30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Sapuan Haris Purnomo Segaya dengan Henk Ngantung

Foto: Ghofuur Eka/ Jawapos Harris Purnomo, salah satu pelukis realis yang hampir tampak asli dengan aslinya mempunyai karya yang menakjubkan, goresan wajah manusia maupun bayi begitu mirip dengan aslinya. Kali ini beliau unjuk gigi di Surabaya untuk mengenalkan karyanya setelah karyanya sudah berkeliling dunia.
Foto: Ghofuur Eka/ Jawapos
Harris Purnomo, salah satu pelukis realis yang hampir tampak asli dengan aslinya mempunyai karya yang menakjubkan, goresan wajah manusia maupun bayi begitu mirip dengan aslinya. Kali ini beliau unjuk gigi di Surabaya untuk mengenalkan karyanya setelah karyanya sudah berkeliling dunia.

Lukisan Memanah karya Henk Ngantung akhirnya bisa dinikmati lagi dalam pameran lukisan koleksi Soekarno di Galeri Nasional Jakarta pada 1–31 Agustus. Padahal, lukisan kebanggaan Bung Karno itu sudah lama ”sekarat” karena dimakan usia dan digerogoti rayap.

ALLAF DZIKRILLAH, Surabaya

Haris Purnomo bisa-bisa menjadi orang yang most wanted pada pameran bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan itu. Sebab, dialah perupa pertama yang ditunjuk secara resmi oleh Kementerian Sekretariat Negara untuk mereproduksi lukisan karya mantan gubernur DKI Jakarta tersebut. Mengapa Haris yang ditunjuk untuk ”kembali menghidupkan” lukisan yang dibeli Bung Karno pada 1944 itu?
Itulah pertaruhan yang dilakukan Mikke Susanto, kurator pameran untuk menyambut 71 tahun kemerdekaan RI tersebut. Di mata Mikke, Haris adalah pelukis yang tepat untuk mengerjakan proyek besar itu. Sebab, selama ini Haris dikenal sebagai pelukis hiperealis ternama di Indonesia. Karya-karya ikoniknya yang berupa gambar bayi-bayi lucu, Garuda Pancasila, dan sosok-sosok bertato diakui sangat persis dengan objek asli.

Haris menerima tawaran yang memiliki prestise itu dengan perasaan campur aduk. Dia menganggap penunjukan tersebut sebagai tanggung jawab besar yang harus diterima sebagai anak bangsa.

”Saya senang dan bangga bisa memberi sumbangsih untuk bangsa ini. Terlebih, lukisan itu pernah dipajang di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur,” jelas Haris saat ditemui di sela-sela persiapan pameran tunggalnya di Surabaya pada Kamis (12/8).

Namun, di sisi lain Haris prihatin dengan kondisi lukisan yang sudah rusak parah sehingga harus direproduksi untuk ”menghidupkannya lagi”. Meskipun, untuk itu, prosesnya tidak mudah.

Memanah dilukis di atas media tripleks. Lukisan tersebut menjadi backdrop konferensi pers seusai Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Umurnya kini sudah lebih dari 72 tahun. Di usia setua itu, tak heran bila lukisan tersebut sudah rapuh dan mulai habis karena digerogoti rayap. Warna cat yang menempel di tripleks juga mulai pudar dan kusam. Lukisan tersebut sudah tidak bisa ditegakkan lagi. Kini ia dimasukkan di bingkai kaca dan hanya bisa dilihat secara horizontal.

”Untungnya, Mikke punya buku lukisan koleksi Bung Karno yang di dalamnya berisi karya Henk Ngantung untuk acuan,” ucap lulusan Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI), Jogjakarta, 1975 itu.

Haris kemudian mulai melukis ulang lukisan langka dan bersejarah itu pada awal Ramadan lalu, sekitar Juni. Dia diberi waktu sebulan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Langkah pertama yang diambil Haris adalah melakukan digitalisasi untuk menepatkan skala lukisan. Berkat teknologi itu, dia mampu membuat sketsa yang sama dengan aslinya. Baru setelah itu dia masuk proses melukis.

Sapuan-sapuan realis tangan Haris diakui Mikke memiliki kedekatan gaya dengan goresan kuas Henk Ngantung. ”Tapi, saya belum bisa secara utuh menyamai karya Henk Ngantung. Sapuannya memiliki tekstur yang berbeda,” tutur dia.

Dia mengerjakannya mulai sehabis sahur hingga pukul 07.00 setiap hari di rumahnya di kawasan Cibubur. ”Enak dikerjakan di rumah, bisa bebas. Kalau di istana, harus mengenakan batik dan celana kain, agak ribet,” ujarnya, lalu tertawa.

