25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Bidani Pendidikan Jarak Jauh, Berharap Pendidikan Lebih Baik

Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD, Satu-satunya Guru Besar Arsitektur USU

Nama Nawawiy Loebis tidak asing lagi di dunia pendidikan, khususnya Sumatera Utara. Terlebih bapak tiga anak ini pernah menjabat sebagai Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD selama dua tahun.

GURU BESAR USU: Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD  saat dibadikan  Pinang Corner Jalan Dr Mansyur Medan. //ANDRI GINTING/SUMUT POS
GURU BESAR USU: Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD saat dibadikan di Pinang Corner Jalan Dr Mansyur Medan. //ANDRI GINTING/SUMUT POS

Setelah tidak memangku jabatan eselon II lagi, kini Nawawiy  kembali ke kampus USU tempatnya mengajar. Satu-satunya guru besar di bidang Arsitektur USU ini selain mengajar juga berencana ingin membentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang pendidikan.

Tujuannya bukan untuk gagah-gahan, apalagi untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi untuk memberikan sumbangsih atau semacam advice demi kemajuan dunia pendidikan ke depan. Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait dengan Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD di Medan, Jumat (16/11).

Apa kegiatan Anda semenjak tidak menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD lagi?

Back to basic. Dulu pun sebelum saya menjabat sebagai Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, saya kan memang dosen di Fakultas Teknik USU. Jadi sebenarnya Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD adalah jabatan tambahan saja.

Ketika saya menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD pun yang namanya mengajar tetap  saya lakukan, karena tugas seorang dosen adalah mengajar. Hanya saja jam mengajarnya tidak sepadat ketika aktif menjadi dosen di USU. Pada waktu itu kalau hari Sabtu, Kopertis libur, jadi pada saat itulah saya mengajar mahasiswa S-1, mahasiswa S-2 dan mahasiswa S-3 USU.

Apa spesialiasi keilmuwan Anda?

Saya merupakan profesor di bidang Teknik Arsitektur, dengan spesifikasi profesornya ‘Sejarah, Kritik dan Teori Arsitektur’. Gelar guru besar ini saya dapatkan pada tahun 2005 dan hingga saat ini masih satu-satunya profesor di bidang Arsitektur di lingkungan USU. Sebab memang, di Indonesia sendiri profesor di bidang Arsitektur sangat sedikit paling pun jumlahnya sekitar 30-an orang.

Lantas kenapa Anda berhenti menjabat Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD ?

Faktor usia. Tepat 27 September lalu saya genap berusia 60 tahun. Sesuai dengan peraturan pemerintah, jabatan eselon II itu hanya bisa pegang oleh guru besar yang usia maksimalnya 60 tahun. Jadi meskipun masa jabatan saya masih ada dua tahun lagi (Jabatan Kooordinator Kopertis 4 tahun), tapi karena faktor usia saya harus diganti.  Kemudian setelah diganti saya kembali ke kampus karena kalau usia pensiun seorang dosen bisa mencapai 70 tahun.

Apa pengalaman Anda selama menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD?

Banyak. Menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD berada di dunia pendidikan swasta. Iklimnya jauh berbeda, kalau di kampus negeri biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung negara, sementara di kampus swasta pengelola pendidikan harus berusaha mencari dana sendiri untuk operasional kampusnya, meskipun kadang kala ada juga campur tangan pemerintah di sana.

Selama dua tahun bertugas, 80 persen dari 350 kampus di wilayah Sumut dan NAD sudah saya kunjungi. Hasilnya mereka kadang kala kesulitan untuk membiayai operasional kampusnya . Hal ini tentunya akan berdampak pada  peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi tersebut.

Untuk peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi swasta, fenomena apa yang Anda lihat?

Ada. Dari hasil kunjungan saya ke PTS-PTS masih banyak praktik kelas jauh yang hal ini dilarang oleh pemerintah. Alasannya dengan kelas jauh proses belajar mengajar tidak akan maksimal. Artinya  bisa tatap muka seminggu sekali, sebulan sekali dan bahkan bertemu saat ujian saja.
Dengan demikian transfer ilmu dari dosen kepada mahasiswa tidak ada. Oleh karenanya pada saat saya menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, saya mengusulkan penerapan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Dan Alhamdulillah UU nya sudah ada yakni UU No 12 tahun 2012. Bahkan Keputusan Menteri Pendidikannya sudah keluar dan sekarang tinggal menunggu aturannya saja.

Lalu apa yang Anda lakukan sekarang?   

