26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gara-gara Rini, Jokowi-Mega Tegang Lagi

Foto: Radar Lampung/JPNN Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (Kiri) dan Dirut PLN Pusat Usai meninjau lokasi  Power Plan Pembangkit PLTU Tarahan, Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Ketibung Lampung Selatan,Selasa (25/11/2014).
Foto: Radar Lampung/JPNN
Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (Kiri) dan Dirut PLN Pusat Usai meninjau lokasi Power Plan Pembangkit PLTU Tarahan, Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Ketibung Lampung Selatan,Selasa (25/11/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hubungan PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo dinilai bakal kembali renggang. Pasalnya, Jokowi menolak permintaan PDIP untuk mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno.

Selama satu tahun belakangan, partai berlambang banteng hitam moncong putih itu sudah mengirim berbagai sinyal kepada Jokowi bahwa Rini harus pergi. Bahkan saat Rakernas PDIP di Kemayoran 10 Januari lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terang-terangan menyindir Rini dengan menyebut bekas anak buahnya itu telah menjadikan BUMN seperti perusahaan swasta yang hanya mementingkan keuntungan.

Sinyal lebih jelas lagi datang dalam bentuk rekomendasi Pansus Pelindo II yang dikomandoi politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka yang meminta Jokowi memecat Rini. Namun, dalam surat jawaban Jokowi dengan nomor R-05/Pres/01/2016 tertanggal 20 Januari 2016, dengan halus menolak permintaan itu. Dalam balasannya, Jokowi hanya menyebut mengapresiasi kerja Pansus Pelindo II.

Kondisi ini membuat politisi PDIP Effendi Simbolon heran. Sebab, dalam Pansus Pelindo II sudah dibeberkan fakta-fakta yang memperlihatkan kinerja Rini di kabinet tidak baik. “Pansus ini niat baik dan luhur dari DPR untuk memperbaiki kinerja Presiden. Ini akan bermanfaat untuk bangsa dan negara. Harusnya dieksekusi, bukan cuma mengaku mengapresiasi,” tegas Effendi, kemarin.

Kata Effendi, tanpa Pansus Pelindo pun harusnya Rini sudah dicopot. Tapi, yang terjadi Jokowi terus mempertahankannya. Bahkan, Jokowi mengesampingkan proses di DPR yang menghasilkan rekomendasi tadi. “Harusnya sudah ada sikap tegas. Jangan seolah-olah tidak tahu,” katanya.

Pakar politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf menilai, sikap PDIP terhadap Rini sudah sangat jelas disuarakan sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri saat berpidato di acara Rakernas bulan Januari lalu. Karenannya, dia tak akan heran jika partai pemenang pemilu legislatif itu marah kepada Jokowi karena menolak usir Rini dari kabinet.

“Kelihatannya bisa begitu (kembali renggang). Karena sikap Mega ke Rini kan sudah jelas,” ungkap pakar politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf, Kamis (11/2).

Dalam amatan Maswadi, Megawati Soekarnoputri adalah sosok yang sulit mengubah sikap terhadap seseorang. Jika sudah kesal, akan bertahan lama. Contohnya hubungan Mega dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhono selama 11 tahun terakhir dalam situasi perang dingin.

Tapi, Jokowi justru memperlihatkan begitu percaya kepada Rini. Selain surat penolakan ke Pansus Pelindo II, sikap Jokowi mempertahankan Rini juga dapat dilihat dari dukungannya ke proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan Rini. Walau proyek itu menuai kontroversi, banyak yang protes, Jokowi tetap mendukung Rini.

“Jokowi memang tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dengan dukungannya ke proyek kereta cepat memperlihatkan bahwa dia sangat percaya Rini. Dia memperlihatkan Rini adalah orang yang tepat. Inilah gaya Jokowi untuk membantah. Sikap Jokowi ini jelas akan membuat Mega dan PDIP kecewa,” jelas Maswadi.

Dalam kesempatan berbeda, Presiden Jokowi sekaligus diingatkan agar tidak sembarangan memberikan kursi kabinet kepada politisi dari partai yang sebelumnya tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Hal ini menyusul langkah PAN dan Partai Golkar yang sudah menyatakan bergabung ke koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-JK. Alasannya, bagi-bagi kursi sama sekali tidak terkait dengan Nawa Cita.

Peneliti senior Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto mengatakan, saat ini yang dibutuhkan publik adalah menuntaskan sejumlah janji politik Jokowi-JK, khususnya yang langsung menyentuh pada kesejahteraan rakyat.

“Sudahlah Presiden Jokowi hentikan dulu bagi-bagi kue terhadap para pendukungnya, terlebih lagi pada partai yang baru bergabung ke pemerintah, PAN dan Golkar. Kini saatnya membuktikan janji kampanyenya, khususnya mensukseskan program Nawa Cita,” tukas Arif.

Dia menjelaskan, saat ini situasi perekonomian rakyat masih sulit. Terlebih lagi masih adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh sejumlah perusahaan asing yang akan menutup pabriknya di negeri ini.

“Tahun ini harus menjadi kunci jawaban apakah rakyat diperdulikan atau elite yang dimakmurkan,” cetusnya.

