25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Mimpi Sederhana si Anak Bali

Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan

Pria asal Legian Bali ini semasa kecil memiliki mimpi yang cukup sederhana, yaitu naik pesawat terbang. Ternyata, mimpi yang dipupuk oleh anak petani ini mampu terwujud. Bukan hanya menikmati pesawat terbang, dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini dirinya mampu keliling Indonesia.

Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan
Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan

Mimpinya terwujud lebih besar dari dugaannya. Dan dari mimpi itu pula yang membuat dirinya memiliki harapan yang sangat besar akan pariwisata Indonesia, terutama di luar Pulau Bali.

Ya, General Manager Grand Elite Hotel Medan, Nyoman Wija hanya bermimpi dapat melihat daerah lain selain Bali. Dirinya penasaran, kenapa orang yang dikenalnya menyatakan Bali indah. Karena itu, dirinya bertekad untuk keluar dari daerhanya dan mencari alasan keindahan Bali.

“Karena saya besar dan lahir di Legian yang sadar akan pariwisata membuat saya pun sangat dekat dangan kegiatan pariwisata. Bahkan, sejak kecil untuk memenuhi kebutuhan pribadi, saya bekerja sebagai pemandu wisata di Legian, terutama untuk wisata lokal, seperti melihat tarian tradisional, dan lainnya,” ujarnya.

Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA), pria kelahiran Bali, 15 Juni 1966 ini memilih melanjutkan jenjang pendidikannya di bidang Pariwisata. Dengan tegas, dirinya meminta agar dapat disekolahkan di Badan Pendidikan Latihan Pariwisata (BPLP). Padahal, pada masa itu, jenjang pendidikan dengan jurusan pariwisata belum terlalu familiar di kalangan masyarakat.

“Tetapi, karena saya sudah berkeras, dan saya juga mencari uang sendiri, akhirnya saya dibebaskan orangtua. Dan saya beruntung, saya dapat mengabdikan hidup saya pada sesuatu yang saya mimpikan,” tambahnya.

Setalah menyelesaikan jenjang pendidikan Diploma 3 dalam bidang pariwisata tersebut, berbagai tawaran bekerja di hotel berdatangan. Akhirnya, dengan tekad, suami dari Nur Intan ini menerima pekerjaan sebagai receptionis di salah satu hotel di Batam. “Saat itu tepatnya pada Februari 1987 itu pertama kali saya naik pesawat. Tahu apa yang saya pikirkan? Saya anak seorang petani, dan saat ini berada di pesawat. Saya jelas berbangga, karena pada masa itu, hanya orang berduit saja yang bisa naik pesawat.” tambahnya sambil tersenyum.

Saat di Batam, baru lah dirinya menyadari, bahwa Bali memang benar-benar indah. Dan mengakui, kenapa semua orang menyatakan bahwa Bali indah.
Berjalannya waktu, perkembangan karier ayah dari 3 orang ini mulai menanjak. Dirinya pun mulai keliling Indonesia untuk bekerja di perhotelan. Dan pada masa perjalanan karier, ia makin sadar bahwa Indonesia Indah, bukan hanya Bali. Bahkan, banyak daerah yang mampu keindahan alam Bali. “Dan pada saat yang bersamaan saya menyadari, tidak semua daerah yang sadar pariwisata seperti Bali. Dan inilah mungkin yang menjadi salah satu alasan kenapa pariwisata didaerah lain belum berkembang seperti di Bali,” ungkapnya.

Cita-cita masa kecilnya yang sudah tercapai, membuat dirinya memiliki harapan besar akan pariwisata Indonesia. Dirinya agar pariwisata semua daerah bisa berkembang, bisa menjadi mata pencarian masyarakat setempat. “Karena saat pariwisata berjalan, maka kegiatan umkm masyarakat setempat akan berjalan. Dengan kata lain, akan banyak orang yang memiliki penghasilan. Lihat Bali, daerahnya maju dan masyarakatnya tidak tergolong sebagai masyarakat sangat miskin,” lanjutnya.

