28.9 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

Virus Corona Itu Nyata dan Bukan Aib, Sekeluarga Terserang dan Sembuh dari Covid-19

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Boydo HK Panjaitan (40), mantan anggota DPRD Kota Medan Periode 2014-2019 adalah satu dari sekian banyak pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan, ibunya (78), Herin Boru Manurung dan istrinya Elsa Malona (39) juga terinfeksi virus mematikan itu.

SAAT DIRAWAT: Boydo HK Panjaitan, istri dan ibunya saat menjalani isolasi di RS Santa Elisabeth Medan, beberapa waktu lalu.
SAAT DIRAWAT: Boydo HK Panjaitan, istri dan ibunya saat menjalani isolasi di RS Santa Elisabeth Medan, beberapa waktu lalu.

Namun, ketiganya masih dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka akhirnya sembuh setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Boydo menceritakan bagaimana keluarganya terserang Covid-19. Padahal, dia tetap menjaga protokol kesehatan Covid-19 dalam beraktivitas sehari-hari. “Seingat saya, awalnya pada Selasa, 23 Juni 2020 sore, mulai merasa kurang enak badan sehingga pulang lebih cepat ke rumah. Badan saya tiba-tiba demam dan sesekali batuk. Selain itu, lidah terasa pahit dan tak selera makan. Bahkan, malam harinya menggigil dan tidak bisa tidur nyenyak,” ungkap Boydo, Selasa (27/10) siang.

Karena merasa kurang sehat, keesokan harinya Boydo langsung minum obat demam dan batuk. Obat tersebut biasa dikonsumsinya apabila merasakan gejala yang sama. Tak hanya itu, dia juga mengonsumsi antibiotik pemberian saudaranya yang seorang dokter dan biasa diminta saran ketika sedang sakit.

Ternyata, obat dan antibiotik itu bekerja efektif. Boydo merasa sehat dan kembali menjalani aktivitas. Akan tetapi, pada Jumat (26/6), ia kembali merasakan gejala yang sama, yaitu batuk, demam, dan lidah terasa pahit. “Saya curiga jangan-jangan terkena tifus atau demam berdarah. Saya tidak kepikiran terkena Covid-19 karena cemas dan takut, enggak terbayangkan kalau betul-betul sampai kena. Makanya, tidak ada keinginan untuk rapid test ataupun swab,” ujar mantan Ketua Komisi III DPRD Kota Medan ini.

Esok harinya, Sabtu (27/6), Boydo medical check up di Klinik Pramita. Hasilnya, diketahui trombositnya di bawah normal. Akan tetapi, dinyatakan tidak terkena penyakit yang berat.

Karena itu, ia kembali minum obat yang sama untuk mengatasi demam dan batuk. Namun, tak kunjung sembuh. Kemudian pada Minggu (29/6) pagi, kondisi kesehatannya semakin drop. “Bersama istri, saya memeriksakan diri ke klinik, apakah ada indikasi kena Covid-19? Setelah menjalani rapid test ternyata hasilnya nonreaktif,” kata Bendahara DPC PDIP Kota Medan ini.

Boydo melanjutkan, pada Selasa (30/6), kondisi kesehatan dia dan istrinya makin memburuk. Kemudian, mereka melakukan rapid test di Klinik Pramita. “Dari hasil rapid test kedua kalinya diketahui nonreaktif. Bahkan, hasil cek darah tidak menunjukkan demam berdarah ataupun tifus,” ungkapnya.

Namun dua hari berselang, kondisi kesehatannya bersama istri tetap drop, masih tetap mengalami demam, batuk, dan lidah terasa pahit. Karenanya, pada Hari Jumat (3/7), atas saran pihak keluarga, keduanya memeriksakan paru-paru ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Di rumah sakit tersebut, dokter menjelaskan ada bercak pada kedua paru-paru dari hasil rontgen dan kemungkinan besar mengarah ke pneumonia.

