Oleh: Dahlan Iskan
——
Tidak ada sukses yang datang tiba-tiba. Begitu pun Rustono. Dengan Rusto’s Tempeh-nya. ‘’Usahanya berkembang ke seluruh dunia karena semangat man jadda,’’ kata wartawan Disway, Dahlan Iskan dalam seri terakhir kisah Raja Tempe di Jepang itu.
——-
Daerah pegunungan luar kota Kyoto ini indah sekali. Lokasi pembuatan tempe nomor 3 ini istimewa. Di sebuah lereng. Antara jalan kampung itu dan sungai. Yang airnya mengalir tipis. Di sela-sela bebatuan. Jernih sekali.
Saya heran. Kok Rustono diijinkan membangunnya di situ. Beruntung sekali anak desa Grobogan ini.
Di sekelilingnya hutan pinus. Di kejauhan sana tampak danau besar. Yang lingkarnya 200 km.
”Kalau musim gugur indahnya bukan main. Dedaunan di sini semua berwarna kuning dan merah,” katanya.
Itu berarti sekitar 2 minggu lagi. Saya terlalu dini datang ke sini. Ini pun di mata saya sudah sangat indah: gunung, sungai, bebatuan, hutan dan jalan yang berkelok-kelok.
Itu sesuai dengan impian Rustono muda. Tetap di desa tapi beda kelasnya. Kini Rustono 50 tahun. Anaknya dua: perempuan semua. Yang besar sudah kuliah: di pariwisata. Cita-citanya jadi pemandu wisata.
Yang kecil masih SMA. Sudah pandai memainkan saksofon. Seperti ayahnya. Saya diperlihatkan videonya: ayah dan bungsu main saksofon. Si sulung main keyboard. Asyik. Main musik bertiga. Dua saksofon saling sautan.
Keluarga ini juga sering berdayung kano. Di danau itu. Dan mancing. Tidak ada danau dan kano di desanya dulu. Di Grobogan. Dulu alam seperti pedesaan Kyoto ini hanya ada dalam mimpi.
Anak-anaknya itu pernah diajak ke Indonesia. Ke Grobogan. Tapi tidak ada keinginan untuk pindah ke Indonesia. Rustono sendiri sudah menyatu dengan istrinya. Di pegunungan ini.
”Saya sering bilang ke istri saya. Ingin sampai mati di sini. Mayat saya terserah dia. Mau dikubur silakan. Mau dikremasi gak apa-apa,” katanya.
Tapi Rustono tetap pegang paspor Indonesia. Hanya statusnya beda. Sudah permanen resident di Jepang.
Anak-anaknya pilih jadi warga negara Jepang. ”Saya kan orang Jawa. Tidak punya marga. Saya ijinkan anak-anak saya menggunakan marga ibunya,” ujar Rustono.
Tempe sudah menjadi usaha utamanya. Dan satu-satunya.
Rustono ingin menjadi seperti orang Jepang pada umumnya: profesional. Menekuni satu bidang. Dengan amat sungguh-sungguh. Sampai ahli. Sampai sempurna. Sampai jadi rajanya.
Kini gelar raja tempe sudah disandangnya. Literatur tempe sudah dikuasainya.
‘Rusto’s Tempeh’ sudah jadi brandnya yang kuat.
Kini Rustono membuat langkah baru: dari Indonesia untuk dunia. Tidak hanya puas menjadi raja tempe Jepang. Ia sedang mengembangkan tempe di Meksiko, Korea, Austria dan sebentar lagi Amerika. Menggunakan sistem waralaba.