Taif adalah salah satu daerah di Jazirah Arab yang menyimpan catatan sejarah penting peradaban umat muslim selain Makkah dan Madinah. Seiring berjalannya waktu, Taif kini berkembang menjadi destinasi wisata baru yang populer.
M. SHOLAHUDDIN, Taif
Matahari belum penuh menampakkan wujudnya. Saya bersama sejumlah teman menuju Taif dengan kendaraan tua berkapasitas 15 orang. Kami ditemani Lukmanul Hakim, guide yang juga mukimin asal Jawa Timur. Kendaraan kami bergerak menuju timur Kota Makkah. “
Meski selepas subuh, suhu di Kota Suci itu tetap panas. Rata-rata di atas 30 derajat Celsius. Kalau siang, panas lebih menyengat lagi. Di Surabaya yang suhunya 34 derajat Celsius saja gerahnya minta ampun. Padahal, suhu di Makkah bisa sampai 45 derajat Celsius.
Kami berangkat pagi buta dengan harapan pemeriksaan oleh polisi setempat di checkpoint perbatasan wilayah Makkah dan Taif bakal longgar. Memang kami sudah mengantongi “surat sakti” dari Kepala Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja (Daker) Makkah Arsyad Hidayat. Berbekal surat keterangan itu, paling tidak kami tak dianggap sebagai warga overstayer.
“Mudah-mudahan bisa masuk. Sebab, boleh dibilang untung-untungan saat hendak masuk ke Taif. Terkadang longgar, tapi terkadang ketat sekali. Karena visa kita kan bukan visa kunjungan, melainkan visa haji,” kata Hakim yang sudah menetap di Arab Saudi sepuluh tahun itu.
Taif tidak bisa dilepaskan dari sejarah kenabian dan peradaban Islam. Saat berada di Makkah, cerita-cerita keeksotisan Taif dari mereka yang sudah pernah ke sana membuat saya makin penasaran. Taif dikenal sebagai daerah pemasok buah-buahan dan sayuran ke wilayah Makkah dan sekitarnya.
Hakim bercerita, warga di luar Saudi tidak mudah masuk ke wilayah Taif jika tidak berbekal visa kunjungan. Pemilik visa haji dan umrah pun untung-untungan. Kalau lagi bernasib baik, mereka bisa masuk. Sebaliknya, jika tidak beruntung, konsekuensinya dipaksa balik.
“Lebih sial lagi diproses. Sopir atau orang yang mendampingi khawatir kena sanksi karena dianggap mengajak pendatang tanpa visa turis alias ilegal. Karena itu, saat musim haji atau umrah, hampir tidak ada yang berani mengantar para jamaah ke sini (Taif) kalau tidak ada surat,” ungkapnya.
Begitu kendaraan mendekati area checkpoint, kami bertambah cemas. Area”checkpoint ditandai dengan bangunan seperti reklame bando. Namun, terbuat dari bebatuan sederhana dengan ornamen apik. Sungguh beruntung, saat itu tidak ada pemeriksaan petugas. Kendaraan pun terus melaju.
Keindahan Taif tergambar sejak dari checkpoint tersebut. Tepatnya, menjelang perbukitan Al Hada. Melempar pandang ke kiri dan ke kanan, jalannya meliuk-liuk. Turun-naik melintasi perbukitan cadas. Jalanan bak kelokan ular. Setidaknya ada 93 kelokan tajam di bukit dengan ketinggan 6 ribu kaki atau 1.800 meter di atas permukaan laut tersebut. Papan peringatan bertulisan bahasa Arab dan Inggris bertebaran di banyak titik. Ada juga tulisan pengingat yang berbunyi: Masya Allah dan Subhanallah.
Pendar cahaya lampu penerangan jalan semakin membuat area itu eksotis dan berwarna. Hawa sejuk dan semilir angin menyelinap dari sela-sela kaca jendela kendaraan. AC kendaraan pun dimatikan. Rasanya teramat sayang kalau mata sampai berkedip. Apalagi terpejam. “Kalau hujan deras biasanya jalanan Al Hada ini ditutup. Khawatir ada musibah longsor. Dulu pernah tutup beberapa hari sehingga penduduk setempat tidak bisa keluar,” jelas Hakim.
Panaroma perbukitan cadas Al Hada menggugah selera untuk tidak memacu kendaraan dan terburu-buru melanjutkan perjalanan. Namun, tentu kendaraan tidak bisa berhenti seenaknya. Pihak setempat mempersiapkan rest area bagi pengunjung yang ingin berfoto dengan latar belakang lembah atau perbukitan nan elok itu. Rest area tersebut berada di sejumlah sisi jalan perbukitan Al Hada.
