JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan perwujudan dari jatidiri. Karena itu ketika seseorang telah mencukupi persyaratan untuk memilikinya, wajib diberikan oleh negara tanpa memandang apa keyakinan dari warga negara tersebut.
“KTP adalah nyawa, ke mana pun pergi pasti bawa KTP. Karena itu jangan sampai ada WNI tak punya KTP karena faktor agama dan keyakinan,” ujar Tjahjo, Rabu (2/9).
Menurut Tjahjo, bagi penduduk yang memeluk agama sah dalam undang-undang seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu, nama agama harus dicantumkan dalam KTP.
“Bagi ‎agama di luar itu yang belum diakui atau menimbulkan permasalahan, ya dikosongkan dulu. Misal aliran pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan, KTP harus punya, tapi kolom agama dikosongkan dulu,” ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, kolom agama dapat dikosongkan sembari menunggu langkah-langkah koordinasi dan sinergi. Untuk mengetahui apakah aliran kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama pada KTP.
“‎Jadi selain itu harus ada koordinasi dan sinergi, apakah aliran ini, memenuhi persyaratan atau tidak. Apakah menurut kejaksaan ini masuk atau tidak masuk. Kalau ragu dikosongkan dulu. Kalau yang enam wajib diisi,” ujarnya.
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan mengutarakan pandangannya karena pada intinya pemerintah wajib melayani setiap warga negara dan penerbitan KTP merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi.
“‎Pemerintah wajib melayani. Intinya kepercayaan yang masih timbulkan konflik dikosongkan dulu,” ujar Tjahjo.(gir/jpnn)