23.2 C
Medan
Saturday, January 18, 2025

Menghadapi Musuh Besar No 4 dan No 5

Ceo PLN Dahlan Iskan terus berkomunikasi dengan seluruh karyawannya yang berjumlah 40.000 orang itu melalui CEO’s Note. Inilah yang terbaru:

Saya melakukan live chatting lagi 27 Juni lalu. Kali ini khusus dengan seluruh manajer cabang PLN se-Indonesia Barat. Hari masih sangat pagi, apalagi untuk daerah seperti Aceh dan Medan: pukul 07.30. Topik utama chatting hari itu adalah mengenai musuh terbaru PLN, yakni ‘Musuh Besar No 4’.

Saya mengawali chatting dengan satu pertanyaan yang jawabnya dilombakan. Sepuluh penjawab benar yang paling cepat akan mendapat sertifikat. Dalam waktu sekejap banyak manajer cabang yang sudah meng-up-load jawaban. Pertanyaannya memang sederhana: apakah musuh baru PLN yang kita sebut sebagai musuh besar nomor 4 itu?
Alhamdulillah, sebagian besar manajer cabang sudah tahu jawabnya: musuh besar No 4 PLN adalah gangguan penyulang. Hanya tiga manajer cabang yang salah. Lomba ini sebenarnya kurang fair. Manajer cabang yang akses internetnya lebih baik cenderung bisa lebih cepat meng-up-load jawaban. Sedangkan cabang yang internetnya payah akan tertinggal.

Pertanyaan berikutnya adalah: bagaimana cara mengalahkan musuh besar No 4 tersebut?
Para manajer cabang kembali berebut masuk ke arena chatting. Jawaban mereka juga bagus-bagus. Berarti teman-teman di lapangan benar-benar sudah tahu bagaimana mengatasi banyaknya gangguan penyulang. Di antara yang bagus itu ada yang terbagus. Yakni, dari Manajer Cabang Rengat, Riau, Agustian. Jawaban Agustian ini lebih terasa sebagai jawaban seorang manajer. Bukan seperti jawaban seorang siswa yang lagi ujiann
Bukan pula seperti jawaban seorang birokrat yang lagi menyusun program. Pun tidak seperti jawaban seorang yang hobinya berceramah atau memberi nasihat.

Jawaban seorang manajer tidak boleh normatif atau abstrak. Jenis jawaban itulah yang akan membedakan mana seorang manajer dan mana seorang birokrat atau juru ceramah. Seorang penceramah tidak pernah dituntut mempertanggungjawabkan hasil dari ucapannya. Sedangkan seorang manajer, bukan saja dituntut hasilnya, tapi juga harus bisa mengemukakan “bagaimana cara mewujudkannya” dan “kapan mewujudkannya”. Karena itu, seorang yang berjiwa manajer tidak akan pernah mengucapkan kata “segera”, “sebentar lagi”, “dalam waktu cepat”, “dengan cara sebaik-baiknya”, “dengan hasil yang maksimal” atau kata-kata abstrak lain.

Lihatlah jawaban Rengat mengenai “bagaimana cara mengatasi banyaknya gangguan penyulang”:

  1. Menyusun ren-ja per kelompok JTM, gardu, JTR, SR, APP.
  2. Menetapkan target gangguan nihil untuk per unit 1 penyulang.
  3. Menetapkan program har&ops dist sebagai kontrak kerja masing-masing SDM. Atau dimasukkan dalam MUK dengan pekerjaan, antara lain, inspeksi JTM, pengukuran beban trafo, pemeriksaan SR dan APP.
  4. Menetapkan Jumat peduli yang melibatkan seluruh staf dan mitra.
  5. Gangguan turun Jan 2, Feb 0, Maret 0, April 1, Mei 1, Juni 0.

Angka-angka tersebut tentu menggembirakan karena di masa lalu satu penyulang bisa mengalami gangguan sampai 50 kali!

Semangat untuk menekan gangguan terasa begitu besar di seluruh Indonesia. Bahkan, Manajer Cabang Bogor Adi Priyanto, misalnya, sampai menangis gara-gara satu dari ratusan trafonya terganggu pada April lalu. Padahal, sudah tiga bulan berturut-turut dia berhasil membuat tanpa gangguan trafo sama sekali. Yang membuat dia menangis adalah “trafo itu terkena petir hanya seminggu sebelum rencana memasang antipetir di gardu tersebut”.?