Foto: Ghofuur Eka/ Jawapos Harris Purnomo, salah satu pelukis realis yang hampir tampak asli dengan aslinya mempunyai karya yang menakjubkan, goresan wajah manusia maupun bayi begitu mirip dengan aslinya. Kali ini beliau unjuk gigi di Surabaya untuk mengenalkan karyanya setelah karyanya sudah berkeliling dunia.
Foto: Ghofuur Eka/ Jawapos
Harris Purnomo, salah satu pelukis realis yang hampir tampak asli dengan aslinya mempunyai karya yang menakjubkan, goresan wajah manusia maupun bayi begitu mirip dengan aslinya. Kali ini beliau unjuk gigi di Surabaya untuk mengenalkan karyanya setelah karyanya sudah berkeliling dunia.

Lukisan Memanah karya Henk Ngantung akhirnya bisa dinikmati lagi dalam pameran lukisan koleksi Soekarno di Galeri Nasional Jakarta pada 1–31 Agustus. Padahal, lukisan kebanggaan Bung Karno itu sudah lama ”sekarat” karena dimakan usia dan digerogoti rayap.

ALLAF DZIKRILLAH, Surabaya

Haris Purnomo bisa-bisa menjadi orang yang most wanted pada pameran bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan itu. Sebab, dialah perupa pertama yang ditunjuk secara resmi oleh Kementerian Sekretariat Negara untuk mereproduksi lukisan karya mantan gubernur DKI Jakarta tersebut. Mengapa Haris yang ditunjuk untuk ”kembali menghidupkan” lukisan yang dibeli Bung Karno pada 1944 itu?
Itulah pertaruhan yang dilakukan Mikke Susanto, kurator pameran untuk menyambut 71 tahun kemerdekaan RI tersebut. Di mata Mikke, Haris adalah pelukis yang tepat untuk mengerjakan proyek besar itu. Sebab, selama ini Haris dikenal sebagai pelukis hiperealis ternama di Indonesia. Karya-karya ikoniknya yang berupa gambar bayi-bayi lucu, Garuda Pancasila, dan sosok-sosok bertato diakui sangat persis dengan objek asli.

Haris menerima tawaran yang memiliki prestise itu dengan perasaan campur aduk. Dia menganggap penunjukan tersebut sebagai tanggung jawab besar yang harus diterima sebagai anak bangsa.

”Saya senang dan bangga bisa memberi sumbangsih untuk bangsa ini. Terlebih, lukisan itu pernah dipajang di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur,” jelas Haris saat ditemui di sela-sela persiapan pameran tunggalnya di Surabaya pada Kamis (12/8).

Namun, di sisi lain Haris prihatin dengan kondisi lukisan yang sudah rusak parah sehingga harus direproduksi untuk ”menghidupkannya lagi”. Meskipun, untuk itu, prosesnya tidak mudah.

Memanah dilukis di atas media tripleks. Lukisan tersebut menjadi backdrop konferensi pers seusai Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Umurnya kini sudah lebih dari 72 tahun. Di usia setua itu, tak heran bila lukisan tersebut sudah rapuh dan mulai habis karena digerogoti rayap. Warna cat yang menempel di tripleks juga mulai pudar dan kusam. Lukisan tersebut sudah tidak bisa ditegakkan lagi. Kini ia dimasukkan di bingkai kaca dan hanya bisa dilihat secara horizontal.

”Untungnya, Mikke punya buku lukisan koleksi Bung Karno yang di dalamnya berisi karya Henk Ngantung untuk acuan,” ucap lulusan Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI), Jogjakarta, 1975 itu.

Haris kemudian mulai melukis ulang lukisan langka dan bersejarah itu pada awal Ramadan lalu, sekitar Juni. Dia diberi waktu sebulan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Langkah pertama yang diambil Haris adalah melakukan digitalisasi untuk menepatkan skala lukisan. Berkat teknologi itu, dia mampu membuat sketsa yang sama dengan aslinya. Baru setelah itu dia masuk proses melukis.

Sapuan-sapuan realis tangan Haris diakui Mikke memiliki kedekatan gaya dengan goresan kuas Henk Ngantung. ”Tapi, saya belum bisa secara utuh menyamai karya Henk Ngantung. Sapuannya memiliki tekstur yang berbeda,” tutur dia.

Dia mengerjakannya mulai sehabis sahur hingga pukul 07.00 setiap hari di rumahnya di kawasan Cibubur. ”Enak dikerjakan di rumah, bisa bebas. Kalau di istana, harus mengenakan batik dan celana kain, agak ribet,” ujarnya, lalu tertawa.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/