MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil 28 anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 dan periode 201-2019 untuk pemeriksaan lanjutan di Mako Brimob Sumut, Selasa (21/6). Namun, dari daftar 28 nama anggota dewan yang diterima wartawan, ada satu nama yang mengusik perhatian. Siapa?
Di sana tercantum nama Efendi S Napitupulu, politisi PDI Perjuangan. Diketahui, Efendi Napitupulu telah meninggal dunia pada 19 April 2016 lalu. Pria kelahiran 8 Oktober 1952 ini meninggal akibat menderita serangan jantung.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumut, Zahir ketika diminta pendapatnya soal ini, mengaku tidak mengetahui kalau koleganya yang sudah meninggal dunia itu ikut dipanggil KPK sebagai saksi atas tujuh tersangka baru. Menurutnya, PDIP tidak ada kewajiban untuk memberitahu kepada KPK tentang kabar meninggalnya Efendi Napitupulu.
“Status almarhum kan masih saksi, bisa saja penyidik KPK tahu dari teman-teman yang memberikan keterangan mengenai informasi tersebut,” ujar Zahir ketika dihubungi, Selasa (21/6).
Surat pemanggilan kepada anggota dewan, diakuinya disampaikan langsung kepada yang bersangkutan. “Pendistribusian surat melalui Sekretariat DPRD Sumut yang dikirimkan langsung ke yang bersangkutan. Tanpa melalui Fraksi,” bilang Zahir.
Berbeda halnya ketika status koleganya itu ditingkatkan dari seorang saksi menjadi tersangka. “Tidak mungkin proses hukum dilanjutkan ketika sudah meninggal dunia,” ucap wakil ketua komisi E DPRD Sumut ini.
Kabag Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha tidak mengetahui bahwa Efendi Napitupulu yang dipanggil sebagai saksi pada hari kedua pemeriksaan di Mako Brimob Poldasu sudah meninggal dunia.
“Nanti kita update, basis kita adalah data anggota DPRD periode sebelumnya,” kata Priharsa.
Sementara menurut pantauan wartawan Sumut Pos di Mako Brimob, tingkah anggota DPRD Sumut yang menjalani pemeriksaan di Mako Brimob Poldasu cukup beragam saat bertemu wartawan. Ada yang buru-buru bergegas pergi, ada yang main petak umpet, bahkan ada yang secara gamblang menyampaikan materi yang disampaikan penyidik.
Ida Budingsih, anggota DPRD Sumut Priode 2009-2014, sempat mengelabui awak media. Awalnya, Ida yang hadir mengenakan jilbab berwarna hijau sempat hendak keluar melalui pintu belakang sekitar pukul 11.43 WIB, sayangnya Ida langsung berbalik arah setelah melihat kerumunan wartawan.
Alhasil, dia keluar dari pintu depan dan dijemput mobil mazda berwarna putih. Padahal, pintu depan tidak dibenarkan dilintasi kendaraan roda dua maupun roda empat mulai pukul 06.00 – 16.00.
Sama halnya seperti Dirkhansyah, Anggota DPRD Sumut Fraksi Demokrat priode 2009-2014 yang buru-buru memasuki mobil. Meski begitu, dia sempat melayani pertanyaan wartawan. Dirkhansyah membantah telah menerima uang terkait pengesahan APBD.
“Tanya seputar kemarin juga. Di dalam aman, bagus, lancar. Yang dibutuhkan penyidik sudah disampaikan semuanya, saya tidak pernah menerima uang apapun terkait kasus ini,” katanya sembari berlalu pergi meninggalkan wartawan.
Hanya beberapa menit berselang giliran trio Demokrat yang keluar usai dimintai keterangan KPK. Ketiganya yakni Jhon Hugo, Sopar Siburian, dan Palar Nainggolan. Ketiganya pun kompak menggunakan setelan kemeja lengan panjang berwarna putih. Dari ketiga orang tersebut, hanya Sopar yang bersedia memberikan keterangan. Sedangkan Palar dan Jhon Hugo langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.
“Pertanyaannya sama seperti pertanyaan saat pemeriksaan sebelumnya” ujar Sopar.
Pria berkacamata itu enggan membeberkan secara detil pertanyaan yang ditanyakan penyidik kepadanya. “Untuk materi pemeriksaan sudah ada kesepakatan, agar teman-teman media bertanya langsung kepada KPK,” imbuhya seraya menyebut bahwa ada 12 pertanyaan yang diterimanya.
Selain itu, Sopar juga dihubungkan dengan 7 tersangka baru. “Tujuh orang itu semua sahabat saya, jadi saya kenal. Apalagi kami berteman sejak 2009, saat pertama kali dilantik menjadi anggota dewan,” urainya.