Dari live chatting yang diikuti 43 manajer cabang seperti itu saya yakin teman-teman di lapangan akan mampu memenangi peperangan ini dalam waktu tiga bulan; Juli-Agustus-September 2011. Tiga bulan ke depan seluruh kekuatan, energi, dan persenjataan kita kerahkan untuk menundukkan musuh besar kita No 4 itu.

Keyakinan untuk memenangi pertempuran itu lebih tinggi lagi mengingat 1,5 tahun terakhir teman-teman PLN se-Indonesia sudah berhasil mengalahkan musuh-musuh besar No 1, No 2, dan No 3. Kalau tiga musuh besar itu saja sudah berhasil dilumpuhkan, adakah alasan untuk tidak bisa mengalahkan musuh nomor 4 ini?

Di antara tiga musuh besar yang sudah dimenangi itu, yang terbesar sudah tentu musuh No 1, yakni krisis listrik. PLN berhasil mengatasi krisis listrik hanya dalam waktu enam bulan (Januari-Juni 2010). Dalam waktu sesingkat itu kekurangan listrik di seluruh Indonesia tercukupi. Padahal, krisis listrik itu begitu gawat sehingga pemadaman bergilir yang parah terjadi di seluruh Indonesia. Mulai Sabang sampai Merauke.

Memang kalau ada mati lampu seperti yang terjadi sekarang ini, sebagian orang masih mengira bahwa listrik belum cukup. Setiap mati lampu dikira karena terjadi pemadaman bergilir. Kesan ini begitu kuat di masyarakat mengingat di masa lalu memang latar belakangnya seperti itu. Padahal, penyebab mati lampu sekarang ini sudah sangat berbeda. Karena itulah, target berikutnya adalah mengatasi penyebab mati lampu seperti itu.

Musuh besar No 2 yang juga sudah dapat diatasi adalah panjangnya daftar tunggu: 2,5 juta orang. Antrean untuk mendapatkan listrik begitu besar dan masa tunggu itu begitu lama. Ada yang antre listrik sejak lima atau tujuh tahun lalu. Daftar tunggu itu bisa diselesaikan melalui dua kali gerakan. Yakni, gerakan sehari sejuta sambungan (Grass) tahun lalu dan Grass ke-2 pada 17 Juni lalu.

Memang, masih ada beberapa daftar tunggu yang tercecer. Tapi, itu tidak sampai menyebabkan gagalnya program ini. Salah satu contoh terjadi di Belitung. Seseorang yang sudah antre listrik tidak mendapat sambungan di saat Grass kedua. Dia mengirim SMS dan menanyakan mengapa tidak mendapat sambungan. Ternyata terjadi salah pengertian. Sewaktu petugas PLN melakukan survei ke rumah tersebut, rumah dalam keadaan terkunci. Tidak ada penghuninya. Petugas PLN yang mencoba mengintip dalamnya rumah itu melihat sudah ada bola lampu yang menyala. Petugas PLN pun mengira rumah tersebut sudah berlistrik.

Ketika pengalaman petugas itu diceritakan kepada pemilik rumah, barulah jelas persoalannya: lampu yang menyala tersebut bukan langsung dari PLN.
Saya yakin kejadian serupa masih ada di beberapa daerah. Tapi, kejadian seperti itu tidak menyebabkan batalnya pernyataan kemenangan atas musuh besar No 2.
Musuh besar No 3, yakni banyaknya gangguan trafo, juga sudah dikalahkan. Gangguan trafo yang tahun lalu di setiap cabang bisa mencapai 50 kali sebulan (berarti di cabang tersebut mati lampu 50 kali sebulan) sudah tinggal satu digit. Banyak juga cabang yang sudah bisa mencapai gangguan nol! Yang lebih membanggakan, para manajer cabang ini terlihat lebih akrab bergaul dengan trafo. Setiap ke daerah saya selalu menanyakan di cabang tersebut memiliki berapa ratus trafo, berapa gangguan, dan apakah sudah punya trafo cadangan. Saya bangga bahwa manajer cabang umumnya hafal berapa trafo yang harus dia kontrol dan berapa tingkat gangguannya. Pernah saya marah kepada seorang kepala cabang yang tidak hafal berapa ratus trafo yang harus dia gauli. Akhirnya saya minta maaf karena ternyata dia baru sebulan di situ.