Dibayang-bayangi rasa khawatir, pada hari itu juga Boydo dan istrinya memberanikan diri swab test di Rumah Sakit Murni Teguh, Medan. Hasilnya, ternyata positif Covid-19. “Saya tidak tahu kenapa bisa terkena Corona? Padahal, selama ini sudah mengikuti protokol kesehatan. Bukan hanya itu, untuk menjaga jarak sosial saya juga sering bekerja dari rumah dan hanya sesekali keluar,” ujar Boydo yang kini aktif mengembangkan bisnis bahan bangunan.

Dikatakannya, ibunya juga demikian. Ibunya yang mengelola usaha bahan bangunan mulai sering bertemu dengan pembeli. Lebih dari itu, sang ibu juga memberanikan diri menghadiri acara pesta, karena salah satu kewajiban sebagai orang Batak.

Boydo mengaku, sebelum tertular Virus Corona, tidak pernah keluar kota selain hanya beraktivitas di Kota Medan. Namun, dia tidak menampik dalam aktivitasnya sehari-hari bertemu dengan kerabat, teman, dan kolega hingga tidak menjaga jarak. Terkadang pergi satu mobil tanpa masker dengan keyakinan bahwa Covid-19 itu tidak ada. “Mungkin itulah saya bisa tertular Virus Corona karena kendor dengan protokol kesehatan Covid-19, tapi enggak tahu pastinya dari mana. Saya juga bingung kok bisa kena juga,” tuturnya.

Tak mau berlarut-larut memikirkan dari mana virus itu datang, Boydo lalu fokus agar bisa selamat dari serangan Covid-19. “Setelah beberapa hari kemudian dan mendapatkan hasil swab positif (Covid-19), pada Sabtu (4/7) saya dan istri mulai diisolasi pada satu ruangan yang sama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Malam harinya, ibu saya menyusul diopname dengan kondisi kritis. Sebab, sebelumnya saya sudah menduga ibu juga positif Covid-19 karena setiap hari bertemu dengan saya dan memiliki gejala yang mirip dengan istri saya. Bahkan, napas ibu saya mulai terengah-engah,” jelas Boydo.

Sejak malam itu, Boydo bersama istri dan ibunya melewati hari-hari bersama di dalam satu ruangan isolasi. Sungguh perjuangan hidup yang tidak mudah untuk dilalui dan juga tidak pernah terbayangkan sebelumnya. “Malam itu terasa suram, rasanya seperti hidup dalam dunia lain. Namun, harus tetap dilalui dan jangan sampai down karena mempengaruhi kondisi fisik. Saya dan istri saling menguatkan, tapi saya sangat khawatir kepada ibu karena usianya sudah 78 tahun,” terangnya.

Boydo menyebutkan, saat pertama kali menginap di ruang isolasi, tidak bisa tidur dan terus gelisah. Begitu juga istrinya dan ibunya, merasa dihantui ketakutan, gelisah dan kadangkala terbangun pada tengah malam maupun dini hari. “Kami akhirnya bisa melewati saat-saat sulit itu. Setelah sembuh dari Covid-19 dan dinyatakan memiliki kekebalan terhadap Virus Corona, tidak membuat lengah dan lantas mengabaikan protokol kesehatan. Belajar pengalaman dirawat selama 19 hari (4-22 Juli) menjadi pelajaran hidup bagi saya untuk tidak mengulang kesalahan yang sama,” tukasnya.

Tak jauh beda disampaikan Elsa Malona, istri Boydo. Bahkan, Elsa mengaku mengalami kejadian yang membuatnya semakin cemas dan takut saat diisolasi. Tak hanya itu, Elsa juga memikirkan kedua anaknya yang dijaga keluarga saat itu. Ia pun berharap bisa melewati masa-masa kritis berjuang melawan Covid-19.

Saat menjalani masa isolasi tersebut, ada belasan jenis obat yang harus diminum setiap harinya, termasuk vitamin dan antibiotik. Selain itu, tim medis melakukan pemeriksaan secara rutin, seperti pemeriksaan jantung, cek darah, rontgen, hingga memberikan asupan makanan bergizi. “Hari kedua isolasi adalah hari terberat. Saya mencoba terus menyanyi rohani untuk menguatkan diri. Apalagi, saat itu juga saya mendapat kabar kedua anak kami reaktif setelah menjalani rapid test dan kondisi tubuhnya kurang sehat,” ungkap Elsa.

