25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

De’LAPO’s, Pengusung Summer Blues

Mungkin secara nama band, de’LAPO’s belum dikenal di kancah artis Batak. Tapi bagi sebagian besar warga Medan, tentu tidak asing dengan nama Summer Blues. Grup band beraliran blues yang begitu fenomenal di tahun 1995 hingga tahun 2000 lalu. Selain itu selama ini, para personilnya juga lebih banyak berkiprah di panggung rock tanah air.

Yup, tiga pria yang melahirkan de’LAPO’s, merupakan para pengusung Summer Blues saat ini. Mereka masih ada, meski jarang terdengar aksinya akhir-akhir ini. Maklum saja, sang bassist Horas Pinem, kini lebih disibukkan dengan aktifitasnya sebagai operator rekaman di studio Musica, menangani artis-artis papan atas Indonesia. Lain lagi dengan Andar Hutapea. Vocalis yang merangkap gitaris ini, sehari-hari harus menunaikan kewajibannya sebagai abdi negara. Sementara sang penggebuk drum Zoe Padang, banyak berkiprah mengisi panggung-panggung hotel berbintang di Indonesia.

Namun demikian, mereka tetaplah tiga anak-anak muda berdarah Batak, yang begitu mencintai dan mendalami budaya yang ada. Sehingga akhirnya berawal dari hal ini, tidak heran jika kemudian Summer Blues melahirkan sejumlah lagu berbahasa Batak. Salah satunya mengalir begitu indah dalam album perdana berbahasa Batak de’LAPO’s, “Di Dia Ho”. Namun mengapa tidak memakai nama Summer Blues saja? “Karena kita ingin membuat sesuatu yang berbeda dan sekaligus surprise. Apalagi bagi kita, berkarya lewat lagu Batak itu sebuah pengabdian. Kita mulai menyadari, ternyata di saat semakin berumur dan hidup diperantauan, semakin membuat kita mencintai budaya. Jadi panggilan itu begitu kuat untuk berbuat sesuatu. Kalau bukan kita yang melestarikannya, siapa lagi?”ungkap Horas Pinem.

Menariknya saat mendengar sepuluh lagu dalam album yang telah diluncurkan sejak beberapa bulan lalu ini, terasa sekali perbedaan dengan lagu-lagu batak pada umumnya. Perpaduan nada-nada yang dihasilkan sebagaimana termuat dalam lagu “Di Dia Ho” dan “Supir Serap”, cukup enerjik, ringan namun renyah di telinga. Apalagi dengan tidak meninggalkan unsur aroma rock’n roll yang membalut kental, membuat tiap lagu semakin berwarna. Menjadikan aliran lirik dan nada, mengaura indah di permukaan. Sehingga cukup sulit untuk melukiskan dalamnya rasa yang dihadirkan dalam lagu-lagu buah karya Andar Hutapea dan Horas Pinem ini. Apalagi pilihan tiap kata lirik-lirik yang mengemuka, benar-benar dihadirkan dari bahasa sehari-hari masyarakat Batak pada umumnya.

“Berkarya itu tidak hanya bicara apa yang kita mau. Tapi bagaimana mengekspresikan setiap pengalaman masing-masing orang dan melukiskannya secara nyata. Jadi tidak sekedar hanya sebuah lagu semata. Dan lagi dalam menggarap album batak, kita merasa lebih lepas berekspresi,”ungkap Andar sebagaimana diamini Zoe Padang. Perbedaan lain, jika pada umumnya album batak berbentuk dalam format VCD, de’LAPO’s justru menghadirkannya dalam bentuk CD. Alasannya sangat sederhana, “Karena kita ingin membangkitkan daya hayal dari siapa saja yang mendengarnya. Jadi biar masing-masing orang melukiskan, meresapi dan menggambarkan makna tiap-tiap lagu tersebut dalam wujud imajinasinya masing-masing. Seperti membaca sebuah novel,”ungkap Andar sembari tersenyum. (gir)

Mungkin secara nama band, de’LAPO’s belum dikenal di kancah artis Batak. Tapi bagi sebagian besar warga Medan, tentu tidak asing dengan nama Summer Blues. Grup band beraliran blues yang begitu fenomenal di tahun 1995 hingga tahun 2000 lalu. Selain itu selama ini, para personilnya juga lebih banyak berkiprah di panggung rock tanah air.