Saya memang gelisah dengan banyaknya gangguan trafo ini. Begitu banyaknya mati lampu akibat trafo rusak ini. Sampai-sampai saya kemudian menetapkan ganguan trafo adalah musuh besar kita nomor 3. Ketika akhirnya para manajer cabang bisa mengalahkan musuh No 3 itu, rasanya seperti tidak masuk akal. Banyak pertanyaan kepada diri mereka sendiri: kok bisa ya? Tak terbayangkan gangguan trafo yang begitu besar bisa diatasi.

Kini musuh kita di lapangan tinggal satu: musuh besar No 4, gangguan penyulang. Masih begitu banyak mati lampu akibat gangguan penyulang. Penyebabnya begitu beragam. Tapi, tidak ada kata menyerah. Gangguan penyulang tidak bisa dibiarkan. Masih ada penyulang yang gangguannya mencapai 15 kali sebulan. Ini berarti setiap dua hari sekali terjadi mati lampu akibat gangguan penyulang. Saya yakin dalam tiga bulan ke depan teman-teman manajer cabang juga bisa mengalahkan gangguan penyulang ini.

Kita memang masih memiliki beberapa musuh besar lain. Khusus musuh ‘yang sangat khusus’ ini menjadi tugas para direksi untuk mengalahkannya. Ini bukan musuhnya para prajurit yang gagah berani di lapangan. Ini musuhnya para jenderal di pusat kekuasaan PLN. Musuh yang ini harus dikalahkan dengan cara yang sangat khusus pula.
Musuh jenis apakah gerangan itu? Musuh dalam selimutkah? Silumankah? Harimau yang ganaskah? Belut yang licinkah? Saya tegaskan di sini, musuh itu bernama BBM. Bahan bakar minyak!

BBM-lah yang menyebabkan PLN borosnya luar biasa. BBM-lah yang kalau bisa diberantas membuat PLN menghemat 15 triliun rupiah setiap tahun.

Kalau tiga jenis musuh yang pertama itu kita kalahkan dan musuh No 4 pasti akan dikalahkan oleh teman-teman di lapangan, musuh dalam selimut itu pun pasti dikalahkan oleh jajaran direksi!?

Dengan sudah selesainya krisis listrik, dengan tuntasnya daftar tunggu, dengan sudah minimnya gangguan trafo, dua musuh berikutnya ini kita bagi dua: teman-teman di lapangan mengalahkan musuh No 4 dan teman-teman direksi mengalahkan musuh besar No 5!

Kita berlomba mana yang menang lebih dulu!(*)

Ceo PLN Dahlan Iskan terus berkomunikasi dengan seluruh karyawannya yang berjumlah 40.000 orang itu melalui CEO’s Note. Inilah yang terbaru:

Saya melakukan live chatting lagi 27 Juni lalu. Kali ini khusus dengan seluruh manajer cabang PLN se-Indonesia Barat. Hari masih sangat pagi, apalagi untuk daerah seperti Aceh dan Medan: pukul 07.30. Topik utama chatting hari itu adalah mengenai musuh terbaru PLN, yakni ‘Musuh Besar No 4’.

Saya mengawali chatting dengan satu pertanyaan yang jawabnya dilombakan. Sepuluh penjawab benar yang paling cepat akan mendapat sertifikat. Dalam waktu sekejap banyak manajer cabang yang sudah meng-up-load jawaban. Pertanyaannya memang sederhana: apakah musuh baru PLN yang kita sebut sebagai musuh besar nomor 4 itu?
Alhamdulillah, sebagian besar manajer cabang sudah tahu jawabnya: musuh besar No 4 PLN adalah gangguan penyulang. Hanya tiga manajer cabang yang salah. Lomba ini sebenarnya kurang fair. Manajer cabang yang akses internetnya lebih baik cenderung bisa lebih cepat meng-up-load jawaban. Sedangkan cabang yang internetnya payah akan tertinggal.

Pertanyaan berikutnya adalah: bagaimana cara mengalahkan musuh besar No 4 tersebut?
Para manajer cabang kembali berebut masuk ke arena chatting. Jawaban mereka juga bagus-bagus. Berarti teman-teman di lapangan benar-benar sudah tahu bagaimana mengatasi banyaknya gangguan penyulang. Di antara yang bagus itu ada yang terbagus. Yakni, dari Manajer Cabang Rengat, Riau, Agustian. Jawaban Agustian ini lebih terasa sebagai jawaban seorang manajer. Bukan seperti jawaban seorang siswa yang lagi ujiann
Bukan pula seperti jawaban seorang birokrat yang lagi menyusun program. Pun tidak seperti jawaban seorang yang hobinya berceramah atau memberi nasihat.

