JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang tata cara penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi tidak lama lagi akan diberlakukan. Perusahaan yang terjerat korupsi bisa dijatuhi denda hingga penutupan usaha.
Ketua MA Hatta Ali menyatakan, pihaknya telah menerbitkan Perma Nomor 13/2016 tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi. “Aturan ini sudah dinanti-nanti,” katanya saat konferensi pers di gedung MA, Rabu (28/12).
Penegak hukum, katanya, menunggu aturan itu untuk menjadi pijakan dalam menindak korporasi yang melakukan kejahatan korupsi. Selama ini, menurut Hatta Ali, sudah ada ancaman pidana terhadap korporasi yang melakukan pelanggaran. Tapi tidak dijelaskan secara rinci seperti apa hukum acara pidana untuk menjerat perusahaan yang melanggar itu.
Hatta Ali menyatakan, korporasi yang melakukan tindak pidana, maka pengurus perusahaan, yaitu direksi harus bertanggungjawab. Pengurus bisa dikenakan pidana. Selain pengurus, korporasi juga bisa dijerat hukuman pidana. Yaitu, dengan dikenai denda. Jika tidak bisa membayar denda, maka aset milik perusahaan bisa disita dan dilelang.
“Hasil penjualan aset diserahkan ke negara,” terang alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) itu.
Menurut Hatta, perusahaan tidak bisa dijatuhi hukuman badan seperti manusia. “Korporasi tidak bisa dipenjara,” papar dia.
Jadi, masih kata Hatta, yang bisa dilakukan adalah menjeratnya dengan denda atau menjual aset yang dimilki perusahaan itu.
Sementara Jubir MA Suhadi menyatakan, denda untuk korporasi yang melakukan korupsi lebih berat dari manusia. Yaitu, ancaman hukuman pidana ditambah sepertiganya. Misalnya, denda Rp50 juta ditambah sepertiga dari nilai denda itu.
Selain denda, jelas Suhadi, izin korporasi juga bisa dicabut. Operasional perusahaan bisa dihentikan dan ditutup. Jadi, hukuman bergantung kesalahan yang dilakukan.
Disampaikan, korporasi yang terlibat dalam suap juga bisa dijerat. Sebab, uang dari perusahaan itu yang digunakan untuk menyuap penyelenggara negara. Pengurus perusahaan, seperti direksi dan manajer juga harus bertanggungjawab. Selain direksi dan manajer, orang yang memegang kendali atas perusahaan itu juga bisa dijatuhi pidana.
Orang yang memegang kendali itu adalah pihak yang diberi wewenang mengurus perusahaan. Mengurus pengeluaran dan pemasukan perusahaan. “Kan ada pemilik atau direktur yang orang asih. Terus diserahkan orang yang dipercaya. Orang seperti itu dianggap memegang kendali,” ucap dia.
Tidak hanya suap, korporasi yang terlibat money laundry juga bisa dijatuhi pidana. Sebab, ada uang hasil kejahatan yang dimasukkan perusahaan. Pengurus perusahaan dengan sengaja memasukkan uang hasil pencucian uang.
“Itu juga terkait korupsi,” kata Suhadi.
Selama ini, terang Suhadi, hukuman pidana untuk korporasi sudah pernah dilakukan. Yaitu, korporasi yang melanggar kejahatan lingkungan. Pemilik perusahaan dijatuhi pidana, perusahaannya juga dijatuhi denda. Namun untuk tindak pidana korupsi belum pernah dilakukan.
Suhadi mengaku, Perma Nomor 13 itu sudah ditandatangani Ketua MA. Setelah ini akan diserahkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk diundangkan. Menurutnya, tahun ini aturan itu sudah bisa diundangkan.
“Ya, dua hari kedepan sudah selesai,” imbuhnya.
Terpisah, Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya sangat berterimakasih kepada MA atas penerbitan perma baru itu. Menurut dia, hal tersebut menjadi tonggak penting bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi kedepan.
“Kami sangat menunggunya,” ujarnya.
Menurut Febri Diansyah, perma tersebut akan dijadikan standar dalam penanganan perkara yang melibatkan korporasi. Bukan hanya untuk KPK, tapi juga bagi kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan perusahaan. (lum/jpg)