Yup, tiga pria yang melahirkan de’LAPO’s, merupakan para pengusung Summer Blues saat ini. Mereka masih ada, meski jarang terdengar aksinya akhir-akhir ini. Maklum saja, sang bassist Horas Pinem, kini lebih disibukkan dengan aktifitasnya sebagai operator rekaman di studio Musica, menangani artis-artis papan atas Indonesia. Lain lagi dengan Andar Hutapea. Vocalis yang merangkap gitaris ini, sehari-hari harus menunaikan kewajibannya sebagai abdi negara. Sementara sang penggebuk drum Zoe Padang, banyak berkiprah mengisi panggung-panggung hotel berbintang di Indonesia.

Namun demikian, mereka tetaplah tiga anak-anak muda berdarah Batak, yang begitu mencintai dan mendalami budaya yang ada. Sehingga akhirnya berawal dari hal ini, tidak heran jika kemudian Summer Blues melahirkan sejumlah lagu berbahasa Batak. Salah satunya mengalir begitu indah dalam album perdana berbahasa Batak de’LAPO’s, “Di Dia Ho”. Namun mengapa tidak memakai nama Summer Blues saja? “Karena kita ingin membuat sesuatu yang berbeda dan sekaligus surprise. Apalagi bagi kita, berkarya lewat lagu Batak itu sebuah pengabdian. Kita mulai menyadari, ternyata di saat semakin berumur dan hidup diperantauan, semakin membuat kita mencintai budaya. Jadi panggilan itu begitu kuat untuk berbuat sesuatu. Kalau bukan kita yang melestarikannya, siapa lagi?”ungkap Horas Pinem.

Menariknya saat mendengar sepuluh lagu dalam album yang telah diluncurkan sejak beberapa bulan lalu ini, terasa sekali perbedaan dengan lagu-lagu batak pada umumnya. Perpaduan nada-nada yang dihasilkan sebagaimana termuat dalam lagu “Di Dia Ho” dan “Supir Serap”, cukup enerjik, ringan namun renyah di telinga. Apalagi dengan tidak meninggalkan unsur aroma rock’n roll yang membalut kental, membuat tiap lagu semakin berwarna. Menjadikan aliran lirik dan nada, mengaura indah di permukaan. Sehingga cukup sulit untuk melukiskan dalamnya rasa yang dihadirkan dalam lagu-lagu buah karya Andar Hutapea dan Horas Pinem ini. Apalagi pilihan tiap kata lirik-lirik yang mengemuka, benar-benar dihadirkan dari bahasa sehari-hari masyarakat Batak pada umumnya.

“Berkarya itu tidak hanya bicara apa yang kita mau. Tapi bagaimana mengekspresikan setiap pengalaman masing-masing orang dan melukiskannya secara nyata. Jadi tidak sekedar hanya sebuah lagu semata. Dan lagi dalam menggarap album batak, kita merasa lebih lepas berekspresi,”ungkap Andar sebagaimana diamini Zoe Padang. Perbedaan lain, jika pada umumnya album batak berbentuk dalam format VCD, de’LAPO’s justru menghadirkannya dalam bentuk CD. Alasannya sangat sederhana, “Karena kita ingin membangkitkan daya hayal dari siapa saja yang mendengarnya. Jadi biar masing-masing orang melukiskan, meresapi dan menggambarkan makna tiap-tiap lagu tersebut dalam wujud imajinasinya masing-masing. Seperti membaca sebuah novel,”ungkap Andar sembari tersenyum. (gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/