Jawaban seorang manajer tidak boleh normatif atau abstrak. Jenis jawaban itulah yang akan membedakan mana seorang manajer dan mana seorang birokrat atau juru ceramah. Seorang penceramah tidak pernah dituntut mempertanggungjawabkan hasil dari ucapannya. Sedangkan seorang manajer, bukan saja dituntut hasilnya, tapi juga harus bisa mengemukakan “bagaimana cara mewujudkannya” dan “kapan mewujudkannya”. Karena itu, seorang yang berjiwa manajer tidak akan pernah mengucapkan kata “segera”, “sebentar lagi”, “dalam waktu cepat”, “dengan cara sebaik-baiknya”, “dengan hasil yang maksimal” atau kata-kata abstrak lain.

Lihatlah jawaban Rengat mengenai “bagaimana cara mengatasi banyaknya gangguan penyulang”:

  1. Menyusun ren-ja per kelompok JTM, gardu, JTR, SR, APP.
  2. Menetapkan target gangguan nihil untuk per unit 1 penyulang.
  3. Menetapkan program har&ops dist sebagai kontrak kerja masing-masing SDM. Atau dimasukkan dalam MUK dengan pekerjaan, antara lain, inspeksi JTM, pengukuran beban trafo, pemeriksaan SR dan APP.
  4. Menetapkan Jumat peduli yang melibatkan seluruh staf dan mitra.
  5. Gangguan turun Jan 2, Feb 0, Maret 0, April 1, Mei 1, Juni 0.

Angka-angka tersebut tentu menggembirakan karena di masa lalu satu penyulang bisa mengalami gangguan sampai 50 kali!

Semangat untuk menekan gangguan terasa begitu besar di seluruh Indonesia. Bahkan, Manajer Cabang Bogor Adi Priyanto, misalnya, sampai menangis gara-gara satu dari ratusan trafonya terganggu pada April lalu. Padahal, sudah tiga bulan berturut-turut dia berhasil membuat tanpa gangguan trafo sama sekali. Yang membuat dia menangis adalah “trafo itu terkena petir hanya seminggu sebelum rencana memasang antipetir di gardu tersebut”.?

Dari live chatting yang diikuti 43 manajer cabang seperti itu saya yakin teman-teman di lapangan akan mampu memenangi peperangan ini dalam waktu tiga bulan; Juli-Agustus-September 2011. Tiga bulan ke depan seluruh kekuatan, energi, dan persenjataan kita kerahkan untuk menundukkan musuh besar kita No 4 itu.

Keyakinan untuk memenangi pertempuran itu lebih tinggi lagi mengingat 1,5 tahun terakhir teman-teman PLN se-Indonesia sudah berhasil mengalahkan musuh-musuh besar No 1, No 2, dan No 3. Kalau tiga musuh besar itu saja sudah berhasil dilumpuhkan, adakah alasan untuk tidak bisa mengalahkan musuh nomor 4 ini?

Di antara tiga musuh besar yang sudah dimenangi itu, yang terbesar sudah tentu musuh No 1, yakni krisis listrik. PLN berhasil mengatasi krisis listrik hanya dalam waktu enam bulan (Januari-Juni 2010). Dalam waktu sesingkat itu kekurangan listrik di seluruh Indonesia tercukupi. Padahal, krisis listrik itu begitu gawat sehingga pemadaman bergilir yang parah terjadi di seluruh Indonesia. Mulai Sabang sampai Merauke.

Memang kalau ada mati lampu seperti yang terjadi sekarang ini, sebagian orang masih mengira bahwa listrik belum cukup. Setiap mati lampu dikira karena terjadi pemadaman bergilir. Kesan ini begitu kuat di masyarakat mengingat di masa lalu memang latar belakangnya seperti itu. Padahal, penyebab mati lampu sekarang ini sudah sangat berbeda. Karena itulah, target berikutnya adalah mengatasi penyebab mati lampu seperti itu.

Musuh besar No 2 yang juga sudah dapat diatasi adalah panjangnya daftar tunggu: 2,5 juta orang. Antrean untuk mendapatkan listrik begitu besar dan masa tunggu itu begitu lama. Ada yang antre listrik sejak lima atau tujuh tahun lalu. Daftar tunggu itu bisa diselesaikan melalui dua kali gerakan. Yakni, gerakan sehari sejuta sambungan (Grass) tahun lalu dan Grass ke-2 pada 17 Juni lalu.

