30 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Suap Interpelasi Gatot, KPK Belum Beber Tersangka

Johan Budi SP.
Johan Budi SP.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dapat memastikan apakah akan ada anggota DPRD maupun mantan anggota DPRD Sumut yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap di balik batalnya interpelasi terhadap Gubernur Gatot Pudjonugroho. Pasalnya, tim hingga saat ini masih terus mengembangkan pemeriksaan dengan memintai keterangan sejumlah anggota dewan.

“Belum ada tersangkanya. Ini kan masih tahap pengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket). Jadi masih ada beberapa tahapan yang perlu dilalui untuk sampai pada kesimpulan tersebut,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi, di Jakarta, Kamis (17/9).

Menurut Johan, nantinya setelah tim kembali ke Jakarta, barulah dilakukan penelahaan. Setelah itu gelar perkara untuk menentukan apakah kasusnya dapat dikembangkan ke penyelidikan. Baru kemudian penanganan perkara di tingkatkan ke penyelidikan.

“Jadi nanti oleh tim ditelaah terlebih dahulu, baru dilaporkan ke pimpinan. Baru kemudian disimpulkan apakah ditemukan dua alat bukti yang cukup dan nanti disimpulkan apakah terjadi tindak pidana,” ujarnya.

Sebelumnya beredar informasi setiap anggota DPRD Sumut telah menerima sejumlah uang agar tidak meneruskan rencana penggunaan hak interpelasi. Menurut mantan anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Syamsul Hilal, data disebut-sebut telah diperoleh KPK.

“Yang terakhir itu besarnya Rp350 juta. Pasti (uangnya itu) dari Gubernur. Tentu lewat Si Fuad (Kabag Keuangan Pemprov Sumut), Fuad lewat Randiman (Sekretaris DPRD Sumut), Randiman lewat Si Ali (Bendahara Sekretariat DPRD Sumut). Karena yang empat orang ini ditanya sama kita. Kenal enggak semuanya. Hubungannya bagaimana,” ujar Hilal.

Saat hal ini dikonfirmasi, Johan hanya menyatakan tim masih berada di Medan dan tengah mendalami setiap keterangan yang ada.

Selain itu ia juga menyatakan pengembangan kasus interpelasi tidak terkait dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang sebelumnya telah menyeret delapan tersangka, termasuk Gatot dan pengacara kondang OC Kaligis. “Ini tidak berkaitan dengan suap PTUN Medan. Ini berdasarkan laporan masyarakat. Itu (penggeledahan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu,red) untuk kasus PTUN Medan,” ujar Johan.

Dalam pegembangan kasus ini KPK setidaknya telah memintai keterangan 50 lebih anggota dan mantan anggota DPRD Sumut. Termasuk Ketua DPRD Ajib Shah, istri Wakil Gubernur selaku Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Evi Diana. Ia merupakan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Sumut mengusulkan penggunaan hak interpElasi terhadap Gatot dengan empat materi alasan. Yaitu terkait pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut dan etika Gubernur sebagai kepala daerah.

Dari pengkajian tim pengusul, keuangan daerah di lingkungan Pemprov Sumut dalam kondisi kritis. Sehingga perlu mendapatkan penjelasan dari Gatot. Kondisi itu dapat dilihat dari tertundanya pembayaran dana bagi hasil pajak yang menjadi sumber pembangunan di daerah ke seluruh pemerintah kabupaten/kota di Sumut.

Namun dalam rapat paripurna DPRD diputuskan penggunaan hak interpelasi ditolak, setelah 52 anggota menolak dan hanya 35 anggota dewan yang setuju. Diduga ada pemberian uang sehingga penggunaan interpelasi batal dilakukan.(gir/deo)

Johan Budi SP.
Johan Budi SP.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dapat memastikan apakah akan ada anggota DPRD maupun mantan anggota DPRD Sumut yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap di balik batalnya interpelasi terhadap Gubernur Gatot Pudjonugroho. Pasalnya, tim hingga saat ini masih terus mengembangkan pemeriksaan dengan memintai keterangan sejumlah anggota dewan.

“Belum ada tersangkanya. Ini kan masih tahap pengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket). Jadi masih ada beberapa tahapan yang perlu dilalui untuk sampai pada kesimpulan tersebut,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi, di Jakarta, Kamis (17/9).

Menurut Johan, nantinya setelah tim kembali ke Jakarta, barulah dilakukan penelahaan. Setelah itu gelar perkara untuk menentukan apakah kasusnya dapat dikembangkan ke penyelidikan. Baru kemudian penanganan perkara di tingkatkan ke penyelidikan.

“Jadi nanti oleh tim ditelaah terlebih dahulu, baru dilaporkan ke pimpinan. Baru kemudian disimpulkan apakah ditemukan dua alat bukti yang cukup dan nanti disimpulkan apakah terjadi tindak pidana,” ujarnya.

Sebelumnya beredar informasi setiap anggota DPRD Sumut telah menerima sejumlah uang agar tidak meneruskan rencana penggunaan hak interpelasi. Menurut mantan anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Syamsul Hilal, data disebut-sebut telah diperoleh KPK.

“Yang terakhir itu besarnya Rp350 juta. Pasti (uangnya itu) dari Gubernur. Tentu lewat Si Fuad (Kabag Keuangan Pemprov Sumut), Fuad lewat Randiman (Sekretaris DPRD Sumut), Randiman lewat Si Ali (Bendahara Sekretariat DPRD Sumut). Karena yang empat orang ini ditanya sama kita. Kenal enggak semuanya. Hubungannya bagaimana,” ujar Hilal.

Saat hal ini dikonfirmasi, Johan hanya menyatakan tim masih berada di Medan dan tengah mendalami setiap keterangan yang ada.

Selain itu ia juga menyatakan pengembangan kasus interpelasi tidak terkait dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang sebelumnya telah menyeret delapan tersangka, termasuk Gatot dan pengacara kondang OC Kaligis. “Ini tidak berkaitan dengan suap PTUN Medan. Ini berdasarkan laporan masyarakat. Itu (penggeledahan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu,red) untuk kasus PTUN Medan,” ujar Johan.

Dalam pegembangan kasus ini KPK setidaknya telah memintai keterangan 50 lebih anggota dan mantan anggota DPRD Sumut. Termasuk Ketua DPRD Ajib Shah, istri Wakil Gubernur selaku Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Evi Diana. Ia merupakan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Sumut mengusulkan penggunaan hak interpElasi terhadap Gatot dengan empat materi alasan. Yaitu terkait pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut dan etika Gubernur sebagai kepala daerah.

Dari pengkajian tim pengusul, keuangan daerah di lingkungan Pemprov Sumut dalam kondisi kritis. Sehingga perlu mendapatkan penjelasan dari Gatot. Kondisi itu dapat dilihat dari tertundanya pembayaran dana bagi hasil pajak yang menjadi sumber pembangunan di daerah ke seluruh pemerintah kabupaten/kota di Sumut.

Namun dalam rapat paripurna DPRD diputuskan penggunaan hak interpelasi ditolak, setelah 52 anggota menolak dan hanya 35 anggota dewan yang setuju. Diduga ada pemberian uang sehingga penggunaan interpelasi batal dilakukan.(gir/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/