25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tahun Ini, BPODT Jadwalkan Sports Tourism Triathlon di Samosir, Tim Triathlon Coret Renang

sepeda Pulau Samosir memiliki jalur trek sepeda yang menantang dengan pemandangan indah sepanjang jalan. BPODT berencana menggelar ajang Triathlon skala internasional di Samosir tahun ini, yakni gabungan olahraga berenang, bersepeda, dan berlari.

SAMOSIR, SUMTPOS.CO – Setelah olahraga ekspedisi Kayak di Danau Toba, Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT) menjadwalkan event Sports Tourism Triathlon di Pulau Samosir, Danau Toba, September tahun ini. Event olahraga Triathlon berupa berenang, bersepeda, dan berlari sekaligus dalam satu kompetisi. Rencananya, BPODT akan melibatkan atlet nasional maupun internasional. Namun kemarin muncul informasi, tim mencoret olahraga berenang dari event itu.

“TRIATHLON berenangnya, mereka tidak mau,” ungkap Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi kepada wartawan di Medan, Kamis (5/9). Hal itu disampaikan Tim Triathlon kepada Edy, usai melakukan pengecekan venue ke danau terbesar di Asia Tenggara itu.

Alasan penolakan, terkait kualitas air Danau Toba yang dinilai kurang bersih. “Lari dan sepeda dia mau. Untuk berenang, mereka menolak usai cek airnya. Harus perlu dibersihkan si air itu,” sebut Edy. Apakah menurunnya kualitas air Danau Toba disebabkan budi daya ikann Keramba Jaring Apung (KJA) dan limbah lain? Edy enggan mengungkapkan. “Saya belum tanya. Pastinya kurang bersih. Isu lingkungan? Mungkin saja,” katanya.

Dikonfimasi soal pernyataan tim triathlon menolak olahraga berenang, Direktur Utama (Dirut) BPODT, Arie Prasetyo, balik bertanya siapa yang menyatakan.

“Kata siapa?” tanya Arie saat dikonfirmasi melalui Whatsaap.

Saat dijawab informasinya datang dari Gubernur Sumut, Arie enggan menjawab pertanyaan lain.

Sebelumnya, Arie Prasetyo mengungkapkan, BPODT akan menggelar Triathlon Danau Toba, berlokasi di Samosir. “Dengan wisata olahraga ini, Danau Toba bangkit dan ekonomi masyarakat bangkit,” kata Arie di Samosir, Juli lalu.

Even Triathlon rencananya akan digelar September tahun ini, melibatkan pihak terkait dan sejumlah negara. Tujuannya, mendongkrak kunjungan wisatawan ke Danau Toba.

“Danau Toba memiliki lokasi yang baik. Jadi kita perlu meningkatkan Sport Tourism atau Pariwisata Olahraga. Tahun lalu kita sudah membuat acara bersepeda dan lari. Kemudian olahraga Kayak mengelilingi Danau Toba sejauh 135 kilometer,” kata Arie.

Menurut Arie, olahraga air banyak diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara serta masyarakat umum. Meski demikian, kegiatan Sport Tourism di perairan Danau Toba tetap harus mengikuti prosedur keamanan dan melihat kondisi cuaca.

Selanjutnya BPODT merancang Triathlon. Triathlon adalah olahraga yang menggabungkan tiga cabang olahraga yakni, renang, lari sprint, dan bersepeda. Sebagai bentuk keseriusan menggelar event olahraga ini, pihaknya mengundang atlet Triathlon dari Amerika Serikat dan Singapura guna melihat lokasi untuk dijadikan venue di Samosir.

“Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, nantinya mereka akan berenang sekitar 2 kilometer, tidak jauh dari pesisir. Untuk lari tidak ada masalah. Kalau bersepada, masih ada PR atau pekerjaan rumah yaitu soal jalan. Namun masalah itu sedang dikerjakan oleh Kementerian PU,” tutup Arie.

Asita Tetap Dorong Wisata Halal

Sementara itu, meski label wisata halal mendapat penolakan dari masyarakat kawasan Danau Toba, Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Sumut, tetap menyatakan, mendukung konsep tersebut. Alasannya, konsep wisata halal dibutuhkan wisatawan muslim.