Memang, masih ada beberapa daftar tunggu yang tercecer. Tapi, itu tidak sampai menyebabkan gagalnya program ini. Salah satu contoh terjadi di Belitung. Seseorang yang sudah antre listrik tidak mendapat sambungan di saat Grass kedua. Dia mengirim SMS dan menanyakan mengapa tidak mendapat sambungan. Ternyata terjadi salah pengertian. Sewaktu petugas PLN melakukan survei ke rumah tersebut, rumah dalam keadaan terkunci. Tidak ada penghuninya. Petugas PLN yang mencoba mengintip dalamnya rumah itu melihat sudah ada bola lampu yang menyala. Petugas PLN pun mengira rumah tersebut sudah berlistrik.

Ketika pengalaman petugas itu diceritakan kepada pemilik rumah, barulah jelas persoalannya: lampu yang menyala tersebut bukan langsung dari PLN.
Saya yakin kejadian serupa masih ada di beberapa daerah. Tapi, kejadian seperti itu tidak menyebabkan batalnya pernyataan kemenangan atas musuh besar No 2.
Musuh besar No 3, yakni banyaknya gangguan trafo, juga sudah dikalahkan. Gangguan trafo yang tahun lalu di setiap cabang bisa mencapai 50 kali sebulan (berarti di cabang tersebut mati lampu 50 kali sebulan) sudah tinggal satu digit. Banyak juga cabang yang sudah bisa mencapai gangguan nol! Yang lebih membanggakan, para manajer cabang ini terlihat lebih akrab bergaul dengan trafo. Setiap ke daerah saya selalu menanyakan di cabang tersebut memiliki berapa ratus trafo, berapa gangguan, dan apakah sudah punya trafo cadangan. Saya bangga bahwa manajer cabang umumnya hafal berapa trafo yang harus dia kontrol dan berapa tingkat gangguannya. Pernah saya marah kepada seorang kepala cabang yang tidak hafal berapa ratus trafo yang harus dia gauli. Akhirnya saya minta maaf karena ternyata dia baru sebulan di situ.

Saya memang gelisah dengan banyaknya gangguan trafo ini. Begitu banyaknya mati lampu akibat trafo rusak ini. Sampai-sampai saya kemudian menetapkan ganguan trafo adalah musuh besar kita nomor 3. Ketika akhirnya para manajer cabang bisa mengalahkan musuh No 3 itu, rasanya seperti tidak masuk akal. Banyak pertanyaan kepada diri mereka sendiri: kok bisa ya? Tak terbayangkan gangguan trafo yang begitu besar bisa diatasi.

Kini musuh kita di lapangan tinggal satu: musuh besar No 4, gangguan penyulang. Masih begitu banyak mati lampu akibat gangguan penyulang. Penyebabnya begitu beragam. Tapi, tidak ada kata menyerah. Gangguan penyulang tidak bisa dibiarkan. Masih ada penyulang yang gangguannya mencapai 15 kali sebulan. Ini berarti setiap dua hari sekali terjadi mati lampu akibat gangguan penyulang. Saya yakin dalam tiga bulan ke depan teman-teman manajer cabang juga bisa mengalahkan gangguan penyulang ini.

Kita memang masih memiliki beberapa musuh besar lain. Khusus musuh ‘yang sangat khusus’ ini menjadi tugas para direksi untuk mengalahkannya. Ini bukan musuhnya para prajurit yang gagah berani di lapangan. Ini musuhnya para jenderal di pusat kekuasaan PLN. Musuh yang ini harus dikalahkan dengan cara yang sangat khusus pula.
Musuh jenis apakah gerangan itu? Musuh dalam selimutkah? Silumankah? Harimau yang ganaskah? Belut yang licinkah? Saya tegaskan di sini, musuh itu bernama BBM. Bahan bakar minyak!

BBM-lah yang menyebabkan PLN borosnya luar biasa. BBM-lah yang kalau bisa diberantas membuat PLN menghemat 15 triliun rupiah setiap tahun.

Kalau tiga jenis musuh yang pertama itu kita kalahkan dan musuh No 4 pasti akan dikalahkan oleh teman-teman di lapangan, musuh dalam selimut itu pun pasti dikalahkan oleh jajaran direksi!?

Dengan sudah selesainya krisis listrik, dengan tuntasnya daftar tunggu, dengan sudah minimnya gangguan trafo, dua musuh berikutnya ini kita bagi dua: teman-teman di lapangan mengalahkan musuh No 4 dan teman-teman direksi mengalahkan musuh besar No 5!

Kita berlomba mana yang menang lebih dulu!(*)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/