Agussyah dalam menangani perkara khususnya di Sumatera Utara tidak diragukan lagi. Berbagai perkara ditanganinya mulai dari perkara tindak pidana umum hingga perkara sengketa hasil pemilukada. Dia terus membela kliennya demi mendapatkan hak-hak hukum atas perkara yang ditanganinya.

Agussyah Ramadani Damanik SH
Agussyah Ramadani Damanik SH

Meskipun sudah terkategori pengacara mandiri, namun Agussyah tidak segan-segan menerima saran dan bahkan belajar kepada advokat senior. Untuk mengetahui seperti apa perjalanan karir Agussyah Ramadani Damanik SH, berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Tomi Sanjaya Lubis dengan Agussyah Ramadani Damanik SH di Medan, Jumat (1/3).

Apa aktifitas Anda saat ini?

Saat ini saya masih konsentrasi di bidang advokat. Dimana, saya selalu melakukan pendampingan hukum terhadap klien yang membutuhkan bantuan.

Pendampingan hukum perkara apa yang selalu Anda tangani?

Akhir-akhir ini saya banyak menangani kasus hukum terhadap perkara pidana umum dan sengketa pilkada. Salah satunya adalah perkara keputusan hasil Pemilukada Padangsidimpuan. Jadi, sayalah yang ditunjuk sebagai kuasa hukum calon Wali Kota Padangsidimpuan Andar Amin pemenang pemilukada Padangsidimpuan. Lalu, perkara persoalan PAW DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Demokrat dan PDIP. Dalam kasus ini saya bertindak sebagai kuasa hukum dari KPUD Langkat. Di samping perkara-perkara tindak pidana umum lainnya.

Apa hasil penanganan sengketa pemilukada itu?

Ya, kalau untuk perkara Pemilukada Padangsidimpuan telah selesai. Hal ini ditandai dengan pengesahan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI). Namun, perkara anggota legislatif Kabupaten Langkat masih berlanjut hingga saat ini.

Apakah pengacara ini merupakan cita-cita Anda sejak kecil?

Benar. Saat saya kecil saya sudah bercita-cita jadi pengacara yang handal dan bisa membantu orang lain yang membutuhkan bantuan hukum. Soalnya saya merasa, jika membantu orang yang membutuhkan dan hasilnya juga baik maka hal ini menjadi kesenangan tersendiri.

Kenapa Anda memilih cita-cita menjadi pengacara bukan menjadi pengusaha?

Saya kan dulu dilahirkan di sebuah desa kecil di Kabupaten Batu Bara. Dimana, masa kecil saya waktu itu suram, dimana saat duduk di bangku  SMPN 1 Serbelawan Simalungun dan SMA Serbelawan saya melihat banyak masyarakat dari kampung yang tidak mengerti masalah hukum. Padahal hukum tidak memandang status sosial. Dari sinilah saya coba berpikir bagaiman suatu saat saya bisa menjadi pengacara dan membantu masyarakat yang kurang mampu.

Bagaimana perjalanan Anda hingga menjadi pengacara?

Menjaga kemulian profesi pengacara itu harus  memiliki 5 ciri dan karakter. Pertama, advokat itu harus memiliki tujuan yang lurus. Maksudanya tujuan lurus bagaimana dia mampu mewujudkan kebenaran dan keadilan itu tanpa mudah digoda dengan uang, wanita dan sebagainya serta segala sesuatu yang mengiurkan. Jadi pengacara harus murni menegakkan hukum. Di samping itu, aspek komersial tidak bisa dihilangkan begitu saja. Tapi harus seimbang dengan perkara yang ditangani.

Kedua, mengatur  emosi. Cara mengatur emosi ini adalah advokat itu jangan mau digerakkan oleh nafsu dan perasaannya, terutama dari pihak lain. Hingga akhirnya advokat itu  kehilangan kewibawaan dan tanggung jawabnya.

Ketiga bekerja sesuai hati nurani. Maksudnya di sini advokat itu harus semaksimal mungkin menjauhkan diri dari pemalsuan-pemalsuan, dendam dan iri hati kepada orang lain. Misalnya, melihat rekan sejawat sukses dari dia.

