24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Kejagung Ajukan Rp200 Juta, Polri Rp247,1 Juta

Eksekusi Mati-Ilustrasi
Eksekusi Mati-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pelaksanaan eksekusi mati terus mendapatkan berbagai sorotan. Selain polemik soal HAM, kini penggunaan dana eksekusi juga tengah dipermasalahkan. Kejaksaan Agung dinilai tak transparan terkait anggaran eksekusi mati. Diduga juga terjadi dobel anggaran antara Kejagung dan Polri.

Indikasi itu terungkap dalam temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Staf Advokasi Fitra, Gulfino Guevarrato mengungkapan, ada indikasi dobel anggaran dalam pelaksanaan eksekusi mati selama ini. Sebab Polri dan Kejaksaan memiliki anggaran yang sama untuk pelaksanaan eksekusi. Item-item penganggarannya pun sama.

Fino -panggilan Gulfino- menjelaskan, peraturan penganggaran pelaksanaan eksekusi mati di Polri diatur dalam pasal 29 Peraturan Kapolri (Perkap) 12 / 2010. Di sana disebutkan, segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pidana mati dibebankan pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Polri.

“Sementara Kejaksaan juga memiliki anggaran yang sama di pos penanggulangan tindak pidana umum,” ujar Fino. Dalam dokumen yang ditunjukkan Fitra, item-item penganggaran pelaksanaan eksekusi mati antar di Polri dan Kejaksaan nyaris sama.

Misalnya biaya rapat koordinasi, honor untuk regu tembak, penginapan pihak yang mewakili terdakwa, penerjemah, rohaniawan hingga proses pemakaman.

Nah meskipun banyak item yang sama, namun besaran anggaran di Polri dan Kejaksaan berbeda. Total anggaran eksekusi mati di Polri mencapai Rp247.112.000 per narapidana, sedangkan di Kejaksaan besarnya persis Rp200 juta.

Dari pendalaman yang dilakukan Fitra, perbedaan jumlah penganggaran tersebut terjadi karena salah satu terkait perhitungan personel. Polri yang bertugas menyiapkan personel pengamanan mengisyaratkan pelaksanaan eksekusi mati melibatkan 64 personal. Mereka terbagi dalam yang terbagi dalam 6 regu (5 regu pengamanan dan 1 regu penembak). Sedangkan di Kejaksaan, anggarannya hanya untuk 40 orang personel.

Fino mengatakan adanya dua aturan penganggaran itu sangat membingungkan. Ironisnya selama ini kejaksaan yang memegang peran utama dalam pelaksanaan eksekusi mati tak pernah transparan.

“Inikan eksekusi mati yang ketiga, sebelum-sebelumnya juga tidak ada transparansi,” kata Fino.

Dia berharap kejaksaan sebelum memutuskan eksekusi kali ini menyelesaikan persoalan anggaran terlebih dulu. Sebab pelaksanaan eksekusi selama ini banyak mendapatkan sorotan publik.

Eksekusi Mati-Ilustrasi
Eksekusi Mati-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pelaksanaan eksekusi mati terus mendapatkan berbagai sorotan. Selain polemik soal HAM, kini penggunaan dana eksekusi juga tengah dipermasalahkan. Kejaksaan Agung dinilai tak transparan terkait anggaran eksekusi mati. Diduga juga terjadi dobel anggaran antara Kejagung dan Polri.

Indikasi itu terungkap dalam temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Staf Advokasi Fitra, Gulfino Guevarrato mengungkapan, ada indikasi dobel anggaran dalam pelaksanaan eksekusi mati selama ini. Sebab Polri dan Kejaksaan memiliki anggaran yang sama untuk pelaksanaan eksekusi. Item-item penganggarannya pun sama.

Fino -panggilan Gulfino- menjelaskan, peraturan penganggaran pelaksanaan eksekusi mati di Polri diatur dalam pasal 29 Peraturan Kapolri (Perkap) 12 / 2010. Di sana disebutkan, segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pidana mati dibebankan pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Polri.

“Sementara Kejaksaan juga memiliki anggaran yang sama di pos penanggulangan tindak pidana umum,” ujar Fino. Dalam dokumen yang ditunjukkan Fitra, item-item penganggaran pelaksanaan eksekusi mati antar di Polri dan Kejaksaan nyaris sama.

Misalnya biaya rapat koordinasi, honor untuk regu tembak, penginapan pihak yang mewakili terdakwa, penerjemah, rohaniawan hingga proses pemakaman.

Nah meskipun banyak item yang sama, namun besaran anggaran di Polri dan Kejaksaan berbeda. Total anggaran eksekusi mati di Polri mencapai Rp247.112.000 per narapidana, sedangkan di Kejaksaan besarnya persis Rp200 juta.

Dari pendalaman yang dilakukan Fitra, perbedaan jumlah penganggaran tersebut terjadi karena salah satu terkait perhitungan personel. Polri yang bertugas menyiapkan personel pengamanan mengisyaratkan pelaksanaan eksekusi mati melibatkan 64 personal. Mereka terbagi dalam yang terbagi dalam 6 regu (5 regu pengamanan dan 1 regu penembak). Sedangkan di Kejaksaan, anggarannya hanya untuk 40 orang personel.

Fino mengatakan adanya dua aturan penganggaran itu sangat membingungkan. Ironisnya selama ini kejaksaan yang memegang peran utama dalam pelaksanaan eksekusi mati tak pernah transparan.

“Inikan eksekusi mati yang ketiga, sebelum-sebelumnya juga tidak ada transparansi,” kata Fino.

Dia berharap kejaksaan sebelum memutuskan eksekusi kali ini menyelesaikan persoalan anggaran terlebih dulu. Sebab pelaksanaan eksekusi selama ini banyak mendapatkan sorotan publik.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/