26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Industri Lokal Keteter Lawan Baja dari Tiongkok

Pengelohan pabrik salah satu pabrik baja di indonesia.
Pengelohan pabrik salah satu pabrik baja di indonesia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) akan menyelidiki dugaan dumping atas barang impor baja lapis aluminium seng (BJLAS) warna pada perdagangan Juli 2015-Juni 2016.

Ketua KADI Ernawati mengatakan, penyelidikan tersebut dilakukan berdasar permohonan salah satu produsen baja lapis dalam negeri PT NS BlueScope Indonesia.

’’Penyelidikan dilakukan untuk baja impor dari Tiongkok dan Vietnam,’’ ujarnya.

Dalam periode tersebut, total BJLAS mencapai 224.120 ton. Mayoritas impor pun berasal dari negara yang dituduh dumping (RRT dan Vietnam), yakni 196.191 ton atau 87,5 persen dari total impor.

Inisiatif penyelidikan terhadap dugaan dumping pun dilangsungkan sejak 23 Desember 2016. Penyelidikan dilakukan dalam waktu 12 bulan. Namun, penyelidikan bisa diperpanjang sampai 18 bulan.

Presiden Direktur PT Sunrise Steel (produsen BJLAS) Henry Setiawan mengatakan, sebanyak 40 persen BJLAS di Indonesia masih diisi produk impor dari Tiongkok maupun Vietnam.

’’Selain produksi masih kurang, harganya bersaing dengan produk impor,’’ tuturnya.

Kebutuhan BJLAS di Indonesia pun mencapai satu juta ton per tahun. Angka tersebut terus bertumbuh sepuluh persen per tahun. Maraknya produk impor baja lapis membuat utilisasi produsen BJLAS lokal hanya 60–70 persen. Kapasitas terpasang baja lapis dalam negeri mencapai 600 ribu ton.

Harga baja dunia yang terus terkerek membuat harga baja domestik turut terkerek.

Saat ini, harga baja sudah berada di atas USD 100 per ton, atau naik 14 persen dibanding tahun lalu yang masih dikisaran USD 85 per ton.

Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Hidayat Triseputro mengatakan kenaikan sebenarnya sudah terasa sejak kuartal IV tahun lalu.

Kenaikan harga baja dipicu oleh naiknya harga biji besi dan juga komoditas seperti batu bara.

“Kami harap kenaikan harga baja ini bisa terus berlanjut sepanjang tahun ini. Sebab, pada 2015 dan 2016 harga baja jeblok lantaran kondisi eknomi global juga sedang buruk,” ujarnya, Rabu (4/1).

Hidayat menambahkan, kenaikan harga baja itu juga bergantung jenisnya. Seperti industri baja hulu, tengah, maupun hilir.

Untuk industri hilir, kenaikan diyakini bakal lebih tinggi dibanding industri hulu yang terpengaruh kurs rupiah dan harga baja global.

“Harga plat baja industri hilir sudah naik 15-20 persen. Saat ini, harga plat baja dalam negeri mencapai USD 400 per ton. Tahun lalu, harganya masih dikisaran USD 360 per ton,” imbuh Hidayat.

Meski harga naik, produsen baja domestik tak lantas langsung merasakan margin untung besar. (jpnn/ram)

Pengelohan pabrik salah satu pabrik baja di indonesia.
Pengelohan pabrik salah satu pabrik baja di indonesia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) akan menyelidiki dugaan dumping atas barang impor baja lapis aluminium seng (BJLAS) warna pada perdagangan Juli 2015-Juni 2016.

Ketua KADI Ernawati mengatakan, penyelidikan tersebut dilakukan berdasar permohonan salah satu produsen baja lapis dalam negeri PT NS BlueScope Indonesia.

’’Penyelidikan dilakukan untuk baja impor dari Tiongkok dan Vietnam,’’ ujarnya.

Dalam periode tersebut, total BJLAS mencapai 224.120 ton. Mayoritas impor pun berasal dari negara yang dituduh dumping (RRT dan Vietnam), yakni 196.191 ton atau 87,5 persen dari total impor.

Inisiatif penyelidikan terhadap dugaan dumping pun dilangsungkan sejak 23 Desember 2016. Penyelidikan dilakukan dalam waktu 12 bulan. Namun, penyelidikan bisa diperpanjang sampai 18 bulan.

Presiden Direktur PT Sunrise Steel (produsen BJLAS) Henry Setiawan mengatakan, sebanyak 40 persen BJLAS di Indonesia masih diisi produk impor dari Tiongkok maupun Vietnam.

’’Selain produksi masih kurang, harganya bersaing dengan produk impor,’’ tuturnya.

Kebutuhan BJLAS di Indonesia pun mencapai satu juta ton per tahun. Angka tersebut terus bertumbuh sepuluh persen per tahun. Maraknya produk impor baja lapis membuat utilisasi produsen BJLAS lokal hanya 60–70 persen. Kapasitas terpasang baja lapis dalam negeri mencapai 600 ribu ton.

Harga baja dunia yang terus terkerek membuat harga baja domestik turut terkerek.

Saat ini, harga baja sudah berada di atas USD 100 per ton, atau naik 14 persen dibanding tahun lalu yang masih dikisaran USD 85 per ton.

Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Hidayat Triseputro mengatakan kenaikan sebenarnya sudah terasa sejak kuartal IV tahun lalu.

Kenaikan harga baja dipicu oleh naiknya harga biji besi dan juga komoditas seperti batu bara.

“Kami harap kenaikan harga baja ini bisa terus berlanjut sepanjang tahun ini. Sebab, pada 2015 dan 2016 harga baja jeblok lantaran kondisi eknomi global juga sedang buruk,” ujarnya, Rabu (4/1).

Hidayat menambahkan, kenaikan harga baja itu juga bergantung jenisnya. Seperti industri baja hulu, tengah, maupun hilir.

Untuk industri hilir, kenaikan diyakini bakal lebih tinggi dibanding industri hulu yang terpengaruh kurs rupiah dan harga baja global.

“Harga plat baja industri hilir sudah naik 15-20 persen. Saat ini, harga plat baja dalam negeri mencapai USD 400 per ton. Tahun lalu, harganya masih dikisaran USD 360 per ton,” imbuh Hidayat.

Meski harga naik, produsen baja domestik tak lantas langsung merasakan margin untung besar. (jpnn/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/