29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penari Langit di Lokasi Steak Tujuh Ons

Foto: Eddie Seal/Bloomberg News Ternak sapi di dekat turbin listrik tenaga angin di Kingsville, Texas, USA.
Foto: Eddie Seal/Bloomberg News
Ternak sapi di dekat turbin listrik tenaga angin di Kingsville, Texas, USA.

Mengapa Anda ke Amarillo ini? Jauh-jauh datang dari Indonesia? Itulah pertanyaan yang sulit saya jawab. Kota ini memang kecil sekali. Letaknya pun nun di pedalaman Texas.

Maka saya putuskan untuk menjawabnya dengan seloroh. Sekalian untuk membina keakraban. Biar segera bisa diterima dengan simpati di kota ini.

“Mumpung Donald Trump belum jadi presiden. Saya ‘kan Islam,” kata saya. Sang penanya, seorang ibu, tertawa ngakak. Trump memang kurang disukai orang Texas. Juga kurang disukai pemilih wanita.

Semua tahu Trump punya rencana melarang orang Islam datang ke Amerika. Juga sering keceplosan menyudutkan wanita.

Saya berani berseloroh seperti itu karena saya sadar saya lagi di Texas. Daerah pendukung Capres Ted Cruz, putra daerah.

Tentu saya tidak boleh hanya berseloroh. Saya harus punya jawaban berikutnya. Yang lebih menghibur.

“Saya datang ke pedalaman Texas ini dengan alasan khusus: untuk sebuah pembuktian,” kata saya lebih serius.

“Pembuktian apa?” tanyanya seperti tidak sabar.

“Apakah benar steak daging sapi di sini paling enak sedunia.”
“Wow. Sudah membuktikannya?” tanyanya.

“Sudah. Siang tadi.”
“Benar kan?”
“Benar sekali.”
Bukan main senangnya. Mereka bangga. Campur tertawa. Tapi saya tidak mengada-ada. Siang itu saya memang ke restoran khusus steak. Khas Texas. Asai. Di kota kecil ini: The Big Texan.

Mencolok sekali bangunannya. Khas cowboy. Kanan kirinya tanah kosong. Mirip ranch peternakan sapi. Ada patung sapi bongsor di depannya.

Di dalam, penataannya juga khas cowboy. Lengkap dengan patung-patung cowboy yang lagi teler. Lalu ada toko cendera mata yang juga serba cowboy.

“Ada berapa The Big Texan di AS?” tanya saya kepada manajer restoran.

“Hanya satu ini. Di dunia,” jawabnya.

“Wow!” ganti saya yang wow.

Daging sapi di sini tentu segar sekali. Amarillo adalah pusat daging sapi Amerika. Di mana-mana terlihat ranch. Lima jam saya naik bus dari Oklahoma City ke Amarillo. Yang terlihat tidak ada lain: padang luas penggembalaan sapi. Di sepanjang I-40, high way antar negara bagian. Demikian juga pemandangan di perjalanan lima jam berikutnya. Dari Amarillo ke Albuquerque, di New Mexico. Semuanya ternak. Ternak. Dan ternak.

Sebetulnya ada pemandangan lain di atas ternak itu: para penari langit. Tidak habis-habisnya pemandangan kincir angin yang lagi ribut mengipasi langit. Besar-besar. Tinggi-tinggi.

Jadinya pemandangan ini seperti kontradiktif. Kombinasi tradisional dan modern. Ternak di bawah, kincir di atas. Tidak saling mengganggu. Bahkan petani kaya di Texas bisa lebih kaya: dapat penghasilan dari dua sumber.

Foto: Eddie Seal/Bloomberg News Ternak sapi di dekat turbin listrik tenaga angin di Kingsville, Texas, USA.
Foto: Eddie Seal/Bloomberg News
Ternak sapi di dekat turbin listrik tenaga angin di Kingsville, Texas, USA.

Mengapa Anda ke Amarillo ini? Jauh-jauh datang dari Indonesia? Itulah pertanyaan yang sulit saya jawab. Kota ini memang kecil sekali. Letaknya pun nun di pedalaman Texas.

Maka saya putuskan untuk menjawabnya dengan seloroh. Sekalian untuk membina keakraban. Biar segera bisa diterima dengan simpati di kota ini.

“Mumpung Donald Trump belum jadi presiden. Saya ‘kan Islam,” kata saya. Sang penanya, seorang ibu, tertawa ngakak. Trump memang kurang disukai orang Texas. Juga kurang disukai pemilih wanita.

Semua tahu Trump punya rencana melarang orang Islam datang ke Amerika. Juga sering keceplosan menyudutkan wanita.

Saya berani berseloroh seperti itu karena saya sadar saya lagi di Texas. Daerah pendukung Capres Ted Cruz, putra daerah.

Tentu saya tidak boleh hanya berseloroh. Saya harus punya jawaban berikutnya. Yang lebih menghibur.

“Saya datang ke pedalaman Texas ini dengan alasan khusus: untuk sebuah pembuktian,” kata saya lebih serius.

“Pembuktian apa?” tanyanya seperti tidak sabar.

“Apakah benar steak daging sapi di sini paling enak sedunia.”
“Wow. Sudah membuktikannya?” tanyanya.

“Sudah. Siang tadi.”
“Benar kan?”
“Benar sekali.”
Bukan main senangnya. Mereka bangga. Campur tertawa. Tapi saya tidak mengada-ada. Siang itu saya memang ke restoran khusus steak. Khas Texas. Asai. Di kota kecil ini: The Big Texan.

Mencolok sekali bangunannya. Khas cowboy. Kanan kirinya tanah kosong. Mirip ranch peternakan sapi. Ada patung sapi bongsor di depannya.

Di dalam, penataannya juga khas cowboy. Lengkap dengan patung-patung cowboy yang lagi teler. Lalu ada toko cendera mata yang juga serba cowboy.

“Ada berapa The Big Texan di AS?” tanya saya kepada manajer restoran.

“Hanya satu ini. Di dunia,” jawabnya.

“Wow!” ganti saya yang wow.

Daging sapi di sini tentu segar sekali. Amarillo adalah pusat daging sapi Amerika. Di mana-mana terlihat ranch. Lima jam saya naik bus dari Oklahoma City ke Amarillo. Yang terlihat tidak ada lain: padang luas penggembalaan sapi. Di sepanjang I-40, high way antar negara bagian. Demikian juga pemandangan di perjalanan lima jam berikutnya. Dari Amarillo ke Albuquerque, di New Mexico. Semuanya ternak. Ternak. Dan ternak.

Sebetulnya ada pemandangan lain di atas ternak itu: para penari langit. Tidak habis-habisnya pemandangan kincir angin yang lagi ribut mengipasi langit. Besar-besar. Tinggi-tinggi.

Jadinya pemandangan ini seperti kontradiktif. Kombinasi tradisional dan modern. Ternak di bawah, kincir di atas. Tidak saling mengganggu. Bahkan petani kaya di Texas bisa lebih kaya: dapat penghasilan dari dua sumber.

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/