Beberapa perguruan tinggi di Sumut sudah membentuk konsorsium guna menunggu aturan main penerapan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) tersebut. Tapi saran saya agar teman-teman di Kopertis Wilayah I Sumut-NAD jemput bola agar aturan PJJ tersebut segera keluar.
Sebagai gambaran konsep PJJ ini nanti sebaiknya dikombinasikan dengan program Kementerian Informasi dan Komunukasi yakni program internet masuk desa, maka program PJJ bisa berjalan efektif. Sebab meskipun kuliah dilakukan dengan jarak jauh, tetapi bahan ajar tetap dikirim melalui internet. Kemudian bila perlu dosen yang bersangkutan bisa diundang ke daerah. Hal ini juga akan menghemat pendanaan bagi mahasiswa itu sendiri.

Fenomena apa menurut Anda yang melatarbelakangi akan perlunya PJJ ini?

Dulu lahirnya kelas jauh disebabkan jarak mahasiswa yang jauh dari kota. Dengan demikian akses mahasiswa menuju kampus sangat terbatas. Belum lagi kondisi ekonomi mahasiswa dan lain sebagainya, tetapi pendidikan sangat dibutuhkan. Atas dasar inilah muncul kelas jauh. Memang dari hasil pengamatan bukan hanya di Sumut saja, di beberapa daerah khususnya daerah terpencil banyak praktik kelas jauh ini. Makanya dengan lahirnya PJJ paling tidak bisa memberikan solusi sehingga kualitas alumni perguruan tinggi yang dihasilkan akan semakin baik.

Sekarang dengan posisi Anda saat ini, apa yang akan Anda lakukan guna mendorong pelaksanaan PJJ ini?

Betul. Saat ini saya bukan Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD lagi. Artinya dari sisi jabatan saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mendesak lahirnya aturan main pelaksanaan PJJ ini. Namun dengan pengalaman maka saya akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah dan stake holder demi kemajuan dunia pendidikan. Ini pula lah salah satu penyebabnya kenapa saya berniat untuk membentuk LSM pendidikan.
Dengan sisa umur saya ini maka paling tidak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan.

Latar belakang riwayat pekerjaan saya yang pernah menjadi Ketua Jurusan, Dekan Fakultas Teknik USU serta pernah bertarung selama periode untuk mendapatkan kursi Rektor USU dan akhirnya kandas, paling tidak menjadi latar belakang untuk mewujudkan misi pendidikan Sumut yang maju dengan ditandai alumni yang pintar dan memiliki etika yang baik. (*)

Pernah Dicap Oposisi

Lika-liku perjalanan hidup Nawawiy Loebis di dunia pendidikan khususnya di USU sangat panjang. Bahkan kakek satu cucu ini pernah hendak masuk ‘bui’ gara-gara menentang kezaliman dunia pendidikan.

“Kalau keluarga saya sudah biasa melihat kondisi saya seperti ini. Kata orang  jadi oposisi dan lain sebagainya. Tapi bagi saya namanya kebenaran akan diperjuangkan meskipun resikonya besar,” ungkap Nawawiy.

Dia menjelaskan meskipun diklaim sebagai oposisi tapi persoalan-persoalan yang dikemukakannya beralasan dan bahkan memberikan solusi-solosi ke arah perubahan.

“Kalau prinsip saya boleh mengkritik seseorang, tetapi jangan lupa untuk memberikan solusi,” tegas Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama Sumut ini.
Dia menambahkan dengan tidak menjadi Koordinator Kopertis Wilayah Sumut-NAD lagi maka waktu luang untuk keluarga lebih leluasa.
“Kalau dulu saya berangkat ke kantor anak-anak sudah berangkat duluan ke kampus. Begitu mereka pulang saya sudah tidur dan bahkan saya juga tidak ada di rumah gara-gara menyelesaikan pekerjaan,” kata lulusan S-I, ITS ini. “Tapi sekarang waktu luang saya lebih banyak. Selain mengajar di kampus, malamnya  bisa berkumpul dengan keluarga,” ucapnya.

Tak jarang, kedua anaknya nomor dua dan nomor tiga selalu diskusi tentang pelajaran dengan Nawawiy. Bahkan kalau ada waktu libur  mereka pergi ke Jakarta melihat cucu. (dra)

[table caption=”Bio Data ” delimiter=”:”]
Nama : Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD
Kelahiran : Padangsidimpuan, 27 Sep 1952
Pekerjaan : Dosen Pascasarjana USU
Nama Istri : Pristiwani Mei Hilda
Anak : 3 Orang
:1. Sophia
:2. M Heikal
:3. M Al Gitazali
[/table]

Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD, Satu-satunya Guru Besar Arsitektur USU

Nama Nawawiy Loebis tidak asing lagi di dunia pendidikan, khususnya Sumatera Utara. Terlebih bapak tiga anak ini pernah menjabat sebagai Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD selama dua tahun.