“Konsep wisata halal bukan hal baru. Wisata halal ini muncul melihat potensi pertumbuhan wisata muslim yang sangat pesat dari segi ekonomi. Konsep ini diciptakan untuk melayani kebutuhan wisatawan muslim di negara-negar Non OKI, seperti menyediakan restoran halal dan tempat sholat dalam perjalanan,” ungkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Asita Sumut, Solahuddin Nasution. kepada Sumut Pos, Kamis (5/9).

Solahuddin mengungkapkan, wisata halal dimaknai sebagai muslim friendly tourism. Walaupun tidak persis sama. “Pendekatan muslim friendly lebih longgar atau soft. Yakni memudahkan wisatawan muslim mendapatkan akses restoran halal dan fasilitas tempat sholat ketika berkunjung ke suatu destinasi,” katanya.

Sejauh ini, kata dia, pemerintah belum menetapkan terminologi, kriteria, dan aturan-aturan yang mengikat dalam menetapkan dan mengembangkan wisata halal. Untuk itu, ia berharap konsep wisata halal di Indonesia memiliki payung hukum, agar tidak menimbulkan misinterpretasi dan mispersepsi di tengah-tengah masyarakat.

“Pemerintah harus mampu memberikan penjelasan dan meyakinkan masyarakat bahwa yang dimaksudkan hanya sebatas penyediaan fasilitas umum yang diperlukan wisatawan muslim, yakni restoran halal dan tempat salat,” katanya. Jadi bukan mengubah segala sesuatu yang non halal menjadi halal.

“Kebudayaan masyarakat setempat dan kearifan lokal tetap dibiarkan berkembang dan menjadi kekuatan pariwisata nasional,” jelasnya.

Wisatawan halal itu, menurut Solahuddin, tujuannya adalah menambah segmen pasar, menggarap wisatawan muslim untuk meningkatkan jumlah kunjungan. Membuat mereka nyaman untuk meningkatkan rata-rata lama tinggal atau lenght of stay.

“Agar wisatawan lebih banyak lagi membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi dan masyarakat mendapatkan dampak positif secara ekonomi,” ungkapnya.

Solahuddin mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi wisata yang baik dan bagus. Sudah pasti menjadi buruan tujuan wisatawan mancanegara (wisman), termasuk wisman muslim dari berbagai negara. “Sebagai tuan rumah yang baik, adalah wajar kita menyiapkan kebutuhan wisatawan. Tidak hanya restoran halal. Tapi juga segmen lain, misalkan restoran vegetarian, chinese food, european food, dll. Hal itu sesuai market yang ingin kita sasar,” ungkapnya.

Solahuddin mengutip data yang dihimpun Global Muslim Travel Index (GMTI), jumlah wisatawan muslim pada tahun 2020 mencapai 158 juta, di luar ibadah haji dan umroh. Pengeluaran mencapai US$.177 milliar atau sekitar Rp.2.500 triliun pada tahun 2017. Diperkirakan akan melonjak hingga US$.300 milliar setara dengan Rp.4.200 trilliun pada tahun 2026.

“GMTI 2019 menetapkan Singapore menduduki peringkat pertama sebagai muslim friendly countries ranking, dengan penduduk muslim 15 persen. Disusul oleh Thailand, Jepang, Inggris, Taiwan, Afrika Selatan, Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Spanyol dan Philippine,” jelas Solahuddin.

Ia menilai kebijakan muslim friendly travel destintion tersebut, tidak menjadi ancaman bagi kebudayaan masyarakat dan kearifan lokal. “Karena multiflier effect dari perkembangan pariwisata dari segi ekonomi sangat luas. Sebagai destinasi wisata ketersediaan restoran halal dan fasilitas tempat salat merupakan bagian dari amenitas yang dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata,” tutur Solahuddin.

Adapun wisatawan muslim dimaksud, berdasar pengalaman umumnya, adalah wisatawan yang berasal dari negara-negara Timur Tengah. Mereka mencari destinasi yang rileks dan santai. Karena kalau destinasi syariah di negaranya, mereka juga mendapatkannya.

