31 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Pemimpin Kota Medan Harus Transformatif

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, masalah nyaris terjadi di segala sektor di Kota Medan. Banyak wali kota tersandung kasus korupsi, kebocoran anggaran dan pendapatan selalu terjadi, banjir, kemacetan, kriminalitas tinggi dan masalah lainnya.

Menurut pengamat kebijakan publik, Tunggul Sihombing, masalah-masalah yang kerap terjadi di Medan itu tak lepas dari sosok pimpinan yang memimpin kota ini.

“Sampai sekarang kita belum punya pimpinan atau wali kota yang transformatif,” ujar Tunggul kepada wartawan, Minggu (18/10).

Tunggul menyebut, hal itu bukan tanpa alasan. Kata dia, pemimpin yang transformatif setidaknya bisa menekan masalah-masalah yang ada di Kota Medan. Tapi, kenyataannya saat ini justru masalah itu semakin besar. Ini menandakan tata kelola pemerintahan dan kebijakan oleh Wali Kota Medan belum dilakukan dengan baik.

Masalah kebocoran pendapatan masih terjadi di mana-mana, penerimaan dari sektor retribusi, pajak reklame, IMB, pajak restoran dan pos pendapatan lainnya masih sering bocor. Masalah parkir tepi jalan, yang seharusnya hanya masalah kecil, justru sampai sekarang tak kunjung selesai. Masih banyak trotoar yang dijadikan lahan parkir. “Ini menandakan kalau pemimpin atau wali kota kita belum transformatif,” ucapnya.

Dia mengambil contoh lagi, pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, masyarakat Kota Medan sedang dirundung ketakutan. Masyarakat butuh pemimpin yang bisa dipercaya, yang diyakini bisa mengeluarkan mereka dari suasana ketakutan, berkharisma dan bisa memahami kebutuhan rakyatnya.

Namun, yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini justru sebaliknya. Masyarakat semakin dirundung ketakutan, kebijakan untuk mengatasi masalah pandemi seolah-olah hanya meng-copy kebijakan dari tingkat yang lebih tinggi. Belum ada kebijakan yang betul-betul dikeluarkan Pemko Medan yang sesuai dengan karakteristik warga dalam mengatasi masalah pandemi.

Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan masih rendah. Padahal, razia protokol kesehatan nyaris tiap hari dilakukan. Di samping itu, masih banyak warga kurang mampu yang belum tersentuh bantuan. Parahnya lagi, informasi mengenai rapid atau swab test masih membingungkan masyarakat. Pemko Medan juga telah mengeluarkan dua Peraturan Wali Kota dalam upaya penanganan Covid-19, tetapi implementasinya di lapangan malah melempem.

“Ini menandakan bahwa pemimpin kita belum didengar. Kita tidak bisa menyalahkan warganya, tetapi bagaimana seorang pemimpin bisa dikagumi, dipercaya bisa mengeluarkan kebijakan yang baik, benar-benar sigap bertindak,” ungkap Kaprodi Administrasi Publik Fisip USU ini.

Selama ini, sambung Tunggul, pemimpin Kota Medan juga dinilai lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok. Beberapa wali kota yang tersandung korupsi jadi contohnya. Kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan pun tak sepenuhnya mendapat tempat di masyarakat.

Ke depan, masalah pandemi Covid-19 masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin Kota Medan. Sosok pimpinan yang transformatif yang diperlukan. Kota Medan butuh pemimpin yang cerdas, bisa memajukan bawahannya dan bisa menelurkan kebijakan-kebijakan yang cerdas. Pemimpin yang transformatif benar-benar turun ke bawah, mendengar langsung keluhan bawahan dan yang paling utama keluhan dari masyarakat.

“Sampai sekarang ini belum ada pemimpin Kota Medan yang transformatif. Tapi, masih transaksional, ada reward dan punishment, itu saja. Makanya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tak berkualitas,” tegasnya.

Untuk itu, kata Tunggul, visi dan misi dari pemimpin Kota Medan juga harus jelas dan terukur, sehingga capaian-capaian yang diperoleh bisa diukur dengan indikator yang jelas serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Sebab, dalam menjalankan visi dan misi, Pemko Medan menggunakan anggaran yang bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat.

Karenanya, diusulkan untuk membentuk tim independen yang terdiri dari para ahli kebijakan publik guna menilai visi pemimpin Kota Medan. Ini sangat perlu dibentuk tim independen yang khusus untuk mengevaluasi visi misi yang telah diimplementasikan oleh Wali Kota Medan terpilih dalam lima tahun ke depan.

“Tim ini nantinya akan menilai, apakah kinerja Pemko Medan bisa naik dari nilai C ke nilai yang lebih tinggi atau tidak? Penilaian kinerja ini juga tentu harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat selaku pembiayaan program pemerintah dari membayar pajak,” pungkasnya. (ris/ila)

Teks foto : Pengamat kebijakan publik dari Fisip USU, Tunggul Sihombing. (Istimewa)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, masalah nyaris terjadi di segala sektor di Kota Medan. Banyak wali kota tersandung kasus korupsi, kebocoran anggaran dan pendapatan selalu terjadi, banjir, kemacetan, kriminalitas tinggi dan masalah lainnya.

