SURABAYA–Sebagai kapten tim nasional (timnas) sepak bola yang sukses merebut emas di SEA Games 1987 dan 1991, Ricky Yacobi dan Ferril Raymond Hattu memahami sekali mengapa sambutan terhadap kesuksesan timnas U-19 Indonesia menjuarai Piala AFF U-19 begitu besar. Apalagi, titel yang disabet tim asuhan Indra Sjafri itu seolah mengobati dahaga gelar Indonesia di pentas internasional yang berlangsung sejak Ferril dkk berjaya di Manila, Filipina, 22 tahun silam.
Tapi, Ricky maupun Ferril buru-buru mengingatkan agar euforia segera dihentikan. “Tanpa mengurangi rasa hormat, saya pikir pesta ini sudah harus usai. Sebab, perjuangan masih sangat panjang,” tutur Ferril.
Pada 8 Oktober 2013, di stadion yang sama tempat mereka menundukkan Vietnam di final Piala AFF U-19, Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Jawa Timur, timnas U-19 memang akan kembali turun ke lapangan. Kali ini di kualifikasi Piala AFC U-19.
Indonesia tergabung di grup G bersama Korea Selatan, Laos, dan Filipina. Total ada sembilan grup dengan hanya juara grup plus enam runner-up terbaik yang berhak lolos ke putaran final di Myanmar tahun depan. Myanmar yang dikalahkan Indonesia 1-2 di penyisihan grup Piala AFF U-19 lolos otomatis sebagai tuan rumah.
Menurut Indra, target jangka pendek bagi timnya di ajang tersebut adalah lolos ke putaran final. Tapi, yang jauh lebih penting daripada itu adalah bagaimana mengembangkan generasi emas U-19 ini sebagai tulang punggung timnas Indonesia pada tahun-tahun mendatang.
Untuk menuju ke sana, seperti dikatakan Ferril tadi, jalan memang masih sangat panjang. “Tapi, timnas U-19 sudah punya modal yang bagus, yakni mental juara,” tegas Ferril.
Yang masih harus dibenahi adalah organisasi permainan. Sebab, lanjut Ferril, seperti terlihat saat melawan Malaysia, Thailand, serta Vietnam, saat itu Garuda Jaya “julukan timnas U-19” masih mengutamakan kemampuan (skill) individu. Buntutnya, stamina Evan Dimas Darmono dkk cepat terkuras dan gampang kehilangan bola. “Kalau masih bermain dengan cara seperti itu,” tutur Ferril, “sulit Indonesia akan bersaing di level Asia.”
Adapun Ricky menekankan perlunya bagi Indra menambah pemain dengan cara menggelar seleksi lagi di berbagai daerah. “Kalau untuk kualifikasi Piala AFC U-19 mungkin sudah tak ada waktu. Tapi, bila berbicara dalam konteks tim masa depan, seleksi ke daerah perlu dilakukan. Sebab, bisa jadi di luar sana masih banyak talenta berbakat yang belum tersaring,” saran pria asal Medan, Sumatera Utara, itu.
Rencana seleksi untuk menambah pemain tersebut juga pernah disampaikan Badan Tim Nasional (BTN). Indra juga membuka pintu untuk itu. “Kalau memang ada pemain potensial yang bisa kami tarik untuk menambah kekuatan tim ini, kenapa tidak?” kata Indra.
Perlu diketahui, untuk membentuk timnas U-19 ini, Indra berkeliling ke 49 kota di Indonesia. Karena itu, dia menyebut tim asuhannya ini sudah mewakili potensi dari seluruh wilayah Nusantara.
Ricky juga menyarankan agar timnas U-19 memperbanyak uji coba internasional. “Sebab, dengan begitu, pengalaman dan mental mereka semakin terasah,” jelasnya.
Selain uji coba, ada wacana untuk menerjunkan para penggawa Garuda Jaya ke dalam kompetisi reguler di level tertentu. Semacam Real Madrid dan Barcelona yang “menitipkan” tim B masing-masing yang beranggota anak-anak muda ke divisi di bawah Primera Division Spanyol.
Indra pun menganggap ide itu bisa menggenjot kemampuan pasukannya. Asalkan, ajang yang dimaksud berada di level yang tinggi sehingga bisa memberikan dampak positif. “Kalau memang benar diturunkan, saya harapkan level umur dan kualitas kompetisi harus diperhatikan,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, komunikasi dengan klub pemilik pemain yang menghuni skuad Garuda Jaya juga perlu dilakukan. “Masing-masing pemain kan juga punya klub. Kalau memang ingin tim ini masuk kompetisi reguler, pengurus juga harus menyelesaikan masalah dengan klub tersebut,” tandasnya. (dik/nap/c9/ttg)