“Tapi masalah makanan halal dan tempat ibadah ini memang sangat penting. Tentu hal ini juga berlaku untuk segmen pasar yang lainnya,” pungkas Solahuddin. (gus)

sepeda Pulau Samosir memiliki jalur trek sepeda yang menantang dengan pemandangan indah sepanjang jalan. BPODT berencana menggelar ajang Triathlon skala internasional di Samosir tahun ini, yakni gabungan olahraga berenang, bersepeda, dan berlari.

SAMOSIR, SUMTPOS.CO – Setelah olahraga ekspedisi Kayak di Danau Toba, Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT) menjadwalkan event Sports Tourism Triathlon di Pulau Samosir, Danau Toba, September tahun ini. Event olahraga Triathlon berupa berenang, bersepeda, dan berlari sekaligus dalam satu kompetisi. Rencananya, BPODT akan melibatkan atlet nasional maupun internasional. Namun kemarin muncul informasi, tim mencoret olahraga berenang dari event itu.

“TRIATHLON berenangnya, mereka tidak mau,” ungkap Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi kepada wartawan di Medan, Kamis (5/9). Hal itu disampaikan Tim Triathlon kepada Edy, usai melakukan pengecekan venue ke danau terbesar di Asia Tenggara itu.

Alasan penolakan, terkait kualitas air Danau Toba yang dinilai kurang bersih. “Lari dan sepeda dia mau. Untuk berenang, mereka menolak usai cek airnya. Harus perlu dibersihkan si air itu,” sebut Edy. Apakah menurunnya kualitas air Danau Toba disebabkan budi daya ikann Keramba Jaring Apung (KJA) dan limbah lain? Edy enggan mengungkapkan. “Saya belum tanya. Pastinya kurang bersih. Isu lingkungan? Mungkin saja,” katanya.

Dikonfimasi soal pernyataan tim triathlon menolak olahraga berenang, Direktur Utama (Dirut) BPODT, Arie Prasetyo, balik bertanya siapa yang menyatakan.

“Kata siapa?” tanya Arie saat dikonfirmasi melalui Whatsaap.

Saat dijawab informasinya datang dari Gubernur Sumut, Arie enggan menjawab pertanyaan lain.

Sebelumnya, Arie Prasetyo mengungkapkan, BPODT akan menggelar Triathlon Danau Toba, berlokasi di Samosir. “Dengan wisata olahraga ini, Danau Toba bangkit dan ekonomi masyarakat bangkit,” kata Arie di Samosir, Juli lalu.

Even Triathlon rencananya akan digelar September tahun ini, melibatkan pihak terkait dan sejumlah negara. Tujuannya, mendongkrak kunjungan wisatawan ke Danau Toba.

“Danau Toba memiliki lokasi yang baik. Jadi kita perlu meningkatkan Sport Tourism atau Pariwisata Olahraga. Tahun lalu kita sudah membuat acara bersepeda dan lari. Kemudian olahraga Kayak mengelilingi Danau Toba sejauh 135 kilometer,” kata Arie.

Menurut Arie, olahraga air banyak diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara serta masyarakat umum. Meski demikian, kegiatan Sport Tourism di perairan Danau Toba tetap harus mengikuti prosedur keamanan dan melihat kondisi cuaca.

Selanjutnya BPODT merancang Triathlon. Triathlon adalah olahraga yang menggabungkan tiga cabang olahraga yakni, renang, lari sprint, dan bersepeda. Sebagai bentuk keseriusan menggelar event olahraga ini, pihaknya mengundang atlet Triathlon dari Amerika Serikat dan Singapura guna melihat lokasi untuk dijadikan venue di Samosir.

“Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, nantinya mereka akan berenang sekitar 2 kilometer, tidak jauh dari pesisir. Untuk lari tidak ada masalah. Kalau bersepada, masih ada PR atau pekerjaan rumah yaitu soal jalan. Namun masalah itu sedang dikerjakan oleh Kementerian PU,” tutup Arie.

Asita Tetap Dorong Wisata Halal

Sementara itu, meski label wisata halal mendapat penolakan dari masyarakat kawasan Danau Toba, Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Sumut, tetap menyatakan, mendukung konsep tersebut. Alasannya, konsep wisata halal dibutuhkan wisatawan muslim.

