25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Dua Tahun, Boy Hermansyah Belum Juga Diadili

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sudah dua tahun lebih,  kasus dugaan korupsi kredit fiktif BNI 46 senilai Rp117 miliar, dengan terdakwa Boy Hermansyah, belum juga disidang di Pengadilan Tipikor Medan. Bukannya, menjalani hukuman Boy malah bebas dengan status tahanan kota.

Dimana, berkas perkara milik Boy Hermansyah hingga kini masih mengendap di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut). Anehnya, Boy yang sempat buron selama 2 tahun lebih itu tidak ditahan oleh penyidik Kejati Sumut.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Khaidir Harahap menilai ada unsur kesengajaan dari penyidik Kejati Sumut mengulur-ulur waktu untuk melimpahkan berkas Boy Hermansyah ke pengadilan dan menyidangkannya.  Hal itu terlihat dari sudah lamanya Boy Hermansyah ditangkap, yakni sejak 22 Januari lalu, di Jakarta, hingga bulan Agustus ini belum juga disida-ngkan.

“Adanya permainan dalam kasus ini juga terlihat dari dimasukkan dan dikeluarkannya lagi tersangka Boy Hermansyah dari penjara. Seharusnya tidak ada alasan buat Kejati Sumut untuk menangguhkan penahanan Boy Hermansyah, karena sebelumnya dia sudah jadi buron,” kata Khaidir, kepada wartawan, Selasa (25/8) siang.

Dijelaskan Khaidir, sikap penyidik Kejati Sumut yang menangguhkan penahanan Boy Hermansyah sudah menciderai rasa keadilan di masyarakat. Untuk itu, dia juga meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih kasus ini. Atau setidaknya mengganti semua penyidik Kejati Sumut yang menangani perkara Boy Hermansyah ini.

Kasus ini berawal dari permohonan kredit yang diajukan perusahaan Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari ke BNI 46 sebesar Rp133 miliar, sekitar tahun 2009. Perusahaan itu mengagunkan perkebunan sawit. Kemudian, pihak bank mengabulkan pinjaman sebesar Rp129 miliar.Perkebunan itu dianggap fiktif karena ada pihak lain yang mengklaim perkebunan itu bukan milik Boy Hermansyah.(gus/ila)
Tindakan Kejati Sumut ini merupakan satu hal yang tidak objektif. Sudah melanggar azas prinsip keadilan. Seorang yang sudah pernah buron bertahun-tahun tidak ditahan dan berkasnya tidak kunjung dilimpahkan,” kata Khaidir.

Khaidir mensinyalir adanya permainan antara penyidik Kejati Sumut dengan Boy Hermansyah. Karena pemberian penangguhan penahanan kepada seorang tersangka buron sudah sangat janggal.

“Padahal kita tahu sendiri banyak tersangka yang mengajukan penangguhan penahanan ke Kejati Sumut tidak dikabulkan. Ini, untuk orang yang sudah pernah buron tidak ditahan,” bebernya.

Menurut Khaidir, sebenarnya tidak ada yang sulit bagi penyidik untuk menuntaskan perkara Boy Hermansyah. Karena dalam kasus yang sama, sebelumnya sudah ada 4 orang yang divonis penjara.

“Tetapi diduga karena ada permainan, maka ada upaya untuk menyelamatkan Boy Hermansyah ini,” tukasnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sudah dua tahun lebih,  kasus dugaan korupsi kredit fiktif BNI 46 senilai Rp117 miliar, dengan terdakwa Boy Hermansyah, belum juga disidang di Pengadilan Tipikor Medan. Bukannya, menjalani hukuman Boy malah bebas dengan status tahanan kota.

Dimana, berkas perkara milik Boy Hermansyah hingga kini masih mengendap di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut). Anehnya, Boy yang sempat buron selama 2 tahun lebih itu tidak ditahan oleh penyidik Kejati Sumut.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Khaidir Harahap menilai ada unsur kesengajaan dari penyidik Kejati Sumut mengulur-ulur waktu untuk melimpahkan berkas Boy Hermansyah ke pengadilan dan menyidangkannya.  Hal itu terlihat dari sudah lamanya Boy Hermansyah ditangkap, yakni sejak 22 Januari lalu, di Jakarta, hingga bulan Agustus ini belum juga disida-ngkan.

“Adanya permainan dalam kasus ini juga terlihat dari dimasukkan dan dikeluarkannya lagi tersangka Boy Hermansyah dari penjara. Seharusnya tidak ada alasan buat Kejati Sumut untuk menangguhkan penahanan Boy Hermansyah, karena sebelumnya dia sudah jadi buron,” kata Khaidir, kepada wartawan, Selasa (25/8) siang.

Dijelaskan Khaidir, sikap penyidik Kejati Sumut yang menangguhkan penahanan Boy Hermansyah sudah menciderai rasa keadilan di masyarakat. Untuk itu, dia juga meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih kasus ini. Atau setidaknya mengganti semua penyidik Kejati Sumut yang menangani perkara Boy Hermansyah ini.

Kasus ini berawal dari permohonan kredit yang diajukan perusahaan Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari ke BNI 46 sebesar Rp133 miliar, sekitar tahun 2009. Perusahaan itu mengagunkan perkebunan sawit. Kemudian, pihak bank mengabulkan pinjaman sebesar Rp129 miliar.Perkebunan itu dianggap fiktif karena ada pihak lain yang mengklaim perkebunan itu bukan milik Boy Hermansyah.(gus/ila)
Tindakan Kejati Sumut ini merupakan satu hal yang tidak objektif. Sudah melanggar azas prinsip keadilan. Seorang yang sudah pernah buron bertahun-tahun tidak ditahan dan berkasnya tidak kunjung dilimpahkan,” kata Khaidir.

Khaidir mensinyalir adanya permainan antara penyidik Kejati Sumut dengan Boy Hermansyah. Karena pemberian penangguhan penahanan kepada seorang tersangka buron sudah sangat janggal.

“Padahal kita tahu sendiri banyak tersangka yang mengajukan penangguhan penahanan ke Kejati Sumut tidak dikabulkan. Ini, untuk orang yang sudah pernah buron tidak ditahan,” bebernya.

Menurut Khaidir, sebenarnya tidak ada yang sulit bagi penyidik untuk menuntaskan perkara Boy Hermansyah. Karena dalam kasus yang sama, sebelumnya sudah ada 4 orang yang divonis penjara.

“Tetapi diduga karena ada permainan, maka ada upaya untuk menyelamatkan Boy Hermansyah ini,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/