30.2 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Dapat Rp1,8 M, Fasilitas tak Layak

Plus-Minus Jadi Paskibraka

Sudah 30 tahun ini tradisi Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) di setiap peringatan detik-detik proklamasi 17 Agustus masih dipertahankan. Mereka direkrut dari seluruh provinsi dengan seleksi ketat dan digembleng selama sebulan. Masihkah menggiurkan menjadi Paskibraka?

Tugas menjadi Paskibraka memang boleh dibilang masih membanggakan. Buktinya, setiap kali dilaksanakan seleksi mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat, mereka yang terpilih selalu antusias.
Tetapi, di balik itu ternyata masih ada sisi lain yang menjadi masalah. Mulai persoalan fasilitas latihan hingga anggaran yang belakangan kian jauh dari harapan. Bahkan, program itu terkesan dianaktirikan.

Penanggung Jawab Pelaksanaan Program Paskibraka Jonni Mardizal mengungkapkan, salah satu masalahnya terletak pada kondisi fasilitas latihan di Pusat Pengembangan Pemuda dan Olahraga Nasional (PP PON) Cibubur, Jakarta. Di tempat itulah para calon anggota Paskibraka yang akan mengibarkan bendera pusaka pada upacara detik-detik proklamasi digembleng sebulan penuh.

Kondisi PP PON saat ini bisa dikatakan sudah tidak layak. Kerusakan-kerusakan mulai tampak di beberapa sisi. Mulai konstruksi yang sudah harus diperbarui, langit-langit yang jebol, dan kondisi kamar yang sudah tidak sesuai dengan standar ideal.

“Kami harus maklum dengan kondisi itu. Memang sudah lama sekali bangunannya. Ada 30 tahunan lebih usianya. Kalau disesuaikan dengan kondisi sekarang, memang sudah tidak layak,” ujar Jonni.

Soal kapasitas kamar, misalnya. Idealnya, setiap kamar diisi maksimal dua orang anggota Paskibraka. Tetapi, kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa setiap kamar harus diisi tiga sampai empat anggota Paskibraka. Kamar mandi dan lantainya pun sudah kurang layak, perlu perbaikan.

Karena itu, setelah pelatihan tahun ini, tempat tersebut bakal diperbaiki. Bukan dibangun secara keseluruhan, melainkan hanya sedikit direnovasi. Sebab, Jonni ingin mempertahankan keaslian asrama yang menjadi kawah candradimuka Paskibraka selama bertahun-tahun tersebut.

Selain kondisi bangunan, persoalan juga menyangkut anggaran. Bukan hanya anggaran renovasi, tetapi juga anggaran bagi Paskibraka yang selama ini menjadi tanggung jawab Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Sayang, Jonni tidak mau menyebutkan besar anggaran yang harus dikeluarkan oleh Kemenpora untuk biaya renovasi itu. Dia hanya membocorkan bahwa anggaran untuk pelatihan Paskibraka mencapai Rp1,8 miliar.

Jumlah tersebut, lanjut Jonni, sudah termasuk biaya akomodasi, transportasi dari daerah masing-masing, konsumsi, seragam, dan kebutuhan lain yang terkait dengan kelengkapan anggota Paskibraka.

“Jumlah segitu memang masih kurang. Seharusnya, ada tambahan-tambahan agar bisa ideal,” kata pejabat eselon II Kemenpora tersebut. (aam/c11/kum/jpnn).

Plus-Minus Jadi Paskibraka

Sudah 30 tahun ini tradisi Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) di setiap peringatan detik-detik proklamasi 17 Agustus masih dipertahankan. Mereka direkrut dari seluruh provinsi dengan seleksi ketat dan digembleng selama sebulan. Masihkah menggiurkan menjadi Paskibraka?

Tugas menjadi Paskibraka memang boleh dibilang masih membanggakan. Buktinya, setiap kali dilaksanakan seleksi mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat, mereka yang terpilih selalu antusias.
Tetapi, di balik itu ternyata masih ada sisi lain yang menjadi masalah. Mulai persoalan fasilitas latihan hingga anggaran yang belakangan kian jauh dari harapan. Bahkan, program itu terkesan dianaktirikan.

Penanggung Jawab Pelaksanaan Program Paskibraka Jonni Mardizal mengungkapkan, salah satu masalahnya terletak pada kondisi fasilitas latihan di Pusat Pengembangan Pemuda dan Olahraga Nasional (PP PON) Cibubur, Jakarta. Di tempat itulah para calon anggota Paskibraka yang akan mengibarkan bendera pusaka pada upacara detik-detik proklamasi digembleng sebulan penuh.

Kondisi PP PON saat ini bisa dikatakan sudah tidak layak. Kerusakan-kerusakan mulai tampak di beberapa sisi. Mulai konstruksi yang sudah harus diperbarui, langit-langit yang jebol, dan kondisi kamar yang sudah tidak sesuai dengan standar ideal.

“Kami harus maklum dengan kondisi itu. Memang sudah lama sekali bangunannya. Ada 30 tahunan lebih usianya. Kalau disesuaikan dengan kondisi sekarang, memang sudah tidak layak,” ujar Jonni.

Soal kapasitas kamar, misalnya. Idealnya, setiap kamar diisi maksimal dua orang anggota Paskibraka. Tetapi, kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa setiap kamar harus diisi tiga sampai empat anggota Paskibraka. Kamar mandi dan lantainya pun sudah kurang layak, perlu perbaikan.

Karena itu, setelah pelatihan tahun ini, tempat tersebut bakal diperbaiki. Bukan dibangun secara keseluruhan, melainkan hanya sedikit direnovasi. Sebab, Jonni ingin mempertahankan keaslian asrama yang menjadi kawah candradimuka Paskibraka selama bertahun-tahun tersebut.

Selain kondisi bangunan, persoalan juga menyangkut anggaran. Bukan hanya anggaran renovasi, tetapi juga anggaran bagi Paskibraka yang selama ini menjadi tanggung jawab Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Sayang, Jonni tidak mau menyebutkan besar anggaran yang harus dikeluarkan oleh Kemenpora untuk biaya renovasi itu. Dia hanya membocorkan bahwa anggaran untuk pelatihan Paskibraka mencapai Rp1,8 miliar.

Jumlah tersebut, lanjut Jonni, sudah termasuk biaya akomodasi, transportasi dari daerah masing-masing, konsumsi, seragam, dan kebutuhan lain yang terkait dengan kelengkapan anggota Paskibraka.

“Jumlah segitu memang masih kurang. Seharusnya, ada tambahan-tambahan agar bisa ideal,” kata pejabat eselon II Kemenpora tersebut. (aam/c11/kum/jpnn).

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/