26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dua Perempuan Tangguh Ini Bakal Jadi Presiden Taiwan pada 2016

Hung Hsiu-chu (kanan) dan Tsai Ing-wen.
Hung Hsiu-chu (kanan) dan Tsai Ing-wen.

TAIPEI, SUMUTPOS.CO – Gaung pemilihan presiden (pilpres) Taiwan yang berlangsung tahun depan sudah mulai terdengar. Sebab, untuk kali pertama, dua partai politik (parpol) di negara pulau tersebut sama-sama mengusung tokoh perempuan sebagai kandidat presiden. Pada 2016 Hung Hsiu-chu bersaing dengan Tsai Ing-wen.

Kemarin (19/7) Partai Nasional Tiongkok alias Kuomintang (KMT) resmi menunjuk Hung sebagai kandidat presiden. Dalam kongres internal partai, politikus berjuluk Xiao La Jiao alias Cabai Rawit itu mendapatkan tepuk tangan paling meriah. Plus, standing ovation. Sesuai tradisi KMT, kandidat presiden parpol yang kini berkuasa tersebut selalu dipilih lewat tepuk tangan terbanyak, bukan pemungutan suara.

“Selama kompak, kita pasti akan menang,” tandas perempuan 67 tahun itu. Nama Hung masuk bursa kandidat KMT sejak Eric Chu yang menjabat ketua partai mencalonkannya bulan lalu. Pilihan Eric tersebut pun langsung mendapatkan dukungan penuh anggota partai. Tapi, secara resmi, KMT baru menominasikan Hung dalam kongres di Kota Taipei kemarin.

Sebagai politikus senior, Hung dicap sebagai tokoh konservatif yang cenderung pro-Beijing. Demi merangkul suara kaum muda yang sebagian besar alergi terhadap Tiongkok, alumnus Northeast Missouri State University (kini Truman State University) itu menegaskan bahwa dirinya adalah politikus yang netral. “Kami akan menampung opini masyarakat dan memprioritaskan kepentingan Taiwan,” tandasnya.

Tidak mau terus-menerus menyandang predikat sebagai politikus pro-Beijing atau antek Tiongkok, Hung pun lantas memaparkan prinsip moderatnya. “Kami akan terus berusaha menyeimbangkan kepentingan rakyat dan pemerintah secara damai,” ujarnya. Perempuan yang biasa berbicara ceplas-ceplos itu mengaku siap menghadapi pilpres Januari mendatang.

Tidak mau kalah dengan Hung, Tsai yang menjadi kandidat presiden dari Partai Demokratik Progresif (DPP) pun optimistis akan menang dalam pilpres. Hingga kemarin, hasil jajak pendapat masih berpihak kepada perempuan 58 tahun tersebut. Perempuan berkacamata yang dikenal sebagai kritikus Beijing itu lebih diunggulkan ketimbang Hung.

Tung Chen-yuan, pakar politik pada National Chengchi University di Kota Taipei, mengatakan bahwa munculnya dua kandidat perempuan sebagai calon presiden itu adalah pertanda baik. “Ini sinyal adanya perubahan ke arah yang lebih baik,” tandasnya. Tapi, Hung dan Tsai harus pandai-pandai mengambil hati rakyat, terutama para simpatisan partai, demi memenangkan pilpres.

Terpisah, Joanna Lei, chief executive officer Chunghua 21st Century Think Tank, mengatakan bahwa munculnya Hung dan Tsai sebagai kandidat capres merupakan bukti meningkatnya peran perempuan. Setidaknya, kini rakyat Taiwan memberikan lebih banyak porsi kepada kaum hawa. “Sejauh ini, tokoh perempuan yang mendapatkan kepercayaan adalah yang usianya di atas 50,” paparnya.

Ya, rakyat Taiwan memang cenderung lebih percaya kepada politikus atau tokoh publik yang usianya lebih dari separo abad. Tidak terkecuali politikus atau tokoh perempuan. Pasalnya, mereka yang paro baya atau lebih tua punya “nilai” sejarah yang lebih tinggi. Biasanya, mereka punya darah Tiongkok, negara yang menjadi induk budaya Taiwan. (AP/AFP/hep/c10/dos)

Hung Hsiu-chu (kanan) dan Tsai Ing-wen.
Hung Hsiu-chu (kanan) dan Tsai Ing-wen.