Terkait dengan masuknya Golkar dan PAN ke pemerintah, Arif meyakini hal itu akan menambah kekuatan suara pro eksekutif di parlemen. (dil/sam/jpnn/val)

Foto: Radar Lampung/JPNN Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (Kiri) dan Dirut PLN Pusat Usai meninjau lokasi  Power Plan Pembangkit PLTU Tarahan, Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Ketibung Lampung Selatan,Selasa (25/11/2014).
Foto: Radar Lampung/JPNN
Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (Kiri) dan Dirut PLN Pusat Usai meninjau lokasi Power Plan Pembangkit PLTU Tarahan, Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Ketibung Lampung Selatan,Selasa (25/11/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hubungan PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo dinilai bakal kembali renggang. Pasalnya, Jokowi menolak permintaan PDIP untuk mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno.

Selama satu tahun belakangan, partai berlambang banteng hitam moncong putih itu sudah mengirim berbagai sinyal kepada Jokowi bahwa Rini harus pergi. Bahkan saat Rakernas PDIP di Kemayoran 10 Januari lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terang-terangan menyindir Rini dengan menyebut bekas anak buahnya itu telah menjadikan BUMN seperti perusahaan swasta yang hanya mementingkan keuntungan.

Sinyal lebih jelas lagi datang dalam bentuk rekomendasi Pansus Pelindo II yang dikomandoi politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka yang meminta Jokowi memecat Rini. Namun, dalam surat jawaban Jokowi dengan nomor R-05/Pres/01/2016 tertanggal 20 Januari 2016, dengan halus menolak permintaan itu. Dalam balasannya, Jokowi hanya menyebut mengapresiasi kerja Pansus Pelindo II.

Kondisi ini membuat politisi PDIP Effendi Simbolon heran. Sebab, dalam Pansus Pelindo II sudah dibeberkan fakta-fakta yang memperlihatkan kinerja Rini di kabinet tidak baik. “Pansus ini niat baik dan luhur dari DPR untuk memperbaiki kinerja Presiden. Ini akan bermanfaat untuk bangsa dan negara. Harusnya dieksekusi, bukan cuma mengaku mengapresiasi,” tegas Effendi, kemarin.

Kata Effendi, tanpa Pansus Pelindo pun harusnya Rini sudah dicopot. Tapi, yang terjadi Jokowi terus mempertahankannya. Bahkan, Jokowi mengesampingkan proses di DPR yang menghasilkan rekomendasi tadi. “Harusnya sudah ada sikap tegas. Jangan seolah-olah tidak tahu,” katanya.

Pakar politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf menilai, sikap PDIP terhadap Rini sudah sangat jelas disuarakan sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri saat berpidato di acara Rakernas bulan Januari lalu. Karenannya, dia tak akan heran jika partai pemenang pemilu legislatif itu marah kepada Jokowi karena menolak usir Rini dari kabinet.

“Kelihatannya bisa begitu (kembali renggang). Karena sikap Mega ke Rini kan sudah jelas,” ungkap pakar politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf, Kamis (11/2).

Dalam amatan Maswadi, Megawati Soekarnoputri adalah sosok yang sulit mengubah sikap terhadap seseorang. Jika sudah kesal, akan bertahan lama. Contohnya hubungan Mega dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhono selama 11 tahun terakhir dalam situasi perang dingin.

Tapi, Jokowi justru memperlihatkan begitu percaya kepada Rini. Selain surat penolakan ke Pansus Pelindo II, sikap Jokowi mempertahankan Rini juga dapat dilihat dari dukungannya ke proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan Rini. Walau proyek itu menuai kontroversi, banyak yang protes, Jokowi tetap mendukung Rini.

“Jokowi memang tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dengan dukungannya ke proyek kereta cepat memperlihatkan bahwa dia sangat percaya Rini. Dia memperlihatkan Rini adalah orang yang tepat. Inilah gaya Jokowi untuk membantah. Sikap Jokowi ini jelas akan membuat Mega dan PDIP kecewa,” jelas Maswadi.

Dalam kesempatan berbeda, Presiden Jokowi sekaligus diingatkan agar tidak sembarangan memberikan kursi kabinet kepada politisi dari partai yang sebelumnya tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Hal ini menyusul langkah PAN dan Partai Golkar yang sudah menyatakan bergabung ke koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-JK. Alasannya, bagi-bagi kursi sama sekali tidak terkait dengan Nawa Cita.

Peneliti senior Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto mengatakan, saat ini yang dibutuhkan publik adalah menuntaskan sejumlah janji politik Jokowi-JK, khususnya yang langsung menyentuh pada kesejahteraan rakyat.

“Sudahlah Presiden Jokowi hentikan dulu bagi-bagi kue terhadap para pendukungnya, terlebih lagi pada partai yang baru bergabung ke pemerintah, PAN dan Golkar. Kini saatnya membuktikan janji kampanyenya, khususnya mensukseskan program Nawa Cita,” tukas Arif.

Dia menjelaskan, saat ini situasi perekonomian rakyat masih sulit. Terlebih lagi masih adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh sejumlah perusahaan asing yang akan menutup pabriknya di negeri ini.

“Tahun ini harus menjadi kunci jawaban apakah rakyat diperdulikan atau elite yang dimakmurkan,” cetusnya.

Terkait dengan masuknya Golkar dan PAN ke pemerintah, Arif meyakini hal itu akan menambah kekuatan suara pro eksekutif di parlemen. (dil/sam/jpnn/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/