JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Simalungun benar-benar unik. Pasalnya, setelah sempat dicoret dan pemungutan suara akhirnya dilaksanakan, tetap masih tersisa satu persoalan meski hasilnya diketahui pasangan JR Saragih-Amran Sinaga meraih suara terbanyak.
Pemerintah, menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, tidak dapat melantik pasangan yang terbukti berstatus sebagai terpidana. Apalagi Amran diketahui telah berstatus terpidana jauh sebelum proses pemungutan suara dilakukan.
“Jadi kalau sudah terpidana, status hukumnya final dan mengikat, itu tidak bisa dilantik. Kalau sebelumnya (saat proses pemilihan, Red) masih terdakwa itu masih memungkinkan. Karena putusan hukumnya belum berkekuatan hukum final,” ujar Mendagri Tjahjo Kumolo di Serang, Banten, Senin (15/2).
Menurut Tjahjo, kasus Simalungun berbeda dengan kasus kepala daerah terpilih Tomohon, Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu. Bedanya, Amran tetap maju sebagai calon wakil berpasangan dengan JR Saragih, meski sejak awal telah ditetapkan sebagai terpidana. Sementara pada kasus Tomohon, kepala daerah terpilih masih berstatus terdakwa.
“Jadi kasusnya berbeda, kalau dulu pernah dilantik di penjara, itu karena belum ada kekuatan hukum tetap. Kalau ini sudah final. Ini jadi pertanyaan, kenapa dulu bisa lolos (maju sebagai pasangan calon, Red),” ujarnya.
Sayangnya, mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini belum memberi keterangan solusi apa yang dapat dilakukan menghadapi kondisi hasil Pilkada Simalungun. Ia hanya menyatakan, dalam hal ini pemerintah tidak bisa disalahkan, karena demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jadi jangan salahkan pemerintah, salahkan partai pengusungnya dulu. Kenapa bisa lolos? Padahal status hukum (calon wakil, Red) sudah berkekuatan hukum final,” ujarnya.
Menyikapi penjelasan Tjahjo, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menanggapinya dengan santai. Petinggi partai pengusung tunggal pasangan JR-Amran ini mengemukakan, bahwa harus dibedakan antara rezim hukum pidana yang dialami Amran, dengan rezim hukum pilkada.