GURU BESAR USU: Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD  saat dibadikan  Pinang Corner Jalan Dr Mansyur Medan. //ANDRI GINTING/SUMUT POS
GURU BESAR USU: Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD saat dibadikan di Pinang Corner Jalan Dr Mansyur Medan. //ANDRI GINTING/SUMUT POS

Setelah tidak memangku jabatan eselon II lagi, kini Nawawiy  kembali ke kampus USU tempatnya mengajar. Satu-satunya guru besar di bidang Arsitektur USU ini selain mengajar juga berencana ingin membentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang pendidikan.

Tujuannya bukan untuk gagah-gahan, apalagi untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi untuk memberikan sumbangsih atau semacam advice demi kemajuan dunia pendidikan ke depan. Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait dengan Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD di Medan, Jumat (16/11).

Apa kegiatan Anda semenjak tidak menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD lagi?

Back to basic. Dulu pun sebelum saya menjabat sebagai Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, saya kan memang dosen di Fakultas Teknik USU. Jadi sebenarnya Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD adalah jabatan tambahan saja.

Ketika saya menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD pun yang namanya mengajar tetap  saya lakukan, karena tugas seorang dosen adalah mengajar. Hanya saja jam mengajarnya tidak sepadat ketika aktif menjadi dosen di USU. Pada waktu itu kalau hari Sabtu, Kopertis libur, jadi pada saat itulah saya mengajar mahasiswa S-1, mahasiswa S-2 dan mahasiswa S-3 USU.

Apa spesialiasi keilmuwan Anda?

Saya merupakan profesor di bidang Teknik Arsitektur, dengan spesifikasi profesornya ‘Sejarah, Kritik dan Teori Arsitektur’. Gelar guru besar ini saya dapatkan pada tahun 2005 dan hingga saat ini masih satu-satunya profesor di bidang Arsitektur di lingkungan USU. Sebab memang, di Indonesia sendiri profesor di bidang Arsitektur sangat sedikit paling pun jumlahnya sekitar 30-an orang.

Lantas kenapa Anda berhenti menjabat Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD ?

Faktor usia. Tepat 27 September lalu saya genap berusia 60 tahun. Sesuai dengan peraturan pemerintah, jabatan eselon II itu hanya bisa pegang oleh guru besar yang usia maksimalnya 60 tahun. Jadi meskipun masa jabatan saya masih ada dua tahun lagi (Jabatan Kooordinator Kopertis 4 tahun), tapi karena faktor usia saya harus diganti.  Kemudian setelah diganti saya kembali ke kampus karena kalau usia pensiun seorang dosen bisa mencapai 70 tahun.

Apa pengalaman Anda selama menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD?

Banyak. Menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD berada di dunia pendidikan swasta. Iklimnya jauh berbeda, kalau di kampus negeri biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung negara, sementara di kampus swasta pengelola pendidikan harus berusaha mencari dana sendiri untuk operasional kampusnya, meskipun kadang kala ada juga campur tangan pemerintah di sana.

Selama dua tahun bertugas, 80 persen dari 350 kampus di wilayah Sumut dan NAD sudah saya kunjungi. Hasilnya mereka kadang kala kesulitan untuk membiayai operasional kampusnya . Hal ini tentunya akan berdampak pada  peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi tersebut.

Untuk peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi swasta, fenomena apa yang Anda lihat?

Ada. Dari hasil kunjungan saya ke PTS-PTS masih banyak praktik kelas jauh yang hal ini dilarang oleh pemerintah. Alasannya dengan kelas jauh proses belajar mengajar tidak akan maksimal. Artinya  bisa tatap muka seminggu sekali, sebulan sekali dan bahkan bertemu saat ujian saja.
Dengan demikian transfer ilmu dari dosen kepada mahasiswa tidak ada. Oleh karenanya pada saat saya menjadi Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, saya mengusulkan penerapan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Dan Alhamdulillah UU nya sudah ada yakni UU No 12 tahun 2012. Bahkan Keputusan Menteri Pendidikannya sudah keluar dan sekarang tinggal menunggu aturannya saja.

Lalu apa yang Anda lakukan sekarang?   