Sayang, keindahan bebatuan yang tersusun bak patung itu dinodai aksi corat-coret tangan manusia. Ada coretan dari warga Indonesia. Hal tersebut bisa dengan mudah dilihat dari nama dan tempat asal yang tergores di bebatuan. “
Di tempat itu pengunjung dengan mudah menjumpai sekumpulan kera liar yang bercengkerama di atas bebatuan gundul. “Awas, nggak usah keluar. Kalau mau memotret dari dalam mobil saja,” ujar Hakim.
Sebagai pemasok sayuran dan buah-buahan terbesar di Jazirah Arab, Al Hada mempunyai pasar buah dan hasil bumi produksi Taif. Mulai jeruk, zaitun, aprikot, anggur, hingga rumman (delima) yang ranum memerah. “Buah yang populer dan digemari di sini adalah rumman. Rasanya manis dan ukurannya besar-besar. Tidak seperti di Indonesia,” katanya.
Harga buah-buah segar itu relatif tidak mahal. Delima, misalnya, dibanderol 100 riyal (Rp 300 ribu) per kilogram. Tawar-menawar dengan pedagang buah boleh saja dilakukan. Namun, itu dilakukan jika pengunjung membeli dalam jumlah banyak. “Halal, ini buah delima asli Taif. Selain enak dan manis, juga berkhasiat untuk kesehatan,” kata Amran Ahmad, pedagang asal Bangladesh yang sudah lama tinggal di Taif.”
Amran yang bisa berbahasa Melayu itu menyebut buah dan sayuran di Taif seolah tidak mengenal musim. Selalu ada yang tumbuh. Kesuburan tanahnya membuat kawasan tersebut cocok untuk semua jenis buah. “Kota ini banyak disebut sebagai the city of roses. Wangi mawar di lembah-lembah juga merupakan dayak tarik tersendiri bagi wisatawan,” ujarnya.
Bunga mawar banyak dijumpai di kampung-kampung Taif. Biasanya mawar itu banyak diolah dengan sistem penyulingan sehingga berwujud cairan. Amran menyarankan, kalau ingin melihat panen mawar, pengunjung bisa datang pada Maret”April. Saat itu ribuan ladang mawar bermekaran di wilayah Shafa dan Al Hada. “Kualitas sulingan mawar di sini terbaik di dunia,” ungkapnya sambil menyodorkan sebotol cairan mawar yang juga dijualnya.
Wangi mawar, rerimbunan taman alami, langit cerah, bebatuan granit, dan burung-burung eksotis serta satwa liar membuat wilayah Taif kini semakin dilirik para pelancong. Terlebih, akses transportasi sangat mendukung. Dari Makkah, Taif hanya berjarak sekitar 80 kilometer dengan lama perjalanan sekitar sejam. Taif juga memiliki bandara. Resor dan hotel tumbuh berkembang di banyak tempat pilihan.
Taif jauh lebih dingin daripada Makkah. Suhu di sana berkisar 27 derajat Celsius. Belakangan semakin banyak yang mengunjungi Taif. Hampir setengah juta orang mengunjungi Taif setiap tahun. Terutama saat wilayah Hijaz memasuki musim panas. Tidak terkecuali sang raja.
Dalam periode tertentu ada beragam festival. Taif juga menawarkan wisata modern seperti water boom taman hingga mobil gantung yang bisa dilihat kala melintas di jalur perbukitan Al Hada.
Wajah Taif terbilang unik dan ajaib. Di tengah hamparan gurun dan gunung cadas, Taif bak menjadi oase. Di sisi timur Taif terhampar gurun pasir yang masuk wilayah Provinsi Rub Al Khali. Sebelah baratnya adalah Makkah, kota tua tempat Baitullah berada dengan lembah dan pegunungan batu yang gersang. “Inilah satu bukti keagungan Tuhan,” kata Amran.
Taif meninggalkan sejumlah benda cagar budaya, fitur arkeologi, dan catatan sejarah dengan baik. Ada banyak lokasi terkenal sebelum masa Islam dan masjid lama yang tersebar di wilayah Taif. Sejumlah istana artistik dan bersejarah juga berdiri. Sebut saja Istana Ismaiel, Bahawat, dan Shubra. Seluruhnya dibangun dengan gaya konstruksi lokal. Keterbatasan waktu memaksa kami tidak sampai menelusuri keindahan Taif lebih jauh. Memang diperlukan waktu berhari-hari untuk bisa tuntas menikmatinya.
Taif menjadi satu bukti potongan sejarah kenabian. Di wilayah itulah Nabi Muhammad SAW diriwayatkan pernah diusir warga setempat. Bahkan, beliau sempat dilempari batu ketika berdakwah selama sepuluh hari di Taif sebelum kembali ke Makkah. Malaikat pun murka dan hendak menimpakan gunung kepada warga. Namun, Nabi Muhammad dengan kebijakan dan kemuliaan hatinya tidak mengizinkan. Malah, Rasulullah berdoa agar pintu hati penduduk itu dibuka. (*)