“Konsep wisata halal bukan hal baru. Wisata halal ini muncul melihat potensi pertumbuhan wisata muslim yang sangat pesat dari segi ekonomi. Konsep ini diciptakan untuk melayani kebutuhan wisatawan muslim di negara-negar Non OKI, seperti menyediakan restoran halal dan tempat sholat dalam perjalanan,” ungkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Asita Sumut, Solahuddin Nasution. kepada Sumut Pos, Kamis (5/9).

Solahuddin mengungkapkan, wisata halal dimaknai sebagai muslim friendly tourism. Walaupun tidak persis sama. “Pendekatan muslim friendly lebih longgar atau soft. Yakni memudahkan wisatawan muslim mendapatkan akses restoran halal dan fasilitas tempat sholat ketika berkunjung ke suatu destinasi,” katanya.

Sejauh ini, kata dia, pemerintah belum menetapkan terminologi, kriteria, dan aturan-aturan yang mengikat dalam menetapkan dan mengembangkan wisata halal. Untuk itu, ia berharap konsep wisata halal di Indonesia memiliki payung hukum, agar tidak menimbulkan misinterpretasi dan mispersepsi di tengah-tengah masyarakat.

“Pemerintah harus mampu memberikan penjelasan dan meyakinkan masyarakat bahwa yang dimaksudkan hanya sebatas penyediaan fasilitas umum yang diperlukan wisatawan muslim, yakni restoran halal dan tempat salat,” katanya. Jadi bukan mengubah segala sesuatu yang non halal menjadi halal.

“Kebudayaan masyarakat setempat dan kearifan lokal tetap dibiarkan berkembang dan menjadi kekuatan pariwisata nasional,” jelasnya.

Wisatawan halal itu, menurut Solahuddin, tujuannya adalah menambah segmen pasar, menggarap wisatawan muslim untuk meningkatkan jumlah kunjungan. Membuat mereka nyaman untuk meningkatkan rata-rata lama tinggal atau lenght of stay.

“Agar wisatawan lebih banyak lagi membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi dan masyarakat mendapatkan dampak positif secara ekonomi,” ungkapnya.

Solahuddin mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi wisata yang baik dan bagus. Sudah pasti menjadi buruan tujuan wisatawan mancanegara (wisman), termasuk wisman muslim dari berbagai negara. “Sebagai tuan rumah yang baik, adalah wajar kita menyiapkan kebutuhan wisatawan. Tidak hanya restoran halal. Tapi juga segmen lain, misalkan restoran vegetarian, chinese food, european food, dll. Hal itu sesuai market yang ingin kita sasar,” ungkapnya.

Solahuddin mengutip data yang dihimpun Global Muslim Travel Index (GMTI), jumlah wisatawan muslim pada tahun 2020 mencapai 158 juta, di luar ibadah haji dan umroh. Pengeluaran mencapai US$.177 milliar atau sekitar Rp.2.500 triliun pada tahun 2017. Diperkirakan akan melonjak hingga US$.300 milliar setara dengan Rp.4.200 trilliun pada tahun 2026.

“GMTI 2019 menetapkan Singapore menduduki peringkat pertama sebagai muslim friendly countries ranking, dengan penduduk muslim 15 persen. Disusul oleh Thailand, Jepang, Inggris, Taiwan, Afrika Selatan, Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Spanyol dan Philippine,” jelas Solahuddin.

Ia menilai kebijakan muslim friendly travel destintion tersebut, tidak menjadi ancaman bagi kebudayaan masyarakat dan kearifan lokal. “Karena multiflier effect dari perkembangan pariwisata dari segi ekonomi sangat luas. Sebagai destinasi wisata ketersediaan restoran halal dan fasilitas tempat salat merupakan bagian dari amenitas yang dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata,” tutur Solahuddin.

Adapun wisatawan muslim dimaksud, berdasar pengalaman umumnya, adalah wisatawan yang berasal dari negara-negara Timur Tengah. Mereka mencari destinasi yang rileks dan santai. Karena kalau destinasi syariah di negaranya, mereka juga mendapatkannya.

“Tapi masalah makanan halal dan tempat ibadah ini memang sangat penting. Tentu hal ini juga berlaku untuk segmen pasar yang lainnya,” pungkas Solahuddin. (gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/