26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemberlakuan Uang SPP Bebani Siswa

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peralihan kewenangan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemko) ke pemerintah provinsi (pemprov), memunculkan dampak wacana baru. Salah satu imbasnya, terkait pemberlakukan uang sumbangan pendanaan pendidikan (SPP).

Praktisi pendidikan dari Lembaga Riset Publik (Larispa) Indonesia, M Rizal Hasibuan mengatakan, rencana bakal adanya pungutan uang SPP jelas membebani siswa. Terutama, bagi siswa yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu. “Peralihan kewenangan ini seharusnya tidak melahirkan suatu kebijakan yang memberatkan masyarakat. Rencana untuk melakukan pungutan uang SPP, sudah tentu membebani masyarakat,” ujarnya.

Meski begitu, kata dia, apabila nantinya pungutan SPP ini jadi diberlakukan maka tentu harus memenuhi syarat-syarat. Misalnya, pungutan SPP ini tidak melampaui anggaran dana BOS. Ditambah lagi, jika sudah dianggarkan oleh dana BOS, maka SPP tidak boleh dipungut dari siswa.

“Selain harus memenuhi syarat, rencana SPP itu juga harus disetujui oleh orangtua siswa dan komite sekolah. Oleh karena itu, komite sekolah harus selektif jika pungutan SPP diberlakukan. Sebab, pungutan ini rentan terhadap pungli (pungutan liar),” sebut Rizal.

Hal senada diutarakan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof Syaiful Sagala. Menurutnya, pungutan ini sudah jelas memberatkan siswa. “Kemungkinan memang ada yang tidak keberatan karena merasa mampu. Tetapi, diyakini banyak yang keberatan. Bahkan, bisa-bisa imbas dari pemberlakuan uang SPP itu banyak siswa yang drop out atau berhenti sekolah lantaran tidak sanggup membayar,” cetus ketua Dewan Pendidikan Sumut ini.

Ia menyebutkan, pungutan tersebut seharusnya tidak dilakukan karena sudah ada dana BOS. Apabila ingin pungutan ini tetap diterapkan, maka perlu ada payung hukum dan standarisasi yang mengaturnya.

Terpisah, Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 14 Medan, Salamuddin menuturkan, hingga saat ini di sekolahnya belum ada dilakukan pungutan uang SPP. Hanya ada, uang komite sebesar Rp75 ribu per siswa setiap bulannya.

Sementara itu, Humas SMA Negeri 1 Medan, Buang Agus menyatakan, pihaknya belum ada memberlakukan pungutan uang SPP. Selama ini yang dipungut dari siswa uang komite dan itu belum dihapuskan. Menurutnya, uang komite tersebut merupakan bagian dari partisipasi masyarakat terhadap pengembangan dunia pendidikan.

“Pemerintah belum membubarkan komite sekolah, jadi belum ada pungutan itu (SPP, red). Meski demikian, bila nantinya ada petunjuk atau edaran dari dinas pendidikan, maka kemungkinan akan dijalankan. Sebab, pendidikan tak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dalam hal ini ada orang tua siswa,” tukasnya.

Salah seorang siswa SMA Negeri 14 Medan, Diksar menuturkan, jika nantinya diberlakukan pungutan uang SPP, maka uang komite harus dihapuskan. Namun, besaran pungutan SPP ini tidak memberatkan siswa, apalagi bagi mereka yang kurang mampu.

“Kalau nanti ada dipungut uang SPP, jangan terlalu tinggi. Pikirkan siswa-siswa yang kurang mampu. Kalau itu yang diterapkan, maka saya setuju. Tapi, kalau jumlah yang dipungut besar, maka tidak setuju karena memberatkan orang tua siswa,” cetusnya.

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peralihan kewenangan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemko) ke pemerintah provinsi (pemprov), memunculkan dampak wacana baru. Salah satu imbasnya, terkait pemberlakukan uang sumbangan pendanaan pendidikan (SPP).

Praktisi pendidikan dari Lembaga Riset Publik (Larispa) Indonesia, M Rizal Hasibuan mengatakan, rencana bakal adanya pungutan uang SPP jelas membebani siswa. Terutama, bagi siswa yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu. “Peralihan kewenangan ini seharusnya tidak melahirkan suatu kebijakan yang memberatkan masyarakat. Rencana untuk melakukan pungutan uang SPP, sudah tentu membebani masyarakat,” ujarnya.

Meski begitu, kata dia, apabila nantinya pungutan SPP ini jadi diberlakukan maka tentu harus memenuhi syarat-syarat. Misalnya, pungutan SPP ini tidak melampaui anggaran dana BOS. Ditambah lagi, jika sudah dianggarkan oleh dana BOS, maka SPP tidak boleh dipungut dari siswa.

“Selain harus memenuhi syarat, rencana SPP itu juga harus disetujui oleh orangtua siswa dan komite sekolah. Oleh karena itu, komite sekolah harus selektif jika pungutan SPP diberlakukan. Sebab, pungutan ini rentan terhadap pungli (pungutan liar),” sebut Rizal.

Hal senada diutarakan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof Syaiful Sagala. Menurutnya, pungutan ini sudah jelas memberatkan siswa. “Kemungkinan memang ada yang tidak keberatan karena merasa mampu. Tetapi, diyakini banyak yang keberatan. Bahkan, bisa-bisa imbas dari pemberlakuan uang SPP itu banyak siswa yang drop out atau berhenti sekolah lantaran tidak sanggup membayar,” cetus ketua Dewan Pendidikan Sumut ini.

Ia menyebutkan, pungutan tersebut seharusnya tidak dilakukan karena sudah ada dana BOS. Apabila ingin pungutan ini tetap diterapkan, maka perlu ada payung hukum dan standarisasi yang mengaturnya.

Terpisah, Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 14 Medan, Salamuddin menuturkan, hingga saat ini di sekolahnya belum ada dilakukan pungutan uang SPP. Hanya ada, uang komite sebesar Rp75 ribu per siswa setiap bulannya.

Sementara itu, Humas SMA Negeri 1 Medan, Buang Agus menyatakan, pihaknya belum ada memberlakukan pungutan uang SPP. Selama ini yang dipungut dari siswa uang komite dan itu belum dihapuskan. Menurutnya, uang komite tersebut merupakan bagian dari partisipasi masyarakat terhadap pengembangan dunia pendidikan.

“Pemerintah belum membubarkan komite sekolah, jadi belum ada pungutan itu (SPP, red). Meski demikian, bila nantinya ada petunjuk atau edaran dari dinas pendidikan, maka kemungkinan akan dijalankan. Sebab, pendidikan tak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dalam hal ini ada orang tua siswa,” tukasnya.

Salah seorang siswa SMA Negeri 14 Medan, Diksar menuturkan, jika nantinya diberlakukan pungutan uang SPP, maka uang komite harus dihapuskan. Namun, besaran pungutan SPP ini tidak memberatkan siswa, apalagi bagi mereka yang kurang mampu.

“Kalau nanti ada dipungut uang SPP, jangan terlalu tinggi. Pikirkan siswa-siswa yang kurang mampu. Kalau itu yang diterapkan, maka saya setuju. Tapi, kalau jumlah yang dipungut besar, maka tidak setuju karena memberatkan orang tua siswa,” cetusnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/