Selain Bali, daerah lain yang memiliki pemikat baginya adalah Batam. Pulau kecil yang menyimpan berbagai potensi ini membuat dirinya jatuh cinta. Gadis manis yang telah memberikannya 3 putri yang kini tumbuh menjadi gadis cantik. (ram)

Pariwisata Butuh Kesadaran Masyarakat

Meningkatkan industri pariwisata Indonesia bukanlah hal mudah. Banyak peraturan daerah, kebiasaan masyarakat setempat, dan lainnya tidak mendukung. Meski demikian, pria yang pernah bekerja di Makassar, Goromtalo, Riau, Lampung, seluruh daerah di Pulau Jawa, dan Batam ini punya rangan-angan besar. Apa saja yang ingin dilakukannya, berikut wawancara Nyoman Wija dengan wartawan Sumut Pos, Juli Ramadhani Rambe.

Menurut Anda apa kendala yang dihadapi saat akan meningkatkan pariwisata Indoensia?

Salah satunya dan yang paling penting adalah kesadaran masyarakat yang belum terlalu mengenal dan memahami pariwisata. Mereka terlalu proaktif dengan daerahnya sehingga mereka jadi sombong dan terkesan tidak ramah. Padahal, dalam pariwisata yang terpenting adalah keramahan, budaya yang kental, dan kebersihan.

Apa hanya itu saja kendalanya?

Faktor lain adalah sosialisasi dari pemerintahan setempat yang tidak berjalan. Selain itu, akses jalan menuju daerah wisata sulit dan mahal.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, apa yang harusnya dilakukan?

Cukup menanamkan pemahaman ke masyarakat setempat bahwa mereka harus dapat menerima pendatang dengan baik. Menerima itu harus ikhlas, bukan hanya berorientasi uang. Bila uang sudah menjadi motivasi, sulit bagi kita menerima sebuah kalangan. Selain itu, keramahan dan kebersihanjuga faktor penting. Masyarakat pendatang atau wisatawan terkadang ingin berbincang-bincang tentang segala hal. Nah, bila kita tidak bersedia menerima atau berbicara yang ada wisatwan akan merasa kesal sendiri.

Bisa Anda jelaskan budaya yang kental tersebut?

Begini, saya misalkan Bali. Wisatawan bersedia hadir ke Bali karena masyarakatnya masih sangat kental melaksanakan budaya. Mereka masih memakai, bicara, dan bersikap sesuai budaya mereka. Belum lagi dengan alam yang masih alami, dengan udara yang masih segar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kenapa mereka lebih senang melihat budaya? Karena budaya merupakan sesuatu yang sangat mahal. Budaya itu adalah warisan dunia.

Untuk saat ini, persepsi masyarakat akan Pariwisata masih negatif. Bagaimana menurut Anda?

Ya, dan dulu di Bali juga seperti itu. Tetapi, berkembangnya waktu, persepsi negaif menghilang. Kita (pelaku wisata) bekerja dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama agar meyakinkan masyarakat bahwa pariwisata itu tidak ada salahnya. Tanamkan kepribadian, tingkatkan keagamaan dengan baik, sehingga nantinya bisa menjadi pekerja profesional. Kita harus meyakini bahwa bekerja di hotel atau bidang pariwisata itu tidak ada bedanya dengan bekerja di bank.

Bagaimana jaminan masa depan pekerja Pariwisata?

Saya bisa katakan, pekerjaan ini bisa menghidupi keluarga kecil saya dengan makmur. Bahkan, bila dibandingkan dengan anak tetangga saya, ketiga anak cewek saya dapat dikatakan lebih. Kalau kita profesional dan menjalankan tugas kita dengan baik dan niat yang tulus, rezeki dari tuhan akan selalu datang. Sedangkan untuk keluarga saya, sedini mungkin sudah saya berikan pemahaman bahwa pariwisata bukanlah hal yang negatif tetapi sebaliknya sesuatu yang dapat dipandang untuk memperbaiki perekonomian. Saya misalkan, saat suatu daerah pariwisata dibuka, maka wisatawan yang datang ingin membawa cinderamata, nah cinderamata tersebutkan merupakan sebuah usaha kecil. Selain itu, dari usaha jasa lain akan berkembang dengan lainnya. Misalnya, usaha penginapan, angkutan transportasi, dan lainnya. (*)

Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan

Pria asal Legian Bali ini semasa kecil memiliki mimpi yang cukup sederhana, yaitu naik pesawat terbang. Ternyata, mimpi yang dipupuk oleh anak petani ini mampu terwujud. Bukan hanya menikmati pesawat terbang, dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini dirinya mampu keliling Indonesia.

Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan
Nyoman Wija, General Manager Grand Elite Hotel Medan

Mimpinya terwujud lebih besar dari dugaannya. Dan dari mimpi itu pula yang membuat dirinya memiliki harapan yang sangat besar akan pariwisata Indonesia, terutama di luar Pulau Bali.

Ya, General Manager Grand Elite Hotel Medan, Nyoman Wija hanya bermimpi dapat melihat daerah lain selain Bali. Dirinya penasaran, kenapa orang yang dikenalnya menyatakan Bali indah. Karena itu, dirinya bertekad untuk keluar dari daerhanya dan mencari alasan keindahan Bali.

“Karena saya besar dan lahir di Legian yang sadar akan pariwisata membuat saya pun sangat dekat dangan kegiatan pariwisata. Bahkan, sejak kecil untuk memenuhi kebutuhan pribadi, saya bekerja sebagai pemandu wisata di Legian, terutama untuk wisata lokal, seperti melihat tarian tradisional, dan lainnya,” ujarnya.

Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA), pria kelahiran Bali, 15 Juni 1966 ini memilih melanjutkan jenjang pendidikannya di bidang Pariwisata. Dengan tegas, dirinya meminta agar dapat disekolahkan di Badan Pendidikan Latihan Pariwisata (BPLP). Padahal, pada masa itu, jenjang pendidikan dengan jurusan pariwisata belum terlalu familiar di kalangan masyarakat.

“Tetapi, karena saya sudah berkeras, dan saya juga mencari uang sendiri, akhirnya saya dibebaskan orangtua. Dan saya beruntung, saya dapat mengabdikan hidup saya pada sesuatu yang saya mimpikan,” tambahnya.

Setalah menyelesaikan jenjang pendidikan Diploma 3 dalam bidang pariwisata tersebut, berbagai tawaran bekerja di hotel berdatangan. Akhirnya, dengan tekad, suami dari Nur Intan ini menerima pekerjaan sebagai receptionis di salah satu hotel di Batam. “Saat itu tepatnya pada Februari 1987 itu pertama kali saya naik pesawat. Tahu apa yang saya pikirkan? Saya anak seorang petani, dan saat ini berada di pesawat. Saya jelas berbangga, karena pada masa itu, hanya orang berduit saja yang bisa naik pesawat.” tambahnya sambil tersenyum.

Saat di Batam, baru lah dirinya menyadari, bahwa Bali memang benar-benar indah. Dan mengakui, kenapa semua orang menyatakan bahwa Bali indah.
Berjalannya waktu, perkembangan karier ayah dari 3 orang ini mulai menanjak. Dirinya pun mulai keliling Indonesia untuk bekerja di perhotelan. Dan pada masa perjalanan karier, ia makin sadar bahwa Indonesia Indah, bukan hanya Bali. Bahkan, banyak daerah yang mampu keindahan alam Bali. “Dan pada saat yang bersamaan saya menyadari, tidak semua daerah yang sadar pariwisata seperti Bali. Dan inilah mungkin yang menjadi salah satu alasan kenapa pariwisata didaerah lain belum berkembang seperti di Bali,” ungkapnya.

Cita-cita masa kecilnya yang sudah tercapai, membuat dirinya memiliki harapan besar akan pariwisata Indonesia. Dirinya agar pariwisata semua daerah bisa berkembang, bisa menjadi mata pencarian masyarakat setempat. “Karena saat pariwisata berjalan, maka kegiatan umkm masyarakat setempat akan berjalan. Dengan kata lain, akan banyak orang yang memiliki penghasilan. Lihat Bali, daerahnya maju dan masyarakatnya tidak tergolong sebagai masyarakat sangat miskin,” lanjutnya.