Beberapa perguruan tinggi di Sumut sudah membentuk konsorsium guna menunggu aturan main penerapan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) tersebut. Tapi saran saya agar teman-teman di Kopertis Wilayah I Sumut-NAD jemput bola agar aturan PJJ tersebut segera keluar.
Sebagai gambaran konsep PJJ ini nanti sebaiknya dikombinasikan dengan program Kementerian Informasi dan Komunukasi yakni program internet masuk desa, maka program PJJ bisa berjalan efektif. Sebab meskipun kuliah dilakukan dengan jarak jauh, tetapi bahan ajar tetap dikirim melalui internet. Kemudian bila perlu dosen yang bersangkutan bisa diundang ke daerah. Hal ini juga akan menghemat pendanaan bagi mahasiswa itu sendiri.

Fenomena apa menurut Anda yang melatarbelakangi akan perlunya PJJ ini?

Dulu lahirnya kelas jauh disebabkan jarak mahasiswa yang jauh dari kota. Dengan demikian akses mahasiswa menuju kampus sangat terbatas. Belum lagi kondisi ekonomi mahasiswa dan lain sebagainya, tetapi pendidikan sangat dibutuhkan. Atas dasar inilah muncul kelas jauh. Memang dari hasil pengamatan bukan hanya di Sumut saja, di beberapa daerah khususnya daerah terpencil banyak praktik kelas jauh ini. Makanya dengan lahirnya PJJ paling tidak bisa memberikan solusi sehingga kualitas alumni perguruan tinggi yang dihasilkan akan semakin baik.

Sekarang dengan posisi Anda saat ini, apa yang akan Anda lakukan guna mendorong pelaksanaan PJJ ini?

Betul. Saat ini saya bukan Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD lagi. Artinya dari sisi jabatan saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mendesak lahirnya aturan main pelaksanaan PJJ ini. Namun dengan pengalaman maka saya akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah dan stake holder demi kemajuan dunia pendidikan. Ini pula lah salah satu penyebabnya kenapa saya berniat untuk membentuk LSM pendidikan.
Dengan sisa umur saya ini maka paling tidak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan.

Latar belakang riwayat pekerjaan saya yang pernah menjadi Ketua Jurusan, Dekan Fakultas Teknik USU serta pernah bertarung selama periode untuk mendapatkan kursi Rektor USU dan akhirnya kandas, paling tidak menjadi latar belakang untuk mewujudkan misi pendidikan Sumut yang maju dengan ditandai alumni yang pintar dan memiliki etika yang baik. (*)

Pernah Dicap Oposisi

Lika-liku perjalanan hidup Nawawiy Loebis di dunia pendidikan khususnya di USU sangat panjang. Bahkan kakek satu cucu ini pernah hendak masuk ‘bui’ gara-gara menentang kezaliman dunia pendidikan.

“Kalau keluarga saya sudah biasa melihat kondisi saya seperti ini. Kata orang  jadi oposisi dan lain sebagainya. Tapi bagi saya namanya kebenaran akan diperjuangkan meskipun resikonya besar,” ungkap Nawawiy.

Dia menjelaskan meskipun diklaim sebagai oposisi tapi persoalan-persoalan yang dikemukakannya beralasan dan bahkan memberikan solusi-solosi ke arah perubahan.

“Kalau prinsip saya boleh mengkritik seseorang, tetapi jangan lupa untuk memberikan solusi,” tegas Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama Sumut ini.
Dia menambahkan dengan tidak menjadi Koordinator Kopertis Wilayah Sumut-NAD lagi maka waktu luang untuk keluarga lebih leluasa.
“Kalau dulu saya berangkat ke kantor anak-anak sudah berangkat duluan ke kampus. Begitu mereka pulang saya sudah tidur dan bahkan saya juga tidak ada di rumah gara-gara menyelesaikan pekerjaan,” kata lulusan S-I, ITS ini. “Tapi sekarang waktu luang saya lebih banyak. Selain mengajar di kampus, malamnya  bisa berkumpul dengan keluarga,” ucapnya.

Tak jarang, kedua anaknya nomor dua dan nomor tiga selalu diskusi tentang pelajaran dengan Nawawiy. Bahkan kalau ada waktu libur  mereka pergi ke Jakarta melihat cucu. (dra)

[table caption=”Bio Data ” delimiter=”:”]
Nama : Prof Ir HM Nawawiy Loebis MPhil, PhD
Kelahiran : Padangsidimpuan, 27 Sep 1952
Pekerjaan : Dosen Pascasarjana USU
Nama Istri : Pristiwani Mei Hilda
Anak : 3 Orang
:1. Sophia
:2. M Heikal
:3. M Al Gitazali
[/table]

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/