Keempat, paling penting advokat itu harus bertanggung jawab secara hukum dan moral terhadap kasus yang ditangai. Di atas kehendak hukum yang berlaku, bukan kehendak kliennya. Terkadang klien kita mau melenceng ke tindakan melawan hukum. Tapi haruslah kita sebagai advokat menegakkan hukum. Sebab pengacara itu tujuannya  bukan mencari kemenangan tapi mencari kebenaran. Kelima, advokat itu harus mampu menjadi agen pembaharuan dan pendidikan hukum kepada masyarakat. Maksudnya, advokat itu harus mampu memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang hukum. Supaya dia mampu mengantisipasi persoalan yang dihadapinya.  Artinya advokat itu harus mencerdaskan masyarakat.

Seperti apa perjuangan Anda sebagai pengacara?

Sejak saya menulis skripsi semester terakhir di Fakultas Hukum UISU tahun 2001, saat itu pulalah saya magang menjadi pengacara di LBH Medan. Waktu magang  saya belajar hukum dan mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat marginal. Masyarakat marginal itu seperti guru, petani, nelayan, masyarakat korban kebijakan penguasa dan pengusaha. Lalu, setelah tamat kuliah dari UISU pada tahun 2002, saya melanjutkan aktifitas sebagai aktifis.

Apakah saat magang di LBH Medan Anda mendapat gaji?

Saat saya bekerja di LBH Medan selama dua tahun yakni tahun 2001 hingga 2003 saya tidak pernah berpikir mendapatkan gaji.  Sebab, saat itu pikiran saya hanya ingin mengabdi. Namun, selama tidak menerima gaji itu, saya pun tinggal menumpang di rumah rekan saya yang juga berprofesi sebagai pengacara. Dia adalah Irwansyah Putra SH, MBA. Tentunya setelah saya menumpang hidup di rumah teman, lalu saya berpikir untuk mencari uang memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Adakah kesan Anda sejak magang menjadi pengacara?

Ada. Waktu itu saya pernah juga tidak makan selama tiga hari karena tidak ada uang. Saat itu saya masih hidup sendiri di Kota Medan hingga akhirnya saya menemukan teman seprofesi.  Karena tiga hari tak makan badan dan kepala jadi pusing. Sehingga, sampai tidur pun rasa lapar masih terasa. Nah, untuk menghilangkan rasa lapar itu, saya ikut kegiatan gotong royong dekat rumah kos  di Jalan Sisingamangaraja Gang Jati Medan. Usai gotong royong saya ditawari makan gratis.

Kenapa Anda tidak makan selama tiga hari?

Saat itu saya berkomitmen untuk menjaga image  dan bertekad ingin mandiri dan tidak mau lagi membebankan kedua orang tua di kampung. Tapi Alhamdulillah mulai tahun 2008  saya akhirnya membuka kantor advokat sendiri di Jalan Kiwi Medan. Kemudian berselang waktu satu tahun akhirnya saya pindah ke Jalan Setia Budi Komplek Taman Setia Budi Indah Medan. (*)

Bawa Keluarga ke Toko Buku

Menjadi pengacara tentunya banyak menyita waktu. Hal ini  akan berdampak pada intensitas berkumpul bersama keluarga. Namun tidak demikian dengan Agussyah. Pria kelahiran Tanjung Prapat, 17 Agustus 1979 ini masih menyempat waktu untuk berlibur bersama keluarga, minimal belanja buku di Toko Gramedia.

“Walaupun waktu saya sempit. Tapi saya sisihkan juga waktu bersama keluarga,” ujar Agussyah kepada wartawan Sumut Pos, Jumat (1/3).
Dilanjutkannya, kumpul bersama keluarga ini merupakan salah satu cara mewujudkan rumah tangga harmonis. Terlebih saat mengajak keluarga pergi ke toko buku, karena bisa menjadi sarana mendidik anak-anak untuk gemar membaca.  “Pokoknya sangat asyik sekali bersama keluarga,” katanya.
Saat ditanya komentar istri dengan profesi pengacara, Agussyah mengaku istrinya sangat mendukung profesi itu.

Untuk anak-anak sambung Agus, dia berharap kedepan ada juga yang menjadi advokat. “Walaupun anak-anak tidak mau. Tapi,  kita akan  terus membiarkan keleluasaan kepada anak-anak dalam memilih masa depannya,” ungkapnya.(omi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/