Selain Bali, daerah lain yang memiliki pemikat baginya adalah Batam. Pulau kecil yang menyimpan berbagai potensi ini membuat dirinya jatuh cinta. Gadis manis yang telah memberikannya 3 putri yang kini tumbuh menjadi gadis cantik. (ram)

Pariwisata Butuh Kesadaran Masyarakat

Meningkatkan industri pariwisata Indonesia bukanlah hal mudah. Banyak peraturan daerah, kebiasaan masyarakat setempat, dan lainnya tidak mendukung. Meski demikian, pria yang pernah bekerja di Makassar, Goromtalo, Riau, Lampung, seluruh daerah di Pulau Jawa, dan Batam ini punya rangan-angan besar. Apa saja yang ingin dilakukannya, berikut wawancara Nyoman Wija dengan wartawan Sumut Pos, Juli Ramadhani Rambe.

Menurut Anda apa kendala yang dihadapi saat akan meningkatkan pariwisata Indoensia?

Salah satunya dan yang paling penting adalah kesadaran masyarakat yang belum terlalu mengenal dan memahami pariwisata. Mereka terlalu proaktif dengan daerahnya sehingga mereka jadi sombong dan terkesan tidak ramah. Padahal, dalam pariwisata yang terpenting adalah keramahan, budaya yang kental, dan kebersihan.

Apa hanya itu saja kendalanya?

Faktor lain adalah sosialisasi dari pemerintahan setempat yang tidak berjalan. Selain itu, akses jalan menuju daerah wisata sulit dan mahal.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, apa yang harusnya dilakukan?

Cukup menanamkan pemahaman ke masyarakat setempat bahwa mereka harus dapat menerima pendatang dengan baik. Menerima itu harus ikhlas, bukan hanya berorientasi uang. Bila uang sudah menjadi motivasi, sulit bagi kita menerima sebuah kalangan. Selain itu, keramahan dan kebersihanjuga faktor penting. Masyarakat pendatang atau wisatawan terkadang ingin berbincang-bincang tentang segala hal. Nah, bila kita tidak bersedia menerima atau berbicara yang ada wisatwan akan merasa kesal sendiri.

Bisa Anda jelaskan budaya yang kental tersebut?

Begini, saya misalkan Bali. Wisatawan bersedia hadir ke Bali karena masyarakatnya masih sangat kental melaksanakan budaya. Mereka masih memakai, bicara, dan bersikap sesuai budaya mereka. Belum lagi dengan alam yang masih alami, dengan udara yang masih segar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kenapa mereka lebih senang melihat budaya? Karena budaya merupakan sesuatu yang sangat mahal. Budaya itu adalah warisan dunia.

Untuk saat ini, persepsi masyarakat akan Pariwisata masih negatif. Bagaimana menurut Anda?

Ya, dan dulu di Bali juga seperti itu. Tetapi, berkembangnya waktu, persepsi negaif menghilang. Kita (pelaku wisata) bekerja dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama agar meyakinkan masyarakat bahwa pariwisata itu tidak ada salahnya. Tanamkan kepribadian, tingkatkan keagamaan dengan baik, sehingga nantinya bisa menjadi pekerja profesional. Kita harus meyakini bahwa bekerja di hotel atau bidang pariwisata itu tidak ada bedanya dengan bekerja di bank.

Bagaimana jaminan masa depan pekerja Pariwisata?

Saya bisa katakan, pekerjaan ini bisa menghidupi keluarga kecil saya dengan makmur. Bahkan, bila dibandingkan dengan anak tetangga saya, ketiga anak cewek saya dapat dikatakan lebih. Kalau kita profesional dan menjalankan tugas kita dengan baik dan niat yang tulus, rezeki dari tuhan akan selalu datang. Sedangkan untuk keluarga saya, sedini mungkin sudah saya berikan pemahaman bahwa pariwisata bukanlah hal yang negatif tetapi sebaliknya sesuatu yang dapat dipandang untuk memperbaiki perekonomian. Saya misalkan, saat suatu daerah pariwisata dibuka, maka wisatawan yang datang ingin membawa cinderamata, nah cinderamata tersebutkan merupakan sebuah usaha kecil. Selain itu, dari usaha jasa lain akan berkembang dengan lainnya. Misalnya, usaha penginapan, angkutan transportasi, dan lainnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/