MEDAN-Keinginan Wagubsu Gatot Pudjonugroho untuk melakukan evaluasi terhadap Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Syaiful Syafri, disambut antusias oleh berbagai kalangan khususnya anggota DPRD Sumut.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumut, Hidayatullah menyatakan, niat atau pernyataan untuk melakukan evaluasi yang dikeluarkan oleh Wagubsu Gatot Pudjonugroho merupakan hal yang normal. Karena, seorang pemimpin memiliki kriteria penilaian tersendiri.
“Itu normal dan wajar. Karena pimpinan itu memiliki penilaian terhadap kinerja bawahannya,” katanya. Dijelaskannya, penilaian yang dilakukan pimpinan terhadap bawahan itu adalah reward and punishment (penghargaan dan hukuman).
“Kalau memang kinerja bagus, maka sebaiknya diberi penghargaan. Tapi, kalau kinerja bawahannya itu buruk maka pemberian hukuman adalah hal yang wajar. Nah, persoalannya apakah hukumannya itu sampai pengevaluasian terhadap jabatan. Maka, itu adalah hak dari pimpinan itu sendiri,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi E DPRD Sumut, Sopar Siburian. Politisi Fraksi Demokrat Sumut ini menyatakan, evaluasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan terhadap bawahan adalah hal yang wajar.
“Evaluasi dari pimpinan kepada bawahan itu hal yang wajar,” katanya.
Namun, sambung Sopar, evaluasi yang akan dilakukannya nanti mestilah berjalan secara objektif. Objektifitas yang ada adalah memandang, pertama Syaiful Syafri masih bertugas selama lebih kurang empat bulan terhitung dari tanggal 21 Oktober 2010 menggantikan Kepala Dinas Pendidikan Sumut sebelumnya, Bahrumsyah. Kedua adalah masa empat bulan masih terbilang singkat. Artinya, masih ada waktu memberi keleluasaan terhadap Syaiful Syafri untuk melaksanakan tugasnya.
“Kalau dengan masa yang singkat ini terus dilakukan evaluasi jabatan, saya pikir terlalu tendensius. Beri sedikit waktu lagi bagi Syaiful Syafri untuk membuktikan kinerjanya. Kalau setelah diberi waktu itu, tapi tetap kinerjanya tidak maksimal maka baru bisa dilakukan evaluasi jabatan,” bebernya.
Sopar Siburian sendiri kembali menjelaskan, keberadaan Silpa sebesar Rp56 miliar di tahun 2010 lalu, memberi ruang adanya program-program yang ditutupi. Artinya, bukan tidak mungkin ada yang tidak seusai aturan dan sebagainya. Maka dari itu, Kepala Disdik Sumut akan dipanggil oleh Pansus Pendidikan Sumut untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang telah dipakai tersebut.
“Kita mempertanyakan Silpa itu kenapa bisa terjadi. Bagaimana pula dengan APBD 2011 ini. Setahu saya, APBD 2011 lebih kecil dari APBD 2010, nah ini menandakan Disdik Sumut dan khususnya kadisnya tidak mampu merefresentasikan program-program pendidikan. Padahal seharusnya, masalah pendidikan ini adalah yang vital sesuai dengan visi misi kepala daerah Sumut yakni, Tidak Lapar, Tidak Bodoh dan Tidak Sakit. Dengan ketidakmampuan ini, menjadi satu pertimbangan apakah kadisnya akan dipertahankan atau dievaluasi,” tuntasnya. (ari)