26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Rokok Rp50 Ribu, Iwan Fals: Mumetlah

Iwan Fals
Iwan Fals

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wacana pemerintah menaikkan harga rokok menuai pro dan kontra. Berbagai kalangan masyarakat punya pandangan masing-masing mengenai hal tersebut. Termasuk dari musisi legendaris Iwan Fals.

Pemilik nama asli Virgiawan Listanto itu mengaku terkejut mendengar wacana pemerintah menaikkan harga rokok menjadi di atas Rp 50 ribu. Meski kini tidak merokok lagi, dia menilai wacana itu bakal membuat ribet kaum perokok.

“Hah? rokok mau Rp 50 ribu? waduh untung saya udah gak ngerokok lagi, kalo gak ya mumetlah,” tulis Iwan Fals melalui akun media sosial Twitter miliknya, Minggu (21/8).

Sedangkan Artis peran, Ringgo Agus Rahman lebih pasrah dengan isu kenaikan itu. Ia pun masih ragu apakah harus mendukung atau tidak kebijakan tersebut.

“Nah itu dia gue sulit bilang, tergantung tujuannya. Gue masih belum bisa (berhenti rokok) tapi gue coba,” ucap Ringgo, Jumat (19/8/2016).

“Setuju nggak setuju sih gue, karena kalau pun gue bilang nggak setuju juga nggak ngaruh gimana-gimana. Jadi gue terima aja nanti hasilnya,” lanjut dia.

Sementara Joshua ‘Diobok-obok’ Suherman tegas menunjukkan dukungannya soal kenaikan harga rokok. Penyanyi berusia 23 tahun itu setuju, bahkan berharap kenaikannya lebih dari sekedar nominal yang diwacanakan.

“Naikin aja sampai 200 ribu kalau kata gue sih. Setuju,” kata mentan penyanyi ciliki itu, Sabtu (20/8).

Joshua memang jadi salah satu pihak yang antimerokok. “Gue enggak ngerokok. Kan selama ini ada kebijakan lo ngerokok jangan di tempat umum. Sudah dikasih tempat khusus. Dikasih kebijakan begitu aja tuh masih pada bandel,” ucap Joshua.

Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat, wacana kenaikan harga rokok bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Salah satunya, kenaikan harga rokok diyakini akan menurunkan angka kemiskinan.

Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi mengatakan, kenaikan harga rokok akan menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin. “Ini hal yang sangat logis, karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin. Data BPS setiap tahunnya menujukkan bahwa pemicu kemiskinan di rumah tangga miskin adalah beras dan rokok. Dengan harga rokok mahal, keterjangkaun mereka terhadap rokok akan turun,” kata Tulus melalui siaran persnya, Minggu (21/8).

Ia menjelaskan, menurunnya konsumsi rokok di rumah tangga miskin akan berdampak positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan mereka. Uang untuk membeli rokok langsung bisa digunakan untuk membeli bahan pangan. “Selain berdampak negatif, rokok tidak mempunyai kandungan kalori sama sekali,” ujarnya.

Negara juga akan merasakan manfaat dari peningkatan pendapatan cukai yang bisa meningkat 100 persen dari sekarang. Harga rokok mahal selain berfungsi untuk memproteksi rumah tangga miskin, juga mengatrol pendapatan negara dari sisi cukai. “Apalagi saat ini cukai dan harga rokok di Indonesia tergolong terendah di dunia,” katanya.

Tulus berpendapat, sudah seharusnya rokok dijual mahal sebagai instrumen pembatasan dan pengendalian. Di negara maju harga rokok lebih dari Rp100 ribu. “Harga rokok mahal tidak akan membuat pabrik rokok bangkrut atau PHK buruh. Karena PHK buruh rokok karena pabrik melakukan mekanisasi, mengganti buruh dengan mesin,” tuturnya. (bbs/rbb)

Iwan Fals
Iwan Fals

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wacana pemerintah menaikkan harga rokok menuai pro dan kontra. Berbagai kalangan masyarakat punya pandangan masing-masing mengenai hal tersebut. Termasuk dari musisi legendaris Iwan Fals.

Pemilik nama asli Virgiawan Listanto itu mengaku terkejut mendengar wacana pemerintah menaikkan harga rokok menjadi di atas Rp 50 ribu. Meski kini tidak merokok lagi, dia menilai wacana itu bakal membuat ribet kaum perokok.

“Hah? rokok mau Rp 50 ribu? waduh untung saya udah gak ngerokok lagi, kalo gak ya mumetlah,” tulis Iwan Fals melalui akun media sosial Twitter miliknya, Minggu (21/8).

Sedangkan Artis peran, Ringgo Agus Rahman lebih pasrah dengan isu kenaikan itu. Ia pun masih ragu apakah harus mendukung atau tidak kebijakan tersebut.

“Nah itu dia gue sulit bilang, tergantung tujuannya. Gue masih belum bisa (berhenti rokok) tapi gue coba,” ucap Ringgo, Jumat (19/8/2016).

“Setuju nggak setuju sih gue, karena kalau pun gue bilang nggak setuju juga nggak ngaruh gimana-gimana. Jadi gue terima aja nanti hasilnya,” lanjut dia.

Sementara Joshua ‘Diobok-obok’ Suherman tegas menunjukkan dukungannya soal kenaikan harga rokok. Penyanyi berusia 23 tahun itu setuju, bahkan berharap kenaikannya lebih dari sekedar nominal yang diwacanakan.

“Naikin aja sampai 200 ribu kalau kata gue sih. Setuju,” kata mentan penyanyi ciliki itu, Sabtu (20/8).

Joshua memang jadi salah satu pihak yang antimerokok. “Gue enggak ngerokok. Kan selama ini ada kebijakan lo ngerokok jangan di tempat umum. Sudah dikasih tempat khusus. Dikasih kebijakan begitu aja tuh masih pada bandel,” ucap Joshua.

Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat, wacana kenaikan harga rokok bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Salah satunya, kenaikan harga rokok diyakini akan menurunkan angka kemiskinan.

Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi mengatakan, kenaikan harga rokok akan menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin. “Ini hal yang sangat logis, karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin. Data BPS setiap tahunnya menujukkan bahwa pemicu kemiskinan di rumah tangga miskin adalah beras dan rokok. Dengan harga rokok mahal, keterjangkaun mereka terhadap rokok akan turun,” kata Tulus melalui siaran persnya, Minggu (21/8).

Ia menjelaskan, menurunnya konsumsi rokok di rumah tangga miskin akan berdampak positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan mereka. Uang untuk membeli rokok langsung bisa digunakan untuk membeli bahan pangan. “Selain berdampak negatif, rokok tidak mempunyai kandungan kalori sama sekali,” ujarnya.

Negara juga akan merasakan manfaat dari peningkatan pendapatan cukai yang bisa meningkat 100 persen dari sekarang. Harga rokok mahal selain berfungsi untuk memproteksi rumah tangga miskin, juga mengatrol pendapatan negara dari sisi cukai. “Apalagi saat ini cukai dan harga rokok di Indonesia tergolong terendah di dunia,” katanya.

Tulus berpendapat, sudah seharusnya rokok dijual mahal sebagai instrumen pembatasan dan pengendalian. Di negara maju harga rokok lebih dari Rp100 ribu. “Harga rokok mahal tidak akan membuat pabrik rokok bangkrut atau PHK buruh. Karena PHK buruh rokok karena pabrik melakukan mekanisasi, mengganti buruh dengan mesin,” tuturnya. (bbs/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/