Menurut pengamat kebijakan publik, Tunggul Sihombing, masalah-masalah yang kerap terjadi di Medan itu tak lepas dari sosok pimpinan yang memimpin kota ini.

“Sampai sekarang kita belum punya pimpinan atau wali kota yang transformatif,” ujar Tunggul kepada wartawan, Minggu (18/10).

Tunggul menyebut, hal itu bukan tanpa alasan. Kata dia, pemimpin yang transformatif setidaknya bisa menekan masalah-masalah yang ada di Kota Medan. Tapi, kenyataannya saat ini justru masalah itu semakin besar. Ini menandakan tata kelola pemerintahan dan kebijakan oleh Wali Kota Medan belum dilakukan dengan baik.

Masalah kebocoran pendapatan masih terjadi di mana-mana, penerimaan dari sektor retribusi, pajak reklame, IMB, pajak restoran dan pos pendapatan lainnya masih sering bocor. Masalah parkir tepi jalan, yang seharusnya hanya masalah kecil, justru sampai sekarang tak kunjung selesai. Masih banyak trotoar yang dijadikan lahan parkir. “Ini menandakan kalau pemimpin atau wali kota kita belum transformatif,” ucapnya.

Dia mengambil contoh lagi, pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, masyarakat Kota Medan sedang dirundung ketakutan. Masyarakat butuh pemimpin yang bisa dipercaya, yang diyakini bisa mengeluarkan mereka dari suasana ketakutan, berkharisma dan bisa memahami kebutuhan rakyatnya.

Namun, yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini justru sebaliknya. Masyarakat semakin dirundung ketakutan, kebijakan untuk mengatasi masalah pandemi seolah-olah hanya meng-copy kebijakan dari tingkat yang lebih tinggi. Belum ada kebijakan yang betul-betul dikeluarkan Pemko Medan yang sesuai dengan karakteristik warga dalam mengatasi masalah pandemi.

Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan masih rendah. Padahal, razia protokol kesehatan nyaris tiap hari dilakukan. Di samping itu, masih banyak warga kurang mampu yang belum tersentuh bantuan. Parahnya lagi, informasi mengenai rapid atau swab test masih membingungkan masyarakat. Pemko Medan juga telah mengeluarkan dua Peraturan Wali Kota dalam upaya penanganan Covid-19, tetapi implementasinya di lapangan malah melempem.

“Ini menandakan bahwa pemimpin kita belum didengar. Kita tidak bisa menyalahkan warganya, tetapi bagaimana seorang pemimpin bisa dikagumi, dipercaya bisa mengeluarkan kebijakan yang baik, benar-benar sigap bertindak,” ungkap Kaprodi Administrasi Publik Fisip USU ini.

Selama ini, sambung Tunggul, pemimpin Kota Medan juga dinilai lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok. Beberapa wali kota yang tersandung korupsi jadi contohnya. Kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan pun tak sepenuhnya mendapat tempat di masyarakat.

Ke depan, masalah pandemi Covid-19 masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin Kota Medan. Sosok pimpinan yang transformatif yang diperlukan. Kota Medan butuh pemimpin yang cerdas, bisa memajukan bawahannya dan bisa menelurkan kebijakan-kebijakan yang cerdas. Pemimpin yang transformatif benar-benar turun ke bawah, mendengar langsung keluhan bawahan dan yang paling utama keluhan dari masyarakat.

“Sampai sekarang ini belum ada pemimpin Kota Medan yang transformatif. Tapi, masih transaksional, ada reward dan punishment, itu saja. Makanya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tak berkualitas,” tegasnya.

Untuk itu, kata Tunggul, visi dan misi dari pemimpin Kota Medan juga harus jelas dan terukur, sehingga capaian-capaian yang diperoleh bisa diukur dengan indikator yang jelas serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Sebab, dalam menjalankan visi dan misi, Pemko Medan menggunakan anggaran yang bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat.

Karenanya, diusulkan untuk membentuk tim independen yang terdiri dari para ahli kebijakan publik guna menilai visi pemimpin Kota Medan. Ini sangat perlu dibentuk tim independen yang khusus untuk mengevaluasi visi misi yang telah diimplementasikan oleh Wali Kota Medan terpilih dalam lima tahun ke depan.

“Tim ini nantinya akan menilai, apakah kinerja Pemko Medan bisa naik dari nilai C ke nilai yang lebih tinggi atau tidak? Penilaian kinerja ini juga tentu harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat selaku pembiayaan program pemerintah dari membayar pajak,” pungkasnya. (ris/ila)

Teks foto : Pengamat kebijakan publik dari Fisip USU, Tunggul Sihombing. (Istimewa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/