Namun, beberapa hari kemudian, rasa lega muncul saat mendengar kabar dari keluarga bahwa kondisi dua buah hatinya sudah berangsur baik dan hasil swab negatif. Selain itu, semua anggota keluarga juga nonreaktif usai menjalani rapid test. “Kabar tersebut semakin menguatkan kami bertiga yang masih diisolasi untuk berjuang bertahan hidup. Terlebih, setelah dua kali melakukan swab test, saya akhirnya dinyatakan negatif dan sembuh (Sabtu, 18/7),” ucapnya.

Selang lima hari kemudian (22/7), suaminya, dan ibu mertuanya juga dinyatakan sembuh. “Puji Tuhan, ini mukjizat bagi keluarga. Kami bersyukur kepada Tuhan karena diberikan kekuatan untuk melalui ujian terberat ini,” kenang Elsa.

Dari perjuangan hidup yang tak mudah tersebut, Elsa berpesan, Covid-19 itu ada dan nyata. Jangan pernah bilang Covid-19 itu tidak ada. “Kami bertiga kini kembali menjalani kehidupan normal. Akan tetapi, tetap harus waspada karena tidak ada jaminan Covid-19 tidak akan kembali lagi. Maka dari itu, kami menjaga protokol kesehatan secara ketat dan menghilangkan kebiasaan memegang mata, wajah, hidung, dan bagian mulut, sebelum mencuci tangan pakai sabun,” pesannya.

Ia menambahkan, melewati masa-masa kritis di bawah serangan Covid-19 adalah hal yang paling ditakutkan banyak orang. Meski demikian, tidak perlu paranoid atau takut berlebihan. Karena, dengan deteksi lebih dini dan penanganan yang tepat, virus corona bisa dikalahkan.

“Jangan pernah lengah sekalipun karena virus corona memang nyata dan berbahaya. Jangan tutup komunikasi dengan dunia luar karena Covid-19 bukan aib, dan dukungan dari keluarga serta teman-teman sangat berharga ketika sakit. Tak lupa, selalu berdoa dan berusaha agar keadaan hati dalam kondisi tenang dan gembira,” imbuhnya. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Boydo HK Panjaitan (40), mantan anggota DPRD Kota Medan Periode 2014-2019 adalah satu dari sekian banyak pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Bahkan, ibunya (78), Herin Boru Manurung dan istrinya Elsa Malona (39) juga terinfeksi virus mematikan itu.

SAAT DIRAWAT: Boydo HK Panjaitan, istri dan ibunya saat menjalani isolasi di RS Santa Elisabeth Medan, beberapa waktu lalu.
SAAT DIRAWAT: Boydo HK Panjaitan, istri dan ibunya saat menjalani isolasi di RS Santa Elisabeth Medan, beberapa waktu lalu.

Namun, ketiganya masih dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka akhirnya sembuh setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Boydo menceritakan bagaimana keluarganya terserang Covid-19. Padahal, dia tetap menjaga protokol kesehatan Covid-19 dalam beraktivitas sehari-hari. “Seingat saya, awalnya pada Selasa, 23 Juni 2020 sore, mulai merasa kurang enak badan sehingga pulang lebih cepat ke rumah. Badan saya tiba-tiba demam dan sesekali batuk. Selain itu, lidah terasa pahit dan tak selera makan. Bahkan, malam harinya menggigil dan tidak bisa tidur nyenyak,” ungkap Boydo, Selasa (27/10) siang.

Karena merasa kurang sehat, keesokan harinya Boydo langsung minum obat demam dan batuk. Obat tersebut biasa dikonsumsinya apabila merasakan gejala yang sama. Tak hanya itu, dia juga mengonsumsi antibiotik pemberian saudaranya yang seorang dokter dan biasa diminta saran ketika sedang sakit.

Ternyata, obat dan antibiotik itu bekerja efektif. Boydo merasa sehat dan kembali menjalani aktivitas. Akan tetapi, pada Jumat (26/6), ia kembali merasakan gejala yang sama, yaitu batuk, demam, dan lidah terasa pahit. “Saya curiga jangan-jangan terkena tifus atau demam berdarah. Saya tidak kepikiran terkena Covid-19 karena cemas dan takut, enggak terbayangkan kalau betul-betul sampai kena. Makanya, tidak ada keinginan untuk rapid test ataupun swab,” ujar mantan Ketua Komisi III DPRD Kota Medan ini.

Esok harinya, Sabtu (27/6), Boydo medical check up di Klinik Pramita. Hasilnya, diketahui trombositnya di bawah normal. Akan tetapi, dinyatakan tidak terkena penyakit yang berat.

Karena itu, ia kembali minum obat yang sama untuk mengatasi demam dan batuk. Namun, tak kunjung sembuh. Kemudian pada Minggu (29/6) pagi, kondisi kesehatannya semakin drop. “Bersama istri, saya memeriksakan diri ke klinik, apakah ada indikasi kena Covid-19? Setelah menjalani rapid test ternyata hasilnya nonreaktif,” kata Bendahara DPC PDIP Kota Medan ini.

Boydo melanjutkan, pada Selasa (30/6), kondisi kesehatan dia dan istrinya makin memburuk. Kemudian, mereka melakukan rapid test di Klinik Pramita. “Dari hasil rapid test kedua kalinya diketahui nonreaktif. Bahkan, hasil cek darah tidak menunjukkan demam berdarah ataupun tifus,” ungkapnya.

Namun dua hari berselang, kondisi kesehatannya bersama istri tetap drop, masih tetap mengalami demam, batuk, dan lidah terasa pahit. Karenanya, pada Hari Jumat (3/7), atas saran pihak keluarga, keduanya memeriksakan paru-paru ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Di rumah sakit tersebut, dokter menjelaskan ada bercak pada kedua paru-paru dari hasil rontgen dan kemungkinan besar mengarah ke pneumonia.

Dibayang-bayangi rasa khawatir, pada hari itu juga Boydo dan istrinya memberanikan diri swab test di Rumah Sakit Murni Teguh, Medan. Hasilnya, ternyata positif Covid-19. “Saya tidak tahu kenapa bisa terkena Corona? Padahal, selama ini sudah mengikuti protokol kesehatan. Bukan hanya itu, untuk menjaga jarak sosial saya juga sering bekerja dari rumah dan hanya sesekali keluar,” ujar Boydo yang kini aktif mengembangkan bisnis bahan bangunan.

Dikatakannya, ibunya juga demikian. Ibunya yang mengelola usaha bahan bangunan mulai sering bertemu dengan pembeli. Lebih dari itu, sang ibu juga memberanikan diri menghadiri acara pesta, karena salah satu kewajiban sebagai orang Batak.

Boydo mengaku, sebelum tertular Virus Corona, tidak pernah keluar kota selain hanya beraktivitas di Kota Medan. Namun, dia tidak menampik dalam aktivitasnya sehari-hari bertemu dengan kerabat, teman, dan kolega hingga tidak menjaga jarak. Terkadang pergi satu mobil tanpa masker dengan keyakinan bahwa Covid-19 itu tidak ada. “Mungkin itulah saya bisa tertular Virus Corona karena kendor dengan protokol kesehatan Covid-19, tapi enggak tahu pastinya dari mana. Saya juga bingung kok bisa kena juga,” tuturnya.

Tak mau berlarut-larut memikirkan dari mana virus itu datang, Boydo lalu fokus agar bisa selamat dari serangan Covid-19. “Setelah beberapa hari kemudian dan mendapatkan hasil swab positif (Covid-19), pada Sabtu (4/7) saya dan istri mulai diisolasi pada satu ruangan yang sama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Malam harinya, ibu saya menyusul diopname dengan kondisi kritis. Sebab, sebelumnya saya sudah menduga ibu juga positif Covid-19 karena setiap hari bertemu dengan saya dan memiliki gejala yang mirip dengan istri saya. Bahkan, napas ibu saya mulai terengah-engah,” jelas Boydo.

Sejak malam itu, Boydo bersama istri dan ibunya melewati hari-hari bersama di dalam satu ruangan isolasi. Sungguh perjuangan hidup yang tidak mudah untuk dilalui dan juga tidak pernah terbayangkan sebelumnya. “Malam itu terasa suram, rasanya seperti hidup dalam dunia lain. Namun, harus tetap dilalui dan jangan sampai down karena mempengaruhi kondisi fisik. Saya dan istri saling menguatkan, tapi saya sangat khawatir kepada ibu karena usianya sudah 78 tahun,” terangnya.

Boydo menyebutkan, saat pertama kali menginap di ruang isolasi, tidak bisa tidur dan terus gelisah. Begitu juga istrinya dan ibunya, merasa dihantui ketakutan, gelisah dan kadangkala terbangun pada tengah malam maupun dini hari. “Kami akhirnya bisa melewati saat-saat sulit itu. Setelah sembuh dari Covid-19 dan dinyatakan memiliki kekebalan terhadap Virus Corona, tidak membuat lengah dan lantas mengabaikan protokol kesehatan. Belajar pengalaman dirawat selama 19 hari (4-22 Juli) menjadi pelajaran hidup bagi saya untuk tidak mengulang kesalahan yang sama,” tukasnya.

Tak jauh beda disampaikan Elsa Malona, istri Boydo. Bahkan, Elsa mengaku mengalami kejadian yang membuatnya semakin cemas dan takut saat diisolasi. Tak hanya itu, Elsa juga memikirkan kedua anaknya yang dijaga keluarga saat itu. Ia pun berharap bisa melewati masa-masa kritis berjuang melawan Covid-19.

Saat menjalani masa isolasi tersebut, ada belasan jenis obat yang harus diminum setiap harinya, termasuk vitamin dan antibiotik. Selain itu, tim medis melakukan pemeriksaan secara rutin, seperti pemeriksaan jantung, cek darah, rontgen, hingga memberikan asupan makanan bergizi. “Hari kedua isolasi adalah hari terberat. Saya mencoba terus menyanyi rohani untuk menguatkan diri. Apalagi, saat itu juga saya mendapat kabar kedua anak kami reaktif setelah menjalani rapid test dan kondisi tubuhnya kurang sehat,” ungkap Elsa.

Namun, beberapa hari kemudian, rasa lega muncul saat mendengar kabar dari keluarga bahwa kondisi dua buah hatinya sudah berangsur baik dan hasil swab negatif. Selain itu, semua anggota keluarga juga nonreaktif usai menjalani rapid test. “Kabar tersebut semakin menguatkan kami bertiga yang masih diisolasi untuk berjuang bertahan hidup. Terlebih, setelah dua kali melakukan swab test, saya akhirnya dinyatakan negatif dan sembuh (Sabtu, 18/7),” ucapnya.

Selang lima hari kemudian (22/7), suaminya, dan ibu mertuanya juga dinyatakan sembuh. “Puji Tuhan, ini mukjizat bagi keluarga. Kami bersyukur kepada Tuhan karena diberikan kekuatan untuk melalui ujian terberat ini,” kenang Elsa.

Dari perjuangan hidup yang tak mudah tersebut, Elsa berpesan, Covid-19 itu ada dan nyata. Jangan pernah bilang Covid-19 itu tidak ada. “Kami bertiga kini kembali menjalani kehidupan normal. Akan tetapi, tetap harus waspada karena tidak ada jaminan Covid-19 tidak akan kembali lagi. Maka dari itu, kami menjaga protokol kesehatan secara ketat dan menghilangkan kebiasaan memegang mata, wajah, hidung, dan bagian mulut, sebelum mencuci tangan pakai sabun,” pesannya.

Ia menambahkan, melewati masa-masa kritis di bawah serangan Covid-19 adalah hal yang paling ditakutkan banyak orang. Meski demikian, tidak perlu paranoid atau takut berlebihan. Karena, dengan deteksi lebih dini dan penanganan yang tepat, virus corona bisa dikalahkan.

“Jangan pernah lengah sekalipun karena virus corona memang nyata dan berbahaya. Jangan tutup komunikasi dengan dunia luar karena Covid-19 bukan aib, dan dukungan dari keluarga serta teman-teman sangat berharga ketika sakit. Tak lupa, selalu berdoa dan berusaha agar keadaan hati dalam kondisi tenang dan gembira,” imbuhnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/