TAIPEI, SUMUTPOS.CO – Gaung pemilihan presiden (pilpres) Taiwan yang berlangsung tahun depan sudah mulai terdengar. Sebab, untuk kali pertama, dua partai politik (parpol) di negara pulau tersebut sama-sama mengusung tokoh perempuan sebagai kandidat presiden. Pada 2016 Hung Hsiu-chu bersaing dengan Tsai Ing-wen.

Kemarin (19/7) Partai Nasional Tiongkok alias Kuomintang (KMT) resmi menunjuk Hung sebagai kandidat presiden. Dalam kongres internal partai, politikus berjuluk Xiao La Jiao alias Cabai Rawit itu mendapatkan tepuk tangan paling meriah. Plus, standing ovation. Sesuai tradisi KMT, kandidat presiden parpol yang kini berkuasa tersebut selalu dipilih lewat tepuk tangan terbanyak, bukan pemungutan suara.

“Selama kompak, kita pasti akan menang,” tandas perempuan 67 tahun itu. Nama Hung masuk bursa kandidat KMT sejak Eric Chu yang menjabat ketua partai mencalonkannya bulan lalu. Pilihan Eric tersebut pun langsung mendapatkan dukungan penuh anggota partai. Tapi, secara resmi, KMT baru menominasikan Hung dalam kongres di Kota Taipei kemarin.

Sebagai politikus senior, Hung dicap sebagai tokoh konservatif yang cenderung pro-Beijing. Demi merangkul suara kaum muda yang sebagian besar alergi terhadap Tiongkok, alumnus Northeast Missouri State University (kini Truman State University) itu menegaskan bahwa dirinya adalah politikus yang netral. “Kami akan menampung opini masyarakat dan memprioritaskan kepentingan Taiwan,” tandasnya.

Tidak mau terus-menerus menyandang predikat sebagai politikus pro-Beijing atau antek Tiongkok, Hung pun lantas memaparkan prinsip moderatnya. “Kami akan terus berusaha menyeimbangkan kepentingan rakyat dan pemerintah secara damai,” ujarnya. Perempuan yang biasa berbicara ceplas-ceplos itu mengaku siap menghadapi pilpres Januari mendatang.

Tidak mau kalah dengan Hung, Tsai yang menjadi kandidat presiden dari Partai Demokratik Progresif (DPP) pun optimistis akan menang dalam pilpres. Hingga kemarin, hasil jajak pendapat masih berpihak kepada perempuan 58 tahun tersebut. Perempuan berkacamata yang dikenal sebagai kritikus Beijing itu lebih diunggulkan ketimbang Hung.

Tung Chen-yuan, pakar politik pada National Chengchi University di Kota Taipei, mengatakan bahwa munculnya dua kandidat perempuan sebagai calon presiden itu adalah pertanda baik. “Ini sinyal adanya perubahan ke arah yang lebih baik,” tandasnya. Tapi, Hung dan Tsai harus pandai-pandai mengambil hati rakyat, terutama para simpatisan partai, demi memenangkan pilpres.

Terpisah, Joanna Lei, chief executive officer Chunghua 21st Century Think Tank, mengatakan bahwa munculnya Hung dan Tsai sebagai kandidat capres merupakan bukti meningkatnya peran perempuan. Setidaknya, kini rakyat Taiwan memberikan lebih banyak porsi kepada kaum hawa. “Sejauh ini, tokoh perempuan yang mendapatkan kepercayaan adalah yang usianya di atas 50,” paparnya.

Ya, rakyat Taiwan memang cenderung lebih percaya kepada politikus atau tokoh publik yang usianya lebih dari separo abad. Tidak terkecuali politikus atau tokoh perempuan. Pasalnya, mereka yang paro baya atau lebih tua punya “nilai” sejarah yang lebih tinggi. Biasanya, mereka punya darah Tiongkok, negara yang menjadi induk budaya Taiwan. (AP/AFP/hep/c10/dos)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/