JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim terus mengundang amarah banyak pihak. Karena itu, Komisi III (komisi hukum) DPR akan memanggil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung dan Jaksa Agung M. Prasetyo ke Senayan.
Komisi III menganggap banyak kejanggalan dalam kasus Dahlan dan terkesan dipaksakan. Terutama dalam penetapan status tersangka. ’’Habis reses akan kami panggil,’’ ujar Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan kemarin (2/11). DPR yang mulai memasuki masa reses 28 Oktober lalu akan kembali aktif bersidang pada 15 November mendatang.
Kinerja institusi kejaksaan akan dievaluasi atas beberapa penanganan kasus yang dianggap janggal. Salah satunya pelepasan aset PT PWU yang menjadikan Dahlan sebagai tersangka.
Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam hal pelepasan aset yang terjadi pada 2003. Sudah sangat lama. “Audit kerugian negaranya juga belum keluar. Jadi, memang kesannya dipaksakan. Inilah yang akan jadi salah satu bahan evaluasi kami,” tandas Trimedya.
Anggota komisi III Wenny Warrow menambahkan, komisinya diminta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah agar mengevaluasi kinerja Kejati Jatim. Sebab, beberapa langkah yang diambil institusi yang dipimpin Maruli Hutagalung tersebut dinilai bermuatan politis.
Menurut politikus Partai Gerindra itu, salah satu kasus yang dinilai politis adalah penetapan tersangka dan penahanan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. ’’Ini perkara sudah lama. Rasa-rasanya seperti ada politisasi di situ,’’ katanya. Kasus tersebut, lanjut Wenny, ujung-ujungnya ditujukan untuk menjatuhkan atau mencari kambing hitam.
Dia menegaskan, komisi III akan mempertanyakan hal tersebut kepada Maruli dan Prasetyo. ’’Nanti kami tanya supaya analisis dan evaluasi terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bisa dilihat,’’ ucapnya.
Bukan hanya kasus Dahlan Iskan. Komisi III juga akan mempertanyakan kasus La Nyalla Mattalitti yang disangkakan melakukan korupsi dana hibah Kadin Jatim Rp 5,3 miliar pada 2012 dan pencucian uang hibah Rp 1,3 miliar pada 2011. Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur diketahui kalah tiga kali dalam praperadilan. ’’Kayak kasus La Nyalla. Sekalian itu mau kami